Kamukah Jodohku?

Daud Farma
Chapter #40

Tiba Masanya

Firman dan Marwa hendak pergi ke rumah Najwa Detektif, Tauke belum boleh ikut. Sebab panggilan putus tadi malam adalah tanda yang membingungkan. Apakah Najwa Detektif terlalu senang sehingga tak kuasa membiarkan telepon terus aktif? Atau karena kaget lantas marah dan tak mau dihubungi lagi? 

Baru saja Firman dan Marwa sampai di lantai satu, ibu Marwa memberikan sepucuk surat kepada Marwa. Sudah jarang ada yang mengirimi surat di zaman yang serba modern dan canggih ini. Tapi pagi ini Marwa benar-benar mendapat kiriman surat dan surat itu ditujukan untuknya. 

"Dear... Marwa, kalau memang serius Tauke mau melamarku. Lalu kenapa ditunda-tunda lagi? Kuharap bisa sesegera mungkin!

Sahabatmu, Najwa yang malang."

Marwa belum percaya surat itu dari Najwa Detektif. Ia telepon Najwa Detektif tapi tidak aktif. Firman bergegas naik ke lantai dua, ia ingin menyampaikan surat Najwa Detektif pada Tauke. Bukan main senangnya Tauke membaca isi surat Najwa Detektif. 

"Bagaimana, Tauke? Kita datang untuk melamarnya hari ini?" Firman bertanya dengan memasang wajah gembiranya.

"Ya, Tauke hari ini saja. Lebih cepat lebih baik. Jangan ditunda-tunda, nanti ia berubah pikiran." Masukan cemerlang dari Botak.

"Botak, siapkan oleh-oleh yang banyak!"

"Siap, Tauke!"

Tauke mandi pagi. Sementara Botak harus belanja banyak macam ditemani oleh Firman dan Marwa. Toko buahan tidak terlalu jauh dari rumah Marwa, hanya lima belas menit saja dengan berjalan kaki. Tapi karena belanja banyak, Botak membawa mobil. Firman dan Marwa duduk di kursi belakang. Setelah dua kali diarahkan Firman, Botak berhenti dan memarkirkan mobil di tempat parkir lalu ia pun bergabung dengan Firman dan Marwa. Seperti biasa, banyak macam buahan yang dibeli untuk oleh-oleh. Semua buah persatu kilo kecuali buah langsat yang tiga kilo, kesukaan Najwa Detektif, Marwa yang tahu kesukaan Najwa Detektif ketika tiap kali ia menjenguk waktu Najwa Detektif sakit beberapa bulan yang lalu. Tiap kali pembantu Najwa Detektif belanja ke pasar, ia membawa buah langsat untuk Najwa Detektif. 

"Bagaimana sudah cukup belum?" tanya Botak pada Marwa.

"Bukan cukup, tapi ini sudah kebanyakan!"

"Ini perintah Tauke. Kita hanya bisa menurut."

Setelah semuanya selesai, mereka pun bergegas ke kasir. Belum sampai di kasir, Marwa ngidam buah mangga. Terpaksa Firman kembali ke tempat buah mangga disusun. Kira-kira sudah sampai satu kilo gram, Firman menyerahkannya ke kasir. Total semuanya lima ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah, untuk oleh-oleh ke rumah Najwa Detektif. Sedangkan mangga satu kilo Marwa, dibayar oleh Firman sendiri. Botak membayarkannya dengan uang Tauke, tetapi Firman menggantinya. Sejak Marwa hamil, segela kemauan makanan Marwa, Firman berusaha memakai duitnya sendiri. Begitu mereka sampai di rumah, Tauke dan kedua orangtua Firman sudah duduk di ruang tamu di lantai satu. Semuanya siap berangkat ke rumah Najwa Detektif.

Tauke dan Botak satu mobil. Firman dan Marwa beserta kedua orangtua juga satu mobil, masing-masing bagasi mobil berisi ranjang buah-buahan.

