Benar kata mereka yang pernah dapat surat dari langit, rasanya akan sulit tidur di malam hari, tidak nafsu makan dan hilang kesabaran. Untuk hal yang terakhir sebenarnya gak ada, itu tambahan dari perasaan yang aku rasakan sejak baca surat dari cowok kakak tua itu. Berhubung namanya aku benar-benar gak tau, bahkan dia siapa dan aku gak peduli(peduli deh) siapa dia. Aku panggil sesuai dia yang kemarin hinggap di jendela, kayak burung kakak tua(lagunya kan gitu, burung kakak tua. Menclok di jendela...)
Gimana nggak hilang kesabaran coba, masa di surat dia ngata-ngatain aku. Padahal kenal juga nggak, tapi berani-beraninya dia ngejek dan marah-marah gak jelas dalam surat itu.
Masa dia nulis gini,
Jadi cewek jangan suka kegenitan ya, senyam-senyum sok kecantikan.
Dipikir situ oke? Ngaca ya, itu disetiap kamar kan ada cermin yang gede buat ngaca,
bukan buat nggambar. Baru tau gue ada cewek macam Lo.
Gue peringatin ya, jangan suka sama gue.
Jijik gue sama Lo.
Nggak sopan banget, awas aja kalau ketemu biar aku tusuk pakai paku bumi unyeng-unyeng nya. Kenal nggak, kirim surat yang nggak-nggak. Pede banget lagi pake bilang ‘jangan suka sama gue! Helloo hell to the o. Gak akan, walaupun dunia ini mau berakhir kayak di film-film, gue nggak akan suka sama laki-laki macam dia. Kayaknya ini sejarah pertama di sekolah, surat dari langit bukannya untuk mengungkapkan cinta, tapi malah bikin orang murka.
“Eh ada yang megang buku tahunan kemarin nggak sih? Pinjem dong kalau ada. Punya aku udah di bawa balik kemarin pas liburan.” Ujarku pada anak kamarku. Hari ini lengkap delapan orang duduk manis diatas meja belajar berbentuk persegi yang mendominasi ruang depan.
“Bentar, gue inget-inget dulu. Punya gue perasaan nggak dibawa pulang deh.” Jia salah satu anak kamarku yang berbadan bongsor dan kulitnya pucat itu memegang kepalanya, seakan dengan berpose seperti itu, membuatnya mampu mengingat dengan cepat.
“Ahha… Coba lo ambil di dus atas deket koper gue itu. Kayaknya ada deh di dalam situ, gue satuin sama buku paket tahun lalu” Jia menunjuk tumpukan dus diatas lemari pakaian yang memang dibuat untuk menyimpan koper-koper dan dus-dus berisi batang yang jarang digunakan. Tanpa menunggu lama, aku menyeret kursiku ke dekat lemari dan meraih dus bekas air mineral 1500Ml. Saat mecoba mengangkat dus Jia, tanganku terasa akan patah karena benar-benar berat, tentu saja berat itu berisi buku-buku pelajaran milik Jia. Untungnya aku sudah terlatih membawa beban berat, benar-benar beban berat ya, bukan beban hidup. Sejak tahun lalu untuk makan siang sudah tidak di kantin lagi, setiap siswa mendapatkan nasi Box. Benar-benar box dari plastic. Yang berisis nasi, laku-pauk, sayur dan buah. Seperti kotak bento. Dan itu diambil perkelas. Setiap hari digilir piket untuk pengambilannya, biasanya lima orang yang mengambil box nasi untuk tiga puluh orang. Box sudah diikat dengan tali raffia 5-6 box perikatan tali raffia. Jadi biasanya setiap orang membawa enam box yang cukup berat. Terutama kalau lauknya berisi sayur dengan kuah. Akan bertambah berat dan berisiko untuk tumpah kuahnya kalau tidak dibawa dengan hati-hati.