Jam tujuh lewat lima belas menit tim humas wajib ada perpus, karena kemarin aku yang terakhir memegang kuncinya, jadi aku pun datang lebih awal bersama Jia setelah menyimpan tas masing-masing. Satu persatu mereka berdatangan, beberapa anggota humas yang biasanya tidak pernah aku lihat sebelumnya pun kini terlihat hadir. Hari ini kita butuh full tim, totalnya ada tiga puluh orang anggota tim humas. Lima belas nisa atau perempuan, lima belas dari rijal atau laki-laki. Setelah berkumpul semuanya ketua humas kami, Diki langsung membagikan kelompok yang sudah dibuat oleh Jia sebagai wakilnya. Kami dibagi menjadi kelompok kecil untuk mempersingkat waktu.
Satu kelompok berisi tiga orang, dan itu campur rijal dan nisa. Cara yang efektif terutama di kelas rijal, katanya seperti itu. Mereka akan sedikit lebih kalem dan tenang kalau ada nisa yang masuk ke kelas mereka. Karena jumlahnya ganjil, ada yang satu nisa dan dua rijal begitu pun sebaliknya. Dan aku kebetulan sekali, bersama Si Burung Kakak Tua dan Diki. Setiap kelompok mendapatkan dua sampai tiga kelas untuk memberitahu hal yang akan disampaikan. Hari ini kita perlu mensosialisasikan tentang pengukuran yang harus selesai hari ini juga. Jadi hari ini setiap kelas akan secara bergantian pergi ke garmen yang terletak di dekat koperasi. Tidak ada mata pelajaran hari ini, tapi mungkin akan ada tugas dari ustad/ustadzah untuk mengisi waktu jam kosong tersebut. Karena aku bersama Diki sang ketua humas, kami kebagian tiga kelas. Kami mengambil kelas masing-masing, tapi tentunya menjelaskannya tetap bertiga tidak bisa sendiri-sendiri.
Seperti yang pernah aku bilang sebelumnya, sekolah kami menerapkan sistem peringkat untuk pembagian kelasnya. Untuk anak-anak yang nilai akademisnya tinggi mereka akan ditempatkan di kelas B, kemudian C,D,E hingga F untuk urutan anak-anak yang kurang rajin belajar.
Untuk pemberian nama kelas sedikit unik, kelas rijal akan ditambah huruf A dibelakangnya, Misal BA, CA, DA, EA, FA. Sedangkan untuk kelas nisa akan ditambah huruf B seperti BB, CB, DB, EB, FB. Setidaknya saat ini untuk kelas Rijal kelas B ada tiga, C ada lima, D ada dua, E ada dua, F ada satu. Sedangkan kelas nisa tidak ada kelas F. Masing-masing kelas ada 30 murid, terbayangkan bagaimna ramainya setiap kelas, dan kita perlu menyampaikan informasi ini kepada 30 kepala, dikalikan tiga.
Aku tidak bisa membayangkannya betapa chaos-nya nanti, aku harus berdiri di tengah kelas dan mulai menyampaikan informasi seperti yang dulu sering aku lihat dilakukan anak humas atau kakak kelas yang sering mampir memotong jam pelajaran. Apa aku bisa berbicara di depan anak-anak lain? Perutku tiba-tiba terasa melilit membayangkan hal itu. Walau tadi sebenarnya Diki juga mengatakan kalau aku belum siap, biar ia saja yang bicara di depan aku dan Dipa membantu menemani saja sekaligus memperhatikan dulu agar nanti terbiasa dengan tugas rutin tim humas kedepannya.
Sebenarnya sejak kelas tujuh kami sudah diajarkan berbicara di depan umum melalui kegiatan muhadharah. Kegiatan rutin yang dilakukan seminggu sekali ini diadakan setiap hari kamis malam atau malam jumat. Kita akan ke sekolah Kembali berbondong-bondong seusai makan malam. Bukan hanya dilatih belajar pidato sebenarnya, kalau aku perhatikan kita lebih seperti diajarkan menjadi event organizer kecil-kecilan. Karena di acara muhadharah tidak hanya ada pembacaan pidato yang membosankan. Muhadaharah adalah hiburan mingguan kami selain acara sepak bola di lapangan Palagan Agung yang diadakan sebulan sekali.