Tak sampai setengah jam perjalanan, mereka sudah tiba di depan rumah Najwa Detektif. Mobil diparkirkan. Marwa memencet bel, pintu dibuka oleh ibu Najwa Detektif. Semuanya dipersilakan duduk di ruang tamu. 

"Najwa mana, Tante?" tanya Marwa.

"Ada di dalam. Ayo kamu saja yang jemput. Bawa keluar." Marwa masuk ke kamar Najwa Detektif. Bukan main senangnya Marwa melihat sahabatnya Najwa Detektif yang sudah berhias, cantik dengan pakaian yang rapi dan masih baru.

Marwa dan Najwa Detektif keluar dari dalam kamar. Semua mata melihat ke arah mereka kecuali Tauke. Tauke masih menatap meja, belum ada keberaniannya menatap Najwa Detektif.

Najwa Detektfi duduk di samping ibunya, berdekatan dengan Marwa. Bapak Marwa sebagai juru bicara membuka keheningan. Bapak Marwa memulai dengan muqadimah, puji syukur pada Allah, bershalawat atas Rasulullah, lalu menyampaikan maksud kedatangan rombongannya. Setelah itu, Firman pun menceritakan biografi Tauke. Tauke orang kaya yang dermawan, saleh, shalat tak pernah tinggal dan sudah pernah menikah alias berstatus duda. Ketika Firman berkata duda, Tauke tak dapat lagi membuang pandangannya, ia hanya menunduk malu, semua mata melihat ke arahnya. Dan Ternyata Najwa Detektif telah mempresentasikan terlebih dahulu tentang Tauke pada kedua orang tuanya sejak ia dapat telepon dari Marwa. Kalau Najwa Detektif yang menjelaskan, sudah barang pasti kedua orang tuanya tersihir dan menerima, langsung setuju. Hal ini pun membuat semua hadirin sedikit takjub bahwa kedua orangtua Marwa tak banyak syarat, langsung saja menerima Tauke jadi suami putrinya Najwa Detektif. Itulah sebabnya panggilan langsung terputus tadi malam, sebab tengah malam itu juga Najwa Detektif membangunkan kedua orang tuanya dengan kabar bahagia. Sambil ngantuk-ngantuk ayah dan ibunya mendengar ceritanya tentang Tauke. Putri satu-satunya memang penuh kasih sayang, segala sesuatu jadi istimewa.

Di ujung pertemuan, Najwa Detektif pun berdiri dari tempat duduknya. Ia mengucap salam lalu ia pun mengatakan maksudnya.

"Aku mau pestanya seminggu lagi setelah hari ini." semua mata menatapnya. Tatapan Tauke paling tajam, akhirnya Tauke pun berdiri dan bersuara.

"Baiklah. Aku menyanggupi. Tapi pestanya di Markas Sawit Takkan Aku Ulangi Lagi."

 Najwa Detektif setuju, kedua orang tuanya hanya bisa ngikut. Marwa dan Firman tampak bahagia. Ayah dan ibu mereka tersenyum manis. Botak? Sejak Najwa Detektif menerima lamaran Tauke tadi, air matanya berkaca-kaca, hingga jatuhlah air mata bahagianya. Apalagi pesta pernikahan Tauke di Markas Sawit Takkan Aku Ulangi Lagi, pastilah sangat meriah, Botak sudah menggambarkannya dalam benaknya.

Setelah makan siang, rombongan peminang pun pamit. Ayah, ibu dan Najwa Detektif ikut mengantar ke depan.

"Sampai ketemu seminggu lagi ya, Say?!" Marwa melambaikan tangan.

"Ya Say, makasih banyak ya, Say?!" Najwa Detektif mengecup telapak tangannya sendiri dan membalas lambaian pada Marwa. Semuanya telah masuk ke dalam mobil kecuali Tauke. Ia belum masuk karena rombongan belum ada yang mengucapkan salam.

