Sepekan setelah pernikahan Firman, Gunawan tidak mau kalah saing. Gunawan juga melangsungkan pernikahan dengan seorang gadis yang cantiknya sebelas dua belas dengan Marwa.
Dipandang dari pipi sebelah kiri bak rambutan yang baru saja memerah merona, dipandang dari pipi sebelah kanan bak apel yang montok lagi menggoda, hidungnya bak buah pisang, matanya bak buah kenari, bibirnya, aih, Kawan, kau tahu buah ruman? Merah sekali. Telinganya? Hanya Gunawan yang tahu telinganya seperti apa? Sebab ia yang punya istri.
Kalau lama-lama memandangnya, Gunawan merasa sedang masuk ke taman-buah-buahan, ingin memetik semua buah yang ada di dalam taman tersebut, sungguh menggoda! Gunawan menikahi Meera binti Samsuri bin Salsal bin Sabah bin Sulaiman. Meera pernah satu kelas dengan Mawa pada semester awal.
Meera juga sudah merencanakan akan berbulan madu ke kampung Firdaus, yang terkenal tetesan dari surga itu. Dulu pada saat resepsi pernikahan Marwa, Meera bertanya pada Marwa akan berbulan madu di mana? Oleh karena itu Meera juga menyimpan niat dan akan mengusulkannya pada calon suaminya. Jadilah mereka ke kampung Firsdaus.
Gunawan mampir di rumahnya Firman, ingin meminjam jaket. Karena perjalanan dua hari dua malam dan tentunya cuaca malam amat menusuk tulang.
“Assalamu’alaikum, Ibuk, Firman ada?”
“Gunawan ya? Temannya Firman?”
“Ya, Buk, benar”
“Silakan masuk, Nak.”
“Nggak perlur repot-repot, Buk, aku mau minjem jaketnya Firman, dia ada, Bu?”
“Oh, Firman. Firman dan Marwa masih di kampung Firdaus, Nak. Kamu nggak punya nomor teleponnya?”
“Ohh… Mereka masih di sana? Kirain udah balik. Sudah aku telepon berkali-kali dari empat hari kemarin, tapi tidak aktif.”