Di acara Muhadharah kami akan menghias papan tulis dengan tulisan dan gambar yang menarik, tergantung kreatifitas anak kelasnya. Papan tulis kami sangat Panjang, dan hampir memenuhi dinding depan kelas. Bentuknya memanjang dengan dua sisi kanan kirinya bisa di tekuk ke dalam. Jika di tekuk sisi luarnya bisa digunakan untuk menulis menggunakan spidol marker. Sedangkan sisi dalamnya yang berwarna hijau tua untuk ditulisi mengunakan kapur tulis. Untuk kebutuhan khusus muhadharah kami akan meminta kapur berwarna ke ruang MP atau manajemen Pendidikan untuk menghias papan tulis. Jadi semua anggota kelas ikut andil dalam memeriahkan acara muhadharah. Bagi yang menyukai gambar dan graffiti mereka akan menghias papan tulis dengan apik.
Sisi kanan biasanya ditulis nama-nama pengisi acara yaitu nama-nama orang yang akan berpidato malam itu yang bergantian seminggu sekali. Biasanya 7-10 orang tergantung kesepakatan dengan wali kelasnya. Sisi kiri papan berisi susunan acara muhadhara. Sedangkan bagian tengah berisi tulisan berjudul ‘Muhadharah’ atau ‘speech’ yang ditulis besar dihiasi gambar-gambar lucu.
Lalu akan ada pentas hiburan juga bagi yang berminat mengisi, sehingga acara tidak membosankan. Mungkin kalau dari kelas tujuh awal-awal kegiatan ini menjadi kegiatan yang kaku dan terlalu formal tapi semakin lama dan kita lebih mengenal anggota kelas masing-masing acara muhadharah menjadi acara yang menyenangkan. Bahkan bisa dibilang seperti acara pertunjukkan bakat berskala kecil. Kadang ada yang membawa gitar dan bernyanyi untuk hiburan, hingga ada pementasan drama kecil-kecilan. Namun tentu saja kami tidak melupakan acara utamanya yaitu latihan berpidato di depan kelas.
Di kegiatan ini kami akan diberikan kesempatan berbicara apa saja sesuai tema yang dipilih sekitar lima hingga lima belas menit. Pidato pun bukan hanya bahasa Indonesia tapi bahasa inggris dan bahasa arab. Secara bergantian kami wajib berpidato menggunakan tiga bahasa tersebut di depan kelas. Biasanya buku ‘Contoh Pidato Masa Kini; Arab-Inggris-Indonesia’ karangan Helmi Abdul Mubin menjadi buku pegangan kami untuk acuan menulis pidato. Malah saat awal-awal atau saat terpepet kita akan copy paste saja dari sana. Selanjutnya kita akan berusaha menulis teks pidato kita sendiri, biasanya kita akan berkonsultasi pada wali kelas tentang naskah pidatonya.
Acara muhadharah juga dipandu oleh dua MC yang tentunya dari anggota kelas juga secara bergantian, jadi acara tersebut sangat lengkap dan meriah. Terkadang MP dan MPK (Majelis Perwakilan Kelas) bekerja sama mengadakan lomba orasi antar kelas di selasar tengah. Atau mengadakan pertukaran pelajar, biasanya kelas nisa dan rijal akan bertukaran peserta pidato. Hal ini yang membuat meriah acara tersebut. Dan tentunya sangat dinantikan bagi para pelajar satu sama lain, kesempatan ini digunakan untuk menggebet dan mencari pasangan.
Suara bell masuk sudah berbunyi sejak tadi, suasana di luar juga sudah tidak terlalu berisik, tandanya semua murid sudah masuk ke kelas masing-masing. Setelah kami berdoa bersama demi kelancaran sosialisasi hari ini, kami mulai bubar lalu membentuk tim yang tadi sudah dibuat. Aku, Diki dan Dipa mendapatkan kelas tiga kelas untuk didatangi yaitu CB 3, CA 1 dan BA 2. Kebetulan sekali itu kelas kami, CB 3 kelasku, CA 1 kelas Dipa dan BA 2 kelas Dika. Sebenarnya lebih enak sosialisasi di kelas yang bukan kelas kita, karena tidak akan diejek atau diremehkan terlalu parah. Kadang kala kalau ada anak dari kelas mereka sendiri, mereka malah kurang memperhatikan dan senang menggoda anak kelasnya itu.