"Assalamu'alaikum.." sapa Tauke.

"Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.." jawab pemilik rumah serentak dan takjub pada Tauke. Ayah dan Ibu Najwa Detektif tampak senang sekali. Ternyata hasil presentasi anaknya tadi malam sudah terbukti bahwa Tauke memang orang baik.

"Tidak papa duda, Nak. Ibu mau dia jadi suamimu. Dia orang baik! Taat beragama!"

Sampai di rumah, ayah dan ibu Marwa, Firman dan Marwa berkemas. Mereka ikut dengan Tauke, tinggal di rumah Tauke. Tauke juga menyuruh Marwa mengabari Retno dan Ratna, Gunawan dan Meera juga Ghazi dan Siska. Semuanya ditelpon oleh Marwa. 

"Kita semua ke rumah Tauke. Jadi tamu istimewa selama satu minggu untuk acara pernikahan Tauke seminggu lagi dengan shabat kita Najwa!" Semua yang ia telepon, Marwa mengatakan kata yang sama dan tak ada yang bertanya kecuali Ghazi. Ia belum yakin Najwa Detektif bisa berjodoh dengan Tauke. Firman dan Marwa membawa pakaian satu koper begitu pun kedua orang tunya. Hanya dua jam berkemas-kemas, setelah shalat ashar semuanya pergi menuju Markas Sawit Takkan Aku Ulangi Lagi. Sangkinkan bahagianya, kali ini Tauke yang jadi supir. Botak? Duduk manis di belakang. Tadi Ketika masih di rumah Marwa, Botak meminta buku tulis yang masih kosong dan satu pena baru pada Marwa dan Marwa memberikan buku tulisnya dan penanya yang belum ia pakai. Ada yang ingin Botak tulis untuk ia persembahkan di acara pernikahan bosnya. Perjalanan enam jam pun ditempuh dengan suasana hati yang bahagia, bahagianya calon pengantin.

"Pak Rektor sudah kamu kabari, Dek?"

"Oh ya, aku lupa, Bang."

"Kabari dong. Suruh datang juga. Sebagai tamu istimewa untuk satu minggu."

Marwa pun segera menelepon Pak Rektor dan menyampaikan hal yang sama. Nun jauh di sana, Pak Rektor amat senang sekali menerima undangan sebagai tamu istimewa. Apalagi ketika ia tahu bahwa calon istri Tauke adalah Najwa Detektif yang salah satu alumnus Awamalia.

Pak Rektor Awamaalia University pun berkemas. Kali ini Pak Rektor juga membawa sang istri, sebab ini adalah perjalan jauh dan untuk satu minggu. Tak sampai hati meninggalakn istri walau hanya satu minggu.

Ratna mengunci semua jendela. Tabung gas di dapur ia periksa, mesin air, dan lampu kamar mandi, semuanya ia periksa dan sudah ia matikan. Retno segera mengunci pintu lalu menarik koper dan meletakkannya di bagasi. Ratna turun lagi dari mobil dan meminta kunci pada suaminya.

"Apa lagi, Dek?"

"Al-Quran-ku ketinggalan, Sayang."

"Ada Al-Quran di dalam mobil."

"Aku tidak biasa mengahfal dengan memakai Al-Quran itu. Bentar aku ambil dulu ya, Sayangku?"

"Ya, Sayangku, Abang tunggu!"

Tak sampai dua menit Ratna keluar dari dalam dan mengunci pintu lalu masuk ke dalam mobil. Retno pun mulai memutat stir dan tancap gas.

Gunawan dan Meera sudah lumayan jauh meninggalkan rumah. Tadi Meera minta berhenti di tengah jalan, Meera ngidam sate kambing. Sepuluh tusuk ia habiskan sendirinya. Gunawan yang tidak ngidam, habis lima belas tusuk. Setelah selesai makan sate mereka pun melanjutkan perjalanan.

