KANAYA

essa amalia khairina
Chapter #6

CEMAS MEMBAWA HARSA

Tepat pukul dua pagi dini hari. Bagas tiba-tiba terbangun dari tidurnya dengan keringat basah bercucuran. Beruntung ini hanya mimpi buruk–Batinnya. Ia kemudian menyalakan lampu kamar lalu meraih ponselnya dari atas meja samping tempat tidurnya.

Jemari Bagas cekatan membuka beranda WhatsApp Naya. Terakhir gadis itu membuka WhatsApp pukul sebelas lewat dua menit. Tepat ketika dirinya menyuruh Naya untuk segera beristirahat karena malam telah larut, ternyata gadis itu menurutinya. Bagas akhirnya mengurungkan niat untuk menelpon kekasihnya itu.

Bagas masih tak percaya meski itu semua hanyalah sebuah mimpi, tapi bagaimana pun mimpi yang ia alami tadi seolah nyata. Mula-mula, Naya berbalik dan berjalan menjauh dari mobilnya. Bola mata Bima tak lepas menjaga gerak Naya ketika tengah melangkah menuju rumahnya–Memastikan gadisnya itu baik-baik saja. Akan tetapi apa yang di pikirkannya tak sebanding dengan apa yang terjadi kemudian–Sebuah mobil besar melintas dengan cepat dan menabrak Naya sampai tubuh gadis itu terpental beberapa meter.

Jelas, apa yang Bagas mimpikan tadi seperti sebuah teror nyata yang benar-benar membuatnya kini merasa cemas dan tak tenang dengan keadaan gadis itu sekarang.


****


Naya bersiap untuk pergi bekerja. Alisha telah menelponnya untuk dirinya segera datang ke toko karena pesanan bunga hari ini cukup banyak. Merangkai satu buket bunga mungkin memakan waktu paling cepat lima belas menit, dikalikan dengan beberapa buket yang harus ia antar ke rumah pelanggan. Meski jaman sekarang serba digital dan serba mudah dengan mengandalkan jasa kurir ekspedisi, namun pengiriman tersebut hanya dilakukan untuk pemesanan tertentu semisal dari luar kota atau daerah yang cukup jauh dari jarak toko. 

Alisha telah merancang prosedur pembelian barang bagi yang pemesanan dekat maupun yang jauh atas gagasan Naya. Demi memuaskan pelanggan dan mempertahankan kualitas barang, tidak ada salahnya bagi Naya mengantarkan buket-buket bunga itu sendiri selagi jaraknya tak begitu jauh. Begitu alasan dirinya kepada Alisha supaya ia bisa berkeliling dengan sepedanya menikmati udara luar setiap hari. 

Naya telah berpenampilan rapi. Seperti biasa, rambutnya yang bergelombang panjang di cepol setengah ke atas sementara setengah rambutnya lagi dibiarkannya tergerai. Dengan balutan kaus pendek dan skirt sebatas lutut ialah penampilannya setiap hari, Naya selalu nampak cantik dan menyimpan daya tarik tersendiri dengan kesederhanaannya tanpa polesan Make-Up tipis pada wajah tirusnya itu.

Selepas Naya menggunakan sepasang pentopel berwarna hitam dan hendak berjalan keluar, seseorang mengetuk pintu dengan gusar. Naya tersentak dan langkahnya mendadak terhenti ditempatnya. Dari balik vitrase jendela kamar kos-nya, nampak siluet tegap membelakangi dengan gelagat yang tak biasa. Bagas-kah–Batinnya...

Naya meragu. Mungkinkah sosok itu Bagas? Jika pun benar, cara Bagas mengetuk pintu tidak seperti yang ia dengar sekarang. Detik berikutnya, Naya mendapatkan sebuah ide demi menjaga dirinya agar tetap selamat. Mula-mula, ia meraih gagang payung yang ia simpan di balik pintu sudut kamar kos-nya. Ayo Nay. Setelah kamu keluar nanti, kamu harus teriak keras. Sekencang-kencangnya harus sampai bisa terdengar oleh penghuni kost lainnya atau lebih bagus ibu kos juga. Naya mengangguk diri. Setelah mantap dan siap dengan rencananya, Naya mulai membuka pintunya melebar cepat...

"Naya....!!" Bagas berbalik kemudian memeluk Naya dengan sangat erat, nyaris membuat gadis itu sulit bernapas. 

"Ba-Bagas...!! Uhuk.... Uhuk...!!" 

Bagas melepaskan pelukan eratnya. "Maafkan aku, Nay."

"Bagas kamu bikin aku terkejut." Ucap Naya melega. "Aku sangka kamu rampok. Kamu buat aku ketakutan. Dari caramu mengetuk pintu, aku kira kamu...” Naya menggeleng. “Lagipula, kamu kemari gak biasanya datang pagi, ini kan jam kerja kamu." Cecar Naya.

"Aku hanya khawatir padamu."

Naya berkerut kening. Hari ini Bagas nampak aneh. Sementara, kalimat Bagas soal kekhawatirannya kepada Naya jelas karena mimpi semalam yang masih lekat dalam ingatan. Bahkan, ia terngiang-ngiang bagaimana suara hantaman itu menabrak Naya hingga terhempas jauh sampai akhirnya Naya.... 

"Tidak." Bagas bergumam sambil menggeleng sembunyi. "Naya... Hari ini aku antar kamu pergi ke toko, ya!" Pintanya. 

"Tumben. Biasanya kamu kan kalau pagi sel-"

"Kali ini tidak, Nay." Sela Bagas. "Aku akan selalu menyempatkan antar jemput kamu pulang kerja atau kemana pun kamu pergi, aku akan selalu jaga kamu."

Naya tertawa kecil sembari melipatkan kedua tangannya dibawah dada. "Bodyguard....?"

Lihat selengkapnya