Dua hari setelah ayah Firman membackan puisi indahnya itu, ibu Firman pulang dari rumahnya Marwa dengan membawa segudang rahasia tentang kedua anaknya.
Ibu Marwa sempat mengingatkan untuk kesekian kalinya agar tidak diberitahu ke bapak Firman apa yang terjadi walaupun berita sementara adalah berita burung.
Begitulah perasaan orang yang dirindukan, ketika ada yang merindukan dirinya maka ia pun akan merasakan hal yang sama. Paling tidak ada angin yang mengabarinya bahwa seseorang sedang merindukannya, boleh jadi angin itu berembus lewat speaker telepon. Sampai di rumah, ayah Firman segera memeluk istrinya.
“Tuh, kan, dikasih izin pasti lupa pulangnya. Sesekali bawa aja sekalian kelambumu sayangku.”
“Duhai, Kanda, aku tidaklah melupakanmu. Sungguh tidak akan pernah. Ibu Marwa yang menahanku agar mengajarinya memasak kue Cimpe. Ibunya Marwa kan belum tahu resepnya, ya aku tidak bisa menolak ajakannya untuk tinggal dan mengajarinya syangku.”
“Lagipula, kamu tidak mau membawa telepon. Ketika kutelepon handphone kamu malah bunyi di di dalam kamar kita.”
“Ya sayang, aku lupa membawanya.”
“Lain kali, lupakan saja aku.”
“Aku minta maaf sayangku.” Setelah mendengar kata minta maaf, barulah ayah Firman luluh. Terkadang memang seperti itu keadaannya, orang-orang pada lupa akan kesalahannya, lupa minta maaf. Padahal rahasia super dari kalimat maaf adalah bisa meluluhkan hati yang teguh akan amarah. Yang biasanya sering lupa adalah suami.
Andai saja suami langsung minta maaf atas kesalahan yang dilakukannya, hati istri akan sedikit luluh walaupun hanya sebentar. Setidaknya mintalah maaf terlebih dahulu.
Setelah tiga hari di rumah sepulangnya dari Kampung Firdaus, Gunawan berencana akan berbulan madu untuk kedua kalinya ke Kampung Arab. Sudah lama ia ingin pergi ke sana waktu ia masih kuliah di Awamaalia dulu. Dia ingin ke sana waktu kuliah dulu karena ia mau mengomong langsung ke orang arab tulen, atau bercakap-cakap dengan orang-orang yang kesehariannya berbicara dengan bahasa arab. Karena sebagian orang mengatakan: kalau tidak lancar berbicara dengan arab tulen, berarti lidahnya belum terbiasa berbicara arab walau pun ia pandai berbahasa arab.
Tidak jarang Gunawan bercakap menggunakan bahasa arab dengan istrinya, karena mereka duanya adalah lulusan Awamaalia University. Kalimat arab pertama yang Meera dengar langsung dari mulut suaminya adalah: Iyaaki Hubbi. Pertama mendengar itu Meera tak bisa tidur dan makan seharian. Tak ada demam, tidak ada sakit apa pun tapi ia memang tidak enak makan dan tidak bisa tidur nyenyak gara-gara kalimat itu. Kenapa? Karena baru semester satu Gunawan langsung mengungkapkannya, alangkah beratnya ia menanggung kalimat itu.
Waktu itu Meera masih umur delapan belas tahun, baru sebulan masuk kuliah. Itu juga diungkapkan Gunawan lewat telepon, andai saja langsung Gunawan ucapkan empat mata, bisa jadi Meera masuk unit gawat darurat.
“Meera-ku sayang, minggu depan kita ke Kampung Arab!”
“Ngapain?”
“Ibadah, sayangku.”
“Baiklah. Aku akan siap-siap sekarang.”
“Minggu depan loh sayang, bukan sekarang.”
“Owh minggu depan ya? Kirain sekarang, hehehe.”
***
Tauke sedang asik-asiknya menikmati lagu sambil makan bakso di depan rumahnya bersama dua orang anak buah kesayangannya. Yang lain juga ia sayangi, tetapi hanya sekadar saja. Yang ia percayai hanyalah dua orang yang selalu ada di sampingnya dan mereka berdua adalah tangan kanannya. Anak buahnya yang lain sedang bekerja. Tauke adalah bos yang baik hati. Ketika hendak cuti tahunan, ia akan memberikan gajian yang lebih banyak dan dapat tiket gratis jalan-jalan ke Kampung Arab dan siapa yang anak buahnya mau menikah maka semuanya akan ia tanggung.
Mulai dari mahar, biaya menikah, dan biaya bulan madu di Kampung Firdaus. Tauke menyediakan lima mobil khusus untuk bulan madu dan jalan-jalan. Jika mereka punya anak kecil maka anak mereka jugalah bergaji. Mulai dari umur satu bulan sampai dengan satu tahun. Sebulan satu juta, dua bulan dua juta dan setahun maka anaknya dapat dua belas juta. Bagaimana dengan istri para anakbuahnya?
Hitungannya minggu. Jika seminggu penuh telah ditinggal suaminya dan belum pernah pulang, maka istrinya akan mendapatkan dua juta. Terkadang para istri menganjurkan agar suaminya pulang pada hari ke delapan saja. Tapi apa boleh buat, ada-ada saja suami yang pulang tiga hari sekali dan karena sering pulang dapat cubitan manja dari sang istri. Ketika dicubit istrinya, mereka sudah kompak untuk menjawab: “Kebutuhan lahir boleh saja kucari, namun kebutuhan batin kemana hendak kucari selain kembali?”
Begitu habis satu piring bakso, telepon Tauke bordering di atas TV. Anak buahnya masuk ke dalam rumah dan mengambil handphoe Tauke lalu menyerahkannya ke Tauke. Ia lihat yang memanggil: My Sweety.
“Kalian minggir sana, ini hanya telinga yang punya kekasih yang boleh dengar.” Tauke menyuruh anak buahnya menjauh. Karena kalau dia menelepon atau menerima panggilan pastilah ia besarkan speaker handphone-nya, sedikit tuli.