Ghazi dan Siska, masih berkemas-kemas. Agak berat Gahzi berangkat, tapi karena dipaksa Siska akhirnya ia berangkat juga. Ghazi tidak bisa bawa mobil, terpkasalah Siska yang mengemudi. Sudah belajar tapi Ghazi belum bisa juga. Jangankan mobil, motor saja pun Ghazi tak punya. Sampai saat ini ia menumpang mobil istrinya. Pakaian yang masuk koper pun kebanyakan pakaiannya Siska. Ghazi hanya punya dua kemeja, dua celana dan satu kain sarung. Siska tak bisa baca buku karena ia harus fokus menyetir.

Sudah lebih setengah perjalanan, Tauke merasa lelah mengemudi lalu minta gantian dengan Botak. Botak sendiri sudah selesai menuliskan sesuatu yang ingin ia tuliskan, Tauke tidak tahu akan hal itu. Mobil dihentikan dan Tauke turun dan duduk di kursi belakang. Tulisan yang Botak tulis tadi sudah ia sobek dan ia lipat lalu ia masukkan ke dalam kantong jasnya. Tauke menemukan buku tulis dan pena di samping ia duduk. Sangkingkan bahagianya ia bahwa tak lama lagi akan jadi pengantin, Tauke tidak bisa tidur. Rasa ngantuk tidak lagi menghampiri matanya. Tauke pun menuliskan surat undangan untuk Dokter Nadia. Tauke menuliskan dengan perasaannya. Siapa pun yang membaca dan mendengar surat yang ia tulis, lucu-lucu sedih dan Manek’i alias ngeselin mendengarnya bahkan mungkin bikin geram Dokter Nadia. Tidaklah lama Tauke menuliskan surat tersebut, hanya sepuluh menit saja.

Sesampainya di rumah, Tauke langsung memberikan tempat khusus untuk tamu istimewanya, kedua orangtua Firman dan Marwa dan juga Firman dan Marwa yaitu di rumah Tauke yang cukup besar yang memiliki banyak kamar, lebih sepuluh kamar. Kamar-kamar itu adalah jika ada teman bisnisnya yang datang dari jauh, maka mereka boleh menginap. Karena akan banyak tamu istimewa yang dari jauh berdatangan, terpaksa Botak pindah ke gedung sebelah, bergabung dengan teman-teman lainnya. Kamar ayah dan ibu Firman dan Marwa bersampingan dengan kamar Firman dan Marwa, yang menghadap ke kolam renang. Tauke membuat peraturan pada para anak buahnya, pada para pekerjanya bahwa tidak ada yang menggunakan kolam renang sampai nanti ia menikah dengan Najwa Detektif, khusus untuk tamu istimewa saja.

***

Hari pertama untuk satu minggu, semua tamu yang diundang Marwa sampai di pagi harinya. Perjalanan jauh cukup membuat mereka keletihan. Anak buah Tauke libur bekerja untuk satu minggu, semuanya jadi panitia pernikahan Tauke. Semuanya sibuk, tidak ada yang berani beristirahat sebelum pada waktunya. Semua penjual yang berdatangan dari berbagai desa untuk menjual sawit ke markas sawit Tauke, ditunda dulu karena pernikahan Tauke. Tumpukkan-tumpakkan Sawit yang sangat banyak dan menggunug itu ditututp dengan terpal.

