Jalan Mawar nomor dua. Alamat singkat itu Naya berikan kepada Bagas. Hatinya sungguh tak sabar menunggu lelaki itu untuk datang menjemputnya. Di samping lain, Naya merasa gugup sama seperti hari kemarin ketika dirinya bertatapan langsung dengan lelaki itu.
"Tenang, Nay. Tarik napas... Buang perlahan." Perintah Alisha via video call yang masih tersambung.
"Al. Ini kali pertama aku didatengin cowok ke rumah!" Ucap Naya sambil mencepol setengah rambutnya ke atas. Berbalut kaus pendek berwarna kuning dan skirt dibawah lutut, mula-mula Naya meletakkan benda tipisnya itu di meja rias. Sambil bercermin, ia seolah membiarkan Alisha melihat pemampilannya untuk hari ini. "Gimana, Al?" Tanyanya sembari menempelkan sebuah jepit kupu-kupu di atas poni gelombangnya itu.
"Cantik, Nay. Tinggal satu sentuhan terakhir."
"A-Apa?"
"Apa kamu lupa bahwa dulu aku pernah memberikanmu hadiah ulang tahun sepasang high heels putih yang belum pernah sama sekali kamu pakai? Apa alasan itu masih mendarah daging, Nay?"
Naya tertawa. "Sepertinya tidak untuk hari ini saja." Ungkapnya sambil merunduk ke bawah dan membuka nakas.
Naya memang tidak suka menggunakan high heels dengan alasan kaki akan lebih mudah pegal, tak merasa nyaman, bahkan kesakitan hingga menimbulkan lecet jika ia memakainya terlalu lama. Naya memang tipe gadis yang tak begitu memperdulikan penampilan. Kenyamanan, ialah salah satu kunci ketika ia memakai apa yang ia miliki di dalam lemari pakaiannya.
Setiap hari Naya hanya menggunakan jenis sepatu flat shoes berwarna pastel. Ketika Naya mulai menggunakan high heels pemberian Alisha, penampilannya yang biasa, hari ini nampak luar biasa. Sederhana, namun dapat memberikan daya tarik tersendiri. Alisha bahkan sampai tak mengenali sahabatnya itu.
Selang berapa lama, terdengar sebuah ketukan pintu memancing Naya untuk bergegas. "Al. Bagas kayaknya udah datang." Ucapnya sambil meraih sling bag berwarna merah muda dari atas ranjang tidurnya. "Aku pergi dulu ya, Al."
"Okay. Have a nice day, Nay! Kabari aku kalau terjadi sesuatu!"
Naya mengangguk menurut sambil tersenyum melambaikan tangan sebelum akhirnya keduanya mengakhiri perbincangan. Naya bergegas ke ruang tamu. Seperti kata Alisha, Naya menghela napas dalam-dalam, lalu dihembuskannya perlahan. Kemudian, ia meraih daun pintu dan membukanya lebar.
Bagas. Lelaki itu kini berdiri tegap di hadapan Naya. Tinggi badan Bagas melebihi tinggi tubuhnya sehingga ketika ia menatap lelaki itu wajah tirusnya sedikit terangkat. Dengan balutan jaket hoodie dan celana jeans pudar, Bagas nampak berbeda dari penampilannya di hari kemarin. Terlebih sepatu kanvas hitam yang dikenakannya, Bagas nampak kasual dengan bau parfum khas maskulin yang kali pertama masuk ke dalam ingatan Naya.
"Kita akan pergi kemana?" Tanya Naya memecah keheningan. Sementara, lelaki yang berada di hadapannya itu masih memandanginya lekat.
"Cantik." Gumam Bagas.