Dua hari berikutnya, Tauke pun bertamu ke rumah Firman. Seperti biasanya, kalau saja Tauke berpergian jauh dan bertamu, ia tidak lupa membawa oleh-oleh yang banyak.
Walaupun oleh-oleh tersebut hanya buah-buahan dan kue-kue, tuan rumah tidak pernah berkata bosan atas oleh-olehnya itu. Firman? Tidak pernah berbisik pada siapa-siapa bahwa ia sudah bosan dengan oleh-oleh yang Tauke bawakan, sebab terhitung sejak ia sebagai pasien di Rumah Sakit di Kampung Arab dulu.
Tauke akan menunda keberangkatannya kalau saja anak buahnya belum menyiapkan oleh-oleh. Maka dua hari sebelum berangkat, Tauke sudah berkata pada Botak dan Botak segera belanja untuk oleh-oleh.
Kali ini Tauke tidak membawa rombongan, hanya satu mobil saja, berdua dengan Botak.
Lebih enam jam perjalanan, Botak dan Tauke hanya berhenti di pertengahan jalan, di warung nasi yang buka dua puluh empat jam. Setelah makan, mereka pun melanjutkan rute menuju rumah Marwa. Sampai hari ini Firman masih tinggal di rumah mertuanya. Ingin ia kembali ke kampung halaman membawa istrinya, tapi ibunya Marwa belum siap berpisah lama dengan putri satu-satunya.
"Dulu ibu pingin sekali punya anak dua, satu laki-laki dan satu perempuan. Tapi ayah Marwa tidak mau. Dia pinginnya satu saja. Ketika kutanya kenapa? Ia menjawab nanti akan aku tahu sendiri jawabannya. Dan alhamdulillah sekarang ibu sudah tahu, sekarang ibu sudah punya anak laki-laki." penjelasan ibu Marwa pada Firman dan Marwa di suatu sore di depan rumah.
"Siapa anak laki-laki itu, Ma?" tanya Firman penasaran, ia sendiri tidak pernah melihat bahwa Marwa punya saudara laki-laki.
"Kamulah orangnya, Nak. Sekarang kamu kan sudah jadi anak, Mama." Ibu Marwa senang sekali mengatakan itu. Marwa senyum, lalu tawa. Ibunya mencubitnya tapi ia tetap tertawa melihat suaminya yang mukanya terlihat kaget. Karena tidak mau berhenti tawa, Firman pun mendekat ke Marwa lalu ikutan mencubit Marwa.
Tauke pun sampai pada waktu pagi di kampung S3, Sama-sama suka. Tauke memencet bel, ibu Marwa yang sedang menyiapkan sarapan di dapur bergegas ke pintu depan.
"Assalamu'laikum..." sapa Tauke dengan penuh takzim.
"Wa'alaikum salam..." sahut ibu Marwa yang sedikit heran ada tamu sepagi ini dan ia kenal dengan suara tamunya itu. Ibu Marwa mempersilakan tamunya masuk, lalu ia naik ke lantai dua untuk memberitahu Firman.
Firman masih rebahan di tempat tidur. Marwa sedang membaca al-Qruan. Begitu pintu kamar diketuk, Firman segera bangkit dan mengambil buku, pura-pura baca buku. Ia malu kalau mertuanya salah sangka bahwa ia belum bangun tidur, menemukan dirinya yang sedang berbaring, takut diduga belum shalat subuh. Marwa sendiri tertawa melihat tingkah suaminya. Marwa membukakan pintu.
"Bilang ke Firman, ada tamu di bawah."
"Siapa, Ma?"
"Tauke?"
"Ha, Tauke? Ya, Mamaku sayang."
Lalu ibunya kembali ke lantai satu dan menyiapkan sarapan pagi. Supir Marwa sudah jarang di rumah karena kemana-mana Marwa sudah disupiri suaminya sendiri. Kalau saja istri supirnya tidak bekerja sebagai pembantu di rumah Marwa, maka sudah lama mereka pindah. Minggu ini mereka sedang berlibur.
"Haha, bang-bang, langsung pura-pura baca buku."
"Hehhe, ya, malulah kalau kedapatan sedang tidur."
"Makanya setelah subuh itu jangan tidur lagi. Ngaji kek!"
"Kan abang udah ngaji tadi, Dek?"
"Oh iya, nah makanya setelah ngaji jangan rebahan lagi. Lari pagi kek!"
"Abang nunggu kamu selesai ngaji, barulah kita lari pagi."
"Tapi hari ini ada tamu kita, Bang."
"Siapa, Dek?"
"Tauke."