Kamar Gunawan dan Meera berdampingan dengan kamar Firman dan Marwa. Kamar Retno dan Ratna bersebelahan dengan kamarnya Ghazi dan Siska. Kamar Pak Rektor dan istri berdekatan dengan kamar Tauke, yaitu kamar yang ditempati Botak dulunya. Dan dua kamar yang tidak berdekatan dengan kamar lainnya, agak tunggal di sisi sebelan utara, kamar khusus untuk calon mertua Tauke dan satunya lagi khusus untuk Tauke dan Najwa Detektif. Karena penghuni rumah makin banyak, Tauke menyuruh Botak mengumumkan peraturan baru bahwa para ibu-ibu tidak boleh mandi di kolam renang, hanya bapak-bapak saja. Yang ibu-ibu menggunakan kamar mandi. Kamar mandi untuk perempuan ada di pojok kiri, tiga kamar mandi saja. Dan kamar mandi untuk laki-laki ada di sisi sebelah kanan, yang juga tiga kamar mandi dan hanya dua kamar mandi untuk tamu, satunya lagi khusus untuk kamar mandi pengantin. Namun, karena calon pengantinnya belum ada ikatan halal, maka kamar mandi tersebut boleh digunakan oleh tamu laki-laki. Tinggal di rumah Tauke tak jauh bedanya tinggal di hotel. Apa saja yang mereka inginkan semuanya dipenuhi anak buah Tauke. Masing-masing kamar disediakan telepon khusus untuk menelpon ke dapur dan kantin. Makan bersama setiap waktu makan di atas karpet tebal yang berbulu lembut, sebab meja makan Tauke tidak cukup besar. Semuanya duduk di bawah, meja makan dimasukan ke dalam gudang. Setiap kali hendak makan, Tauke selalu menyuruh Firman memimpin baca doa makan. Walaupun rumah sendiri, Tauke tidaklah membuat dirinya berbeda dengan tamu. Ia bergabung dengan para tamu istimewanya, walaupun terhitung hanya dengan Firman saja ia kenal dan dekat, tapi wajah-wajah yang lain yang juga pernah ia lihat tidak jadi asing di matanya. Semuanya terasa akrab seakrab dirinya dengan Firman. Rasa sayang Tauke pada Firman lah yang membuat semuanya bisa bergabung dengan Tauke. Firman sudah ia anggap seperti anak kandungnya. Hari pertama untuk satu minggu ialah menata rapi dan membersihkan semuanya. Yang membersihkan? Para panitia tentunya. Tamu undangan? Membantu seadanya, khusus di dalam rumah saja dan hal lain yang perlu mereka bantu.

***

Hari kedua, Tauke menyuruh Botak untuk memberikan surat undangan pribadinya pada Dokter Nadia.

"Dengan senang hati, Tauke." sahutnya penuh semangat! Lalu ia pun bergegas menuju Kampung Kekucakeme. Di tengah jalan, Botak membuka surat undangan tersebut, ia baca isinya, bukan main senangnya Botak, dan setelah ia baca lalu Botak menulis surat undangan yang baru, yang isinya singkat dan padat.

"Dear, dinda, Dokter Nadia, sudi kiranya menghadiri pernikahan Kanda pada hari jumat nanti, sekarang masih hari minggu Dinda, datang ya dinda, Dokter Nadia?"

Kemudian ia lipat serapi lipatan tulisan yang ia tulis dua hari kemarin saat pulang dari rumah Marwa. Sampai di halaman rumah Dokter Nadia, Botak turun dari dalam mobil dan mendekat ke pintu. Mendengar suara bel berbunyi lebih tiga kali, Dokter Nadia turun dengan mengenakan kaus lengan panjang bewarna merah dan jilbab pink. Dokter Nadia tersenyum melihat Botak.

"Sendirian? Ayo masuk dulu."

"Tak usah, Dokter, saya cuma sebentar dan harus segera kembali. Ada yang harus saya kerjakan lagi."

"Owh begitu. Btw ada apa gerangan ini?"

"Ini surat dari Tauke, Dokter!"

Dokter Nadia menerima surat tersebut dengan penuh tanya: "surat apa lagi yang ditulis, Tauke???"

