Apa yang hendak dikata? Adalah suatu hal yang wajar jika lelaki tidak mudah mengerti dengan sifatnya perempuan.
Apalagi hanya sekadar menebak? Sungguh tak tertebak kemauan perempuan. Pun sama seperti Retno. Sudah dua bulan menikah dengan Ratna sampai sekarang ia belum tahu betul dengan sifat istrinya.
Hari ini Retno dan Ratna sudah berbeda cara mereka berkomunikasi. Hanya gara-gara masalah sepele-karena Retno tidak membukakan pintu mobil ketika Ratna hendak keluar dari dalam mobil. Seharian mereka tidak berbicara. Ternyata keluarga yang romantis ini juga mengalami problem anak remaja.
Ketika makan biasanya saling menyuapi namun hari ini Ratna makan di dalam kamar dan Retno makan di atas sofa ruang tamu sambil nonton tv. Retno bingung bagaimana caranya ia meminta maaf pada istrinya. Kini Retno harus bicara lewat tindakannya dan Ratna bicara lewat perasaannya. Bahkan siang ini Ratna tidak mau masak dan tidak mau juga makan siang.
Hanya tadi pagi saja mereka sarapan, itu juga secara munfaridan, sendiri-sendiri. Terpaksalah Retno memasak walau ia tidaklah tahu bagaimana cara memasak yang baik. Retno ingin masuk ke dalam kamar untuk menanyakan resep masakan, tapi Ratna mengunci pintu dari dalam kamar. Retno memanggil lewat handphone, juga tidak aktif. Retno pun pergi ke rumah tetangga untuk menanyakan resep masakan.
Retno ingin memasak jengkol rendang. Istrinya hobi sekali dengan jengkol. Tapi sayang sekali rumah tetangga itu terkunci. Sudah tiga kali bel itu dipencet Retno namun tidak ada jawaban, tentunya pemiliknya pergi bekerja. Sudah lima rumah tetangga yang ia datangi dan semuanya kunci. Retno pasrah dan pulang ke rumahnya. Ia berteked memasak sebisanya.
Begitu Retno sampai di dapur, ia melihat potogan kertas yang sudah tertempel di kulkas. Kertas itu warna hijau. Tadinya kertas itu belum ada di sana. Siapa lagi yang menempelkannya kalau bukan Ratna. Ternyata Ratna sekarang berbicara lewat kertas.
Di kertas warna hijau itu tertulis jelas rincian bumbu dan cara memasak jengkol rendang. Ratna tahu betul apa yang ingin dimasak suaminya. Karena Ratna telah menempel jadwal menu harian di dinding dapur, tentunya Retno mengikuti urutan menu itu. Retno pun memasak hingga mengeluarkan keringat.
Ia kupas jengkol itu dengan pelan dan hati-hati, ia belah satu jengkolnya menjadi empat belahan, lalu ia rebus dan menyiapkan bumbu lainnya. Sudah dua jam ia di dapur namun masakannya belum matang. Badannya bercucuran air keringat. Kaus oblong yang ia kenakan basah dengan air keringatnya. “Ternyata memasak bukanlah pekerjaan yang gampang, harus ada ijtihad juga.” lirihnya pelan. Tiga jam kemudian masakan Retno matang.
Lalu ia ketuk pintu kamar Ratna kemudian ia pun pergi ke kamar yang satunya. Ratna mengeluarkan kepala dari bibir pintu kamarnya ketika ia tahu bahwa Retno sudah masuk kamar. Melihat ke kiri dan kanan, tidak ia temukan Retno dan Ratna bergegas ke dapur. Perutnya sudah dililit rasa lapar. Begitu sampai di dapur ia pun segera mengambil piring dan nasi kemudian mengambil jengkol rendang. Ia rasakan.
“Wah, luar biasa! Sesuai dengan resep yang aku tulis!” pekiknya. Masakan Retno terasa lezat di lidahnya Ratna sebab Retno benar-benar teliti saat memasaknya. Ratna sudah mulai menyunggingkan senyum manisnya setelah merasakan jengkol rendang itu. Kemudian Ratna membuka kulkas, ingin mengambil minuman yang dingin. Begitu ia membuka kulkas ia menemukan bolu yang ada tulisan di atasnya.
“Maaf sayangku.” Semakin lebar senyum Ratna membaca tulisan di atas bolu itu.
“Hum, ternyata kamu sekarang sudah mulai bicara lewat kue bolu ya. Belum kumaafkan kalau belum ada surprise yang lain!” Tulis Ratna di potongan kertas yang satunya lagi dan ia tempelkan di kulkas. Kemudian ia pun masuk kamar. Nasi Retno sudah habis dan ia kembali ke dapur untuk mencuci tangan dan mengambil air minum. Sampai di dapur ia menemukan potongan kertas lagi. Retno hanya tersenyum.
Malam harinya, sudah jam sembilan malam. Ratna sudah tidur sejak setelah magrib tadi. Pintu kamarnya terbuka dan Retno masuk ke dalam, segera ia angkat Ratna ke dalam mobil. Ratna sadar ketika ia diangkat suaminya tetapi ia pura-pura tertidur nyenyak. Retno membaringkan Ratna di kursi tengah. Retno membawa istrinya pergi. Lima belas menit perjalanan Retno sudah sampai di depan gedung itu. Ia bangunkan istrinya.
“Sayangku, bangun. Ayo turun.” Retno membukakan pintu mobil itu dengan santun.