Pagi ini amat cerah sekali, mentari terasa lebih hangat. Pohon-pohon di belakang rumah Gazhi tampak bahgia ketika mentari mengenai daun-daunnya.
Semilir angin pagi menghampiri selururuh manusia yang memiliki hidung yang tidak sumbat. Pagi ini terasa lebih indah dan lengkap ketika menatap hijaunya padi-padi yang masih seumur dara.
Seperti kebanyakan manusia lainnya, pagi ini Ghzai duduk di depan rumahnya dengan ditemani secangkir kopi buatannya sambil menggenggam handphone miliknya. Ia buka inbox WhatsApp dari Najwa Detektif yang isinya mengajaknya menikah, namun Ghazi malah tidak mau membalas. Ia letakkan kembali handphone itu. Najwa Detektif menelepon berpuluh-puluh kali tapi Gazhi tidak mau mengangkat. Rasa takutnya lebih besar dibandingkan rasa cintanya dulu pertama kali pada Najwa Detektif.
Dulu ia yang berlari secepat harimau mengejar kijang untuk dimangsa, demi mendapatkan cintanya Najwa Detektif, namun sekarang begitu ia mendapatkannya ia pun mulai mencari cara untuk menghindarinya. Jangankan memberi Najwa Detektif makan setelah menikah, membeli segelas kopi saja ia masih ngutang. Hal itulah yang membuatnya semakin ciut. Maka segala cara ia lakukan untuk menghindari Najwa Detektif. Yang pertama kali ia lakukan adalah menonaktifkan handphnoe miliknya, mengganti kartu baru dan yang kedua ia ingin merantau.
Ia ingin bekerja keras untuk mendapatkan uang yang banyak, walaupun tidak banyak yang didapat nantinya, setidaknya untuk mahar ia bisa membelikannya. Ghazi hanya berpesan pada ibunya, “Jika ada teman-temanku atau orang sepesial yang bernama Najwa Detektif mencariku, katakan bahwa aku sedang mencari mahar dan selalu ada untuknya.”
Najwa yang yang selalu ditagih kedua orang tuanya merasa sangat didesak, ia juga sedikit menyesal terlalu berlebihan mempresentasikan kebaikan Ghazi tempo hari. Karena teleponnya tidak pernah masuk dan inbox pun tidak pernah dibalas. Ia bertekad mendatangi Ghazi ke rumahnya. Amat disayangkan, Ghazi sudah pergi kemarin sore dan ibunya menyampaikan pesan itu pada Najwa.
Najwa hanya bisa menangis, sepanjang jalan pulang ia mengeluarkan air mata. Sampai di rumah, setelah mobil putih itu ia parkirkan ia pun segera berlari ke kamarnya, menguncikan pintu kamarnya dari dalam. Ia tidak mau diganggu. Ia tidak ingin diganggu siapa pun terma kedua orang tua yang sangat ia sayangi. Ibu dan ayahnya berkali-kali berusaha membujuknya, merayunya agar bersabar bahwa Ghazi akan menikahinya. Namun tiap kali ia mendengar nama Gazhi ia malah menangis sekuatnya.
Berminggu-minggu di kamar dan tidak pernah lagi keluar dari kamar, mandi pun tidak pernah, makan semaunya, tidur sengantuknya. Badannya yang dulu seberat tujuh puluh kilo gram kini hanya empat puluh tujuh kilo saja. Ia hanya menanti seorang Ghazi untuk menyembuhkannya kembali.
Teman-temannya menjenguk namun tidak ia beri masuk ke dalam kamar, dari pintu kamar teman-temannya mencoba sesekali berbohong bahwa mereka membawa Ghazi, tapi Najwa Detektif sudah kenyang dengan omong kosong. Ia tidak mau lagi dibohongi. Maka teman-temannya berniat mencari Ghazi di tanah ia merantau. Mereka tidak mencari Firman terlebih dahulu, karena kejadian misterius hilangnya Firman hanya bisa dipecahkan oleh Najwa Detektif.