Setelah salam, Botak pamit meninggalkan Kampung KeKucaKeme. Sampai di kamarnya, Dokter Nadia segera membuka dan membaca surat tersebut, bukan main senangnya ia. Langsung saja Dokter Nadia menelepon Tauke untuk mengatakan bahwa ia akan datang. Tapi nomor Tauke tidak dapat dihubungi, tidak aktif. Tauke tak mau digangggu dan menerima panggilan dari siapa pun. Telepon dari para pembisnis lainnya diurus oleh Botak. Tauke hanya menerima panggilan dari Najwa Detektif. Sengaja ia beli handpohne baru dan kartu baru, Tauke sendiri yang pertama kali menelpon Najwa Detektif, untuk mengabari bahwa nomor barunya khusus untuk menelpon dan menerima panggilan dari Najwa Detektif, calon istri tercinta. 

Sesampainya di rumah, Botak segera melapor bahwa surat Tauke sudah ia berikan pada Dokter Nadia.

"Bravo, Botak, bravo!"

"Syukron very much, Tauke!"

"Your welcome, Botak!" Botak menyimpan surat pribadi Tauke tadi di tempat ia menyimpan tulisaan yang ia tulis dua hari yang lalu. Terkadang senyum-senyum dan nyengir Botak mengingat sebagian isi surat undangan pribadi Tauke pada Dokter Nadia itu.

Lalu Botak pun menyebar undangan ke panti asuhan dan anak pesantren. Tim kasyidah dan shalawat akan dibwakan oleh anak pesantren yang santriwati, dan para anak-anak dari panti asuhan cukup untuk hadir saja. Lalu Botak pun mengundang ustadz yang khusus jadi khutbah nikah.

***

Dua hari sebelum hari-H, perhiasan dan perlengkapan. Botak sebagai ketua panitia pelaksana resepsi pernikahan Tauke, Botak mendatangkan lima kameraman. Satu kamera untuk dari depan panggung romansa, satu kamera sisi kanan dan satu kamera untuk sisi kiri, satu kamera dari belakang panggung dan satu kamera drone khusus dari ketinggian, menangkap seluruh lokasi markas sawit Takkan Aku Ulangi Lagi. Dua hari sebelum hari-H, semua perlengkapan sudah datang, kamera sudah siap shooting, gaun pengantin sudah disewa. Tadi begitu gaunnya datang, Tauke langsung mencobanya lagi, aih terlihat ganteng betul Tauke dengan corak warna dan motifnya itu. Katering nasi kotak sudah dipesan untuk seribu lima lima ratus porsi, walaupun tamu undangan tak sebanyak itu, maka nasi kotak yang tak habis akan dibawa pulang oleh anak pesantren dan anak-anak dari panti asuhan. Tenda sudah dipasang melebar dan memanjang, hampir menutup semua halaman rumah Tauke. Panggungnya tepat berdiri di depan rumah Tauke. Sound syistem sengaja disewa yang berkualitas, suarannya bisa bikin tuli kalau sampai ada panitia yang nekad menumpukan gendang telinganya ke speaker. Sound-sound system besar berdiri di dekat gerbang, di tengah penonton dan kiri kanan panggung. 

Dekorasi ucapan selamat dari berbagai teman bisnis terpampang rapi di depan gerbang rumah. Barulah sebagian anak buahnya tahu nama Tauke, sebelumnya hanya Botak yang tahu nama asli Tauke. Firman pun tidak tahu apalagi teman-temannya. Padahal dulu waktu ia amnesia Tauke sudah pernah memperkenalkan dirinya. Ternyata nama Tauke sangatlah bagus, tapi ia lebih senang dipanggil Tauke sebab ia memang Tauke, Tauke besar sawit dan punya kebun sawit yang sangat luas, dia juga investor di berbagai bisnis lainnya. Semua penduduk setempat menjualkan sawitnya ke Tauke lalu Tauke menjualkannya secara kolektif yang sangat banyak ke Kampung Arab naik Kapal.

"Najwa dan Randa" Friman dan istrinya membaca tulisan ucapan selamat yang terpampang rapi di depan gerbang.

"Owh, nama Tauke aslinya Randa ya, Bang?"

"Abang pun baru tahu, Dek!" 

Lalu Marwa dan Firman membaca tulisan yang lain, di sana tertulis nama lengkap Tauke : Randarmanto Pinim.

