Sore itu, Tauke Firman dan seluruh anak buah Tauke yang jumlahnya kurang lima lagi agar lengkap seratus, Tauke mengadakan kenduri besar-besaran atas penyerahan kunci mobil baru pada Firman sebagai ganti sebab ulah anak buah Tauke yang menggagalkan bulan madu pengantin baru waktu itu.
Acara kenduri ini dihadiri oleh para ustadz dan anak pesantren serta anak panti asuhan. Dua puluh lima dari santri putra yang pesantren dan dua puluh lima lainnya anak putra panti asuhan. Satu ustadz khusus penceramah, satu khusus doa dan satu khusus baac Al-Quran.
Acaranya berjalan lancar, tamu undangan diantar kembali oleh para anak buah Tauke. Sore itu juga Firman kembali menyetir dan mencoba mobil barunya di halaman komplek rumah Tauke yang sebagiannya diaspal.
Malam harinya, Firman menyampaikan maksudnya kepada Tauke untuk kembali ke rumah Dokter Nadia dengan tujuan meminta alamat data lengkap dirinya. Firman yakin sekali bahwa identitas tentangnya ada pada Dokter Nadia. Ingatan Firman menurun lagi satu persen, sehingga hal-hal kecil pun ia lupa-lupa ingat termasuk alamat rumahnya. Maka dari itu ia ingin sekali pergi ke Dokter Nadia untuk mendapatkan alamat rumahnya. Tauke tidak setuju, Tauke melarang Firman pergi ke sana lagi dan Tauke juga tidak mau kalau Firman sampai mengajak dirinya.
“Alamat atau nama desa apa yang paling kamu ingat Firman?” Tauke menyelidiki dan punya banyak cara agar Firman tidak ke rumah Dokter Nadia lagi.
“Tidak ada, Tauke.” Firman pasrah.
“Coba dulu diingat-ingat.” Tauke berdiri dan membuang pandangannya ke luar jendela, di luar sana Botak melambaikan tangan padanya dan ia segera membalasnya. Firman mencoba mengingat dan yang ia ingat adalah nama kampusnya dulu.
“Awamaliaa University, Tauke?”