Kamu

MS Wijaya
Chapter #9

#9 Salah Sangka

         "Itu si Burung Kakak Tua kan..?" Bella menyenggol lenganku saat aku sedang tenggelam dalam bacaanku. Mata Bella tak lepas dari Dipa sejak tadi masuk perpustakaan aku tahu.

           "Iyya.." bisikku pelan takut mengganggu yang lain.

        "Kok gak bilang sih kalau dia anak humas juga. Jahat Lo nyembunyiin ini dari gue." Bella terlihat sebal, dengan memonyongkan bibirnya tapi tetap memperhatikan Dipa dari balik bukunya. Aku memang belum cerita pada Bella soal ini, karena sejak masuk humas aku sudah sibuk dengan proyek Mading. Ajaibnya si burung kakak tua itu juga terlihat cuek, dan tidak peduli padaku seperti orang yang tidak kenal sama sekali. Padahal dia begitu membenciku di suratnya. Setidaknya tunjukkan kebenciannya dengan tatapan tak suka atau apalah. Tapi tidak, dia benar-benar mengacuhkanku, apa dia itu anak teater yang jago akting ya? Ah sudahlah, kalau dia bersikap seperti itu aku pun mengerti, jika saja aku di posisinya aku akan melakukan hal yang sama dan menganggap surat itu tidak pernah sampai.

           "Ih jangan ngambek sih Bel, dia tuh sok nggak kenal gue gitu. Selama gue di humas gak pernah dia ngomong ke gue, suer deh.." bisikku sepelan mungkin agar tidak mengganggu pengunjung yang lain.

          "Seriuss!!" Bella malah setengah berteriak. Semua mata pengunjung termasuk Si Burung Kakak Tua langsung tertuju pada kami yang duduk di pojok ruangan. Bella mengangguk meminta maaf tanpa suara ke semua orang yang jengah karena terganggu suaranya tadi, lalu pura-pura berkonsentrasi membaca bukunya. Padahal sebenarnya ia resah, ingin terus mengorek apa saja yang tidak ia ketahui tentang Si Burung Kakak Tua. Aku agak sedikit lega karena Bella tidak terus mengulikku.

           "Teman-teman maaf kita tutup lima belas menit lagi ya, sudah jam setengah lima soalnya. Bagi yang mau pinjam buku silakan langsung aja ke meja resepsionis depan ya." Ujar si Burung Kakak Tua memperingatkan waktu jam tutup perpus. Otomatis anak-anak melihat jam tangan masing-masing, sebagian melanjutkan bacaan mereka, sebagian memilih membereskan barang-barang mereka untuk pulang.

Jam lima gedung pembelajaran memang harus kosong, dan berpindah kegiatan di Masjid. Shalat maghrib dan tadarus sampai waktu isya. Jadi jam buka perpustakaan hanya buka sampai dari pulang sekolah yaitu jam satu siang hingga jam setengah lima. Tiga puluh menit biasanya untuk petugas yang berjaga membereskan buku-buku dan ruang perpustakaan agar besoknya bisa langsung digunakan kembali.

Aku pun beranjak membantu menyapu ruangan. Dipa membereskan buku-buku kembali ke rak masing-masing sesuai kode bukunya. Sesekali aku mencuri pandang ke Dipa yang tak sedikitpun menggubris perihal surat itu. Apa dia sebenci itu ya? Selama di humas pun, paling hanya sapaan singkat dan mengobrol seperlunya saja dia. Benar-benar seperti menjaga jarak dariku.

Selesai membereskan perpus, aku segera menghampiri Bella yang sudah menungguku di luar. Bella memberi isyarat lewat matanya, menunjuk Dipa yang ada di depan perpus sedang menguncinya. Harusnya ia bersama temannya tapi ia temannya Azzam sudah pulang duluan karena ada Latihan sepak bola. Jadi ia satu-satunya anak laki-laki yang menjaga perpustakaan hari ini. Agak aneh sih Dipa, katanya kemarin sempat menjadi pemain terbaik, tapi sekarang dia tidak pernah Latihan bola lagi, malah memilih jadi anggota humas dan menjaga perpus.

Lihat selengkapnya