"Widih, bagus juganya nama Tauke, Bang. Tapi kenapa malah dipanggil, Tauke? Kenapa tidak Randa atau Arman?"

"Abang pun tak tahu kenapa?" jawab Firman sambil geleng-geleng.

Sedang asyik dan santainya Retno dan Ratna duduk berdua di atas kursi menatap panggung pengantin sahabatnya, Retno dan Ratna mengenang kembali waktu-waktu pesta pernikahannya setahun silam. Botak mendekat ke Retno dan Ratna.

"Assalamua'laikum.."

"Walaikumsalam..."

"Boleh saya duduk di sini?" Botak menunjuk kursi kosong dekat Retno.

"Boleh-boleh." Sahut Retno.

"Maaf nih, langsung saja. Karena saya juga mau buru-buru."

"Ada apa?" Retno tak sabar, penasran.

"Kalian berdua jadi MC ya?"

"Pembawa Acara pernikahn Tauke untuk lusa?"

"Iya benar."

 Retno menatap Ratna, Ratna tampak kaget mendengarnya.

"Boleh-boleh. Dengan senang hati!" sahut Retno. Ratna membisu, tubuhnya gemetar, ia membayangkan betapa banyakanya orang yang hadir pada lusa nanti. Tapi suaminya sudah menyetujui, Ratna mengeluarkan Al-Quran dari dalam tas kecilnya, lalu ia pun mencoba menenangkan diri dengan membaca Al-Quran.

"Dik..," Retno menepuk pundak Ratna. Ratna menghentikan bacaannya, menutup Al-Quran.

"Ayo kita latihan. Teksnya sudah ada nih dari Botak." Ratna tak menyahut. Ia membayangkan betapa banyaknya tamu undangan yang akan hadir, belum pernah ia tampil di depan orang banyak, apalagi jadi pembawa acara besar? Tidak pernah sama sekali!

"Aku nggak bisa sayangku!"

"Aku ajari sayangku!"

"Emang gampang? Langsung bisa dalam dua hari?"

"Ya gampang kok, tinggal dibaca saja. Dua hari sudah cukup banyak waktunya sayangku. Sehari saja langsung bisa!"

"Serius, Sayangku?"

"Serius, Dindaku, Ratnaku, cantikku, manisku, belahan jiwa..."

"Stop, Sayangku! Ayo kita latihan sekarang!"

Ratna menarik tangan Retno ke kebun Sawit, keluar dari gerbang. Retno dan Ratna latihan jadi pembawa acara di balik pohon-pohon sawit hingga tak ada orang yang melihat mereka. Panitia alias para anakbuah Tauke, para pekerja Tauke, membuat kreatif baru. Mereka mengecet buah sawit yang masih muda-muda, mereka kumpulkan buah sawit sampai tiga karung yang cukup besar. Lalu mereka cat dengan warna-warni. Lalu mereka jemur. Setelah semua catnya benar-benar kering, mereka dekorasi jadi sebuah tulisan. Ada yang mereka tempel di triplek dengan bacaan: SELAMAT JADI PENGANTIN BARU TAUKE!

"TAUKE ORANG BAIK! TAKKAN KECEWA NAJWA MENDAPATKANNYA!"

"TAUKE DAN NAJWA PASANGAN PENGANTIN YANG SERASI!"

Semua tulisan, dibawahnya tertulis dengan kecil: panitia penyelenggara acara! Mereka tulis dengan spidol warna merah. Bukan main senangnya Tauke membaca tulisan dari buah sawit itu. Tentu itu adalah ulah anak buahnya. Baru kali ini ia melihat tulisan dari buah sawit yang berwarna-warni, unik dan indah sekali. 

Botak juga mengundang tim tarian. Sebab nanti akan ada penampilan tari. Botak mengundang: Tari Saman dan Tari Bekhu Dihe. Mereka pun menyanggupi untuk datang pada hari-H. 

