Satu Minggu setelah wafatnya Dokter Nadia, Tauke menelpon Firman.
"Firman, kemana dulu tujuan kalian waktu kecelakaan itu?"
"Ke Kampung Firdaus, Tauke."
"Tempat macam apa di sana?"
"Pengantin baru biasanya berbulan madu di sana, Tauke."
"Baguskah di sana, Firman?"
"Bagus, Tauke! Saya dan Marwa ingin sekali pergi ke sana, tapi belum kesampaian, Tauke!"
"Ananda Marwa ada di sampingmu, Firman?"
"Ada Tauke. Tiap kali Tauke nelpon selalu ada dia."
"Aih, berikanlah dulu pada ananda Marwa." Firman segera memberikannya pada istrinya.
"Ada apa, Tauke?"
"Aih, suaramu kah itu ananada, Marwa?"
"Ya saya sendiri, Tauke."
"Kabari semua teman-teman yang mau ke Kampung Firdaus. Besok pagi kita berangkat ke sana. Bilang juga bahwa semua akomodasi saya yang tanggung. Cukup bawa badan dan pakaian saja!"
"Serius, Tauke?" tanya Marwa meyakinkan.
"Aih, kapan saya berbohong pada ananda, Marwa?"
"Belum pernah, Tauke."
"Berarti seriuslah kalau begitu!"
Firman ikut senang mendengarnya, akhirnya ia pergi juga ke Kampung Firdaus. Marwa langsung menelpon kawan-kawan satu-persatu. Ratna yang sudah mematikan lampu, mendapat telepon dari Marwa, tidak jadi tidur. Ratna segera berkemas-kemas, padahal berangkatnya besok pagi. Retno? Sudah lelap. Sengaja tidak dibangunkan Ratna, ia ingin memberikan kabar kejutan untuk suaminya. Kemudian Marwa pun menelpon Meera.
"Tapi aku udah pernah ke sana!" kata Meera dari kejauhan.
"Beda. Ini kebersamaan kita, Say. Harus ikut pokoknya!" Setelah telepon berakhir, Meera mengabari suaminya.
"Wah, baguslah kalau dapat tiket gratis. Ayo ikut!"
"Tapi kita kan udah pernah ke sana?"
"Lagilah, Dek. Katanya dulu pingin kesana lagi?"
"Iya sih, Bang, tapi..,"
"Ayolah, Dek."
"Oke te, Bang."
Kemudian Marwa menelepon Siska.
"Siapa?" tanya Ghazi.
"Humm nggak kalian simpan nomor suamiku ya?"
"Simpan kok."
"Lihatlah di layar siapa yang menelepon."