"Datang satu hari sebelum hari-H saja. Supaya kalian bisa coba naik panggung." usul Botak.

"Nanti kami dapat makan nggak?" tanya salah seorang perempuan dari tim penari.

"Soal makan jangan khawatir, jangankan makan, tempat nginap pun tersedia untuk kalian!"

"Tapi tersedia khusus perempuan kan, Bang?"

"Ya pastilah. Adek-adek akan kami pisah dengan Tari Saman tentunya." sahut Botak tegas, kemudian ia pun pamit pulang.

Hari ini Botak benar-benar sibuk dan padat, lelah dan lesu. Untung saja ia ditemani oleh bawahannya dua orang, sehingga ia bisa gantian jadi supir. Botak dan panitia lainnya pulang ke markas sawit Takkan Aku Ulangi Lagi pada pukul dua belas malam. Botak mengempaskan badannya di atas kasur, lelah sungguh sangat lelah seharian penuh sibuk kesana-kemari demi kebahagiaan bos tercinta. 

***

Satu hari sebelum hari-H. Tim penari Bekhu Dihe pun datang, semuanya perempuan, masih gadis-gadis, masih kuliah, cantik-cantik, imut-imut, asli putri daerah Kuta Cane. Mereka semuanya membawa ransel, membawa pakaian ganti baju tari khusus adat Alas kuta Cane. Makin terlihat cantik mereka mengenakan kostum tersebut, Botak tak berkedip menatap tim penari Bekhu Dihe itu. Mereka pun naik ke atas panggung, mereka ingin mencoba di atas panggung yang sudah siap pakai. Musik mp3 dilantunkan lewat sound syistem. Beberapa menit kemudian dating Tim Tari Saman, ganteng-ganteng. Mereka juga disambut baik oleh Botak dan gentian naik panggung setelah Tari Bekhu Dihe. “Nanti urutan penampilannya Tari Bekhu DIhe dulu, baru setelah itu Tari Sama, mengerti kan?”

“Mengerti, Bang!” sahtu semuanya kompak. 

Meera dan Marwa, ketika mendengar suara musik tari Bekhu Dihe, Marwa dan Meera cepat-cepat keluar dari dalam rumah Tauke, berdiri, menonton dan memperhatikan, tidak asing di telinga mereka, gerakannya juga tidak asing di mata Marwa dan Meera. Marwa ingin membuat kejutan untuk suaminya Firman, begitu pun Meera.

Sedang sedap-sedapnya musik tarian Bekhu Dihe, Najwa Detektif dan kedua orang tuanya datang dengan satu mobil mahalnya. Setelah mobil diparkir, Najwa Detektif dan kedua orang tua disambut oleh teman-temannya, Siska yang pertama kali memeluknuya. Sudah tak tampak lagi muka sedih Najwa Detektif, sungguh ia hanya kesal pada Ghazi, bukan pada Siska.

"Selamat dating, Najwa." ucap Ghazi sambil tersenyum.

"Ya, Ghazi, makasih." sahut Najwa Detektif sekenanya. Meera, Marwa dan Ratna gantian memeluk calon pengantin baru. 

"Bahagianya aku, Say, akhirnya Kau nikah juga ya, Say." Ratna berkata sejujurnya.

"Makasih, Sayangku." jawab Najwa Detektif tersenyum.

"Gimana, udah pernah teleponan dengan, Tauke?" Marwa menyelidiki.

"Belum pernah." sahut Najwa Detektif sedikit malu, padahal pernah sekali. Marwa makin kagum pada Tauke, Tauke sama sekali tak mengganggu dengan banyak panggilan telepon kalau belum halal.

Najwa Detektif disatukan satu kamar dengan ayah dan ibunya. Najwa Detektif juga sudah melihat kamar pengantinnya di samping kamar yang sekarang ia huni. Senang sekali ia melihat kerapian, keindahan dan suasananya yang menawan dan menggoda itu. 

Lihat selengkapnya