KANAYA

essa amalia khairina
Chapter #9

JANGAN PAKSA AKU!

Empat Tahun Kemudian...

"Nayaaaaaa...!!" 

Naya terkejut dan menjerit, ia kemudian memukul keras tubuh bidang seorang lelaki bertubuh bidang dengan balutan kemeja biru itu. Seolah belum puas menumpahkan rasa keterkejutannya, Naya semakin menjadi. Naya menyiram segelas air yang ia gunakan untuk menyiram tanaman. Mereka tengah berada di luar toko. Naya tak peduli sebagian mata yang melintas, memandangi keributan mereka. 

"Au....!! Nay, ampun...!!" Rintih lelaki itu ketika Naya mencubit, mencabik hingga memukul lengan kokoh itu sekuat yang ia bisa. "Nay, sakit... Nay, au...!!! Nay, ampun!!" 

"Itu hukuman buat orang yang udah ngagetin aku!" Pekik Naya setengah membentak. 

Felix. Lelaki itu kemudian bergerak selangkah mundur. Basah pakaiannya dan rambut yang tertata rapi kini berantakan. "Nay, aku cuma bercanda!" Ucapnya sembari membenarkan batang kacamatanya. "Alisha, mana?" 

"Di dalem!" Jawab Naya ketus dan memalingkan wajah. Ia kembali sibuk menyiram tanaman. Sementara, Felix yang telah membuatnya kesal pagi-pagi sekali hanya menggeleng dan segera masuk ke dalam toko. 

Alisha. Wanita yang kebetulan baru saja keluar dari ruangannya, terkejut melihat kekasihnya basah kuyup bak anak ayam yang berhasil mengeluarkan dirinya dari dalam got. "Ya ampun!! Sayang, kamu kenapa?" 

"Aku di siram sama Naya." Jelas Felix sambil memandang Naya dari luar kaca jendela. Gadis itu melotot tajam menatapnya. 

"Di-di siram? Kok bisa?!" 

Felix terduduk di sofa, diikuti Alisha yang telah sigap memberikannya sebuah handuk kecil. "Ceritanya aku tadi cuma mau ngagetin Naya. Habisnya, dia serius banget nyiram taneman."

Alisha tertawa kecil sekaligus ikut kesal menatap kekasihnya. "Sayang, aku udah berapa kali bilang sama kamu kalau Naya itu orangnya kagetan."

"Okay, Fine. Aku tahu Naya cewek kagetan. Tapi menurutku, kagetnya itu hampir mau mangsa orang tahu, gak!" 

Alisha memposisikan duduknya lebih nyaman. Memancing, lelaki itu mulai mengunci geraknya. "Mungkin ini efek dari rasa trauma Naya dan luka berat yang dialaminya. Makanya, kagetnya itu gak biasa."  

Felix mengangguk. "Alasan yang masuk akal. Aku pernah baca artikel bahwa salah satu ciri orang yang punya trauma berat, kagetnya seperti Naya tadi. Kita harus bantu Naya untuk sembuh." 

"Caranya?"

"Aku punya kenalan, dia salah satu rekan bisnisku. Namanya Tio Arya Wiguna. Yah mungkin kita bisa kenalin Naya ke Tio. Siapa tahu dengan kehadiran Tio, Naya bisa pulih dari ingatan Bagas dan masa lalunya."

Alisha menggeleng ragu. 

"Kenapa?"

"Aku tak begitu yakin itu akan berhasil"

"Karena belum di coba." Ucap Felix. "Dulu kita seperti itu. Aku dan kamu di jodohkan oleh Ayah. Awalnya kita ragu, tapi seiring berjalannya waktu, cinta akhirnya tumbuh diantara kita." 

"Tapi, apa Naya bisa? Maksudku, karena setiap manusia memiliki sifatnya yang tak sama. Selama empat tahun terakhir, Naya memang sudah lebih baik dan perlahan bisa damai dengan lukanya sendiri. Tapi rasanya sulit untuk melupakan Bagas sepenuhnya, tak jarang Naya selalu mengunjungi ke pemakaman Bagas setiap bunga yang ia bawa dirasa telah layu."

"Sayang, aku punya ide." 


****


Setelah menyelesaikan rangkaian buket bunga pesanan, Naya menghempaskan tubuhnya ke badan sofa dengan lemas. Ia meremas-remas kedua jarinya hingga terdengar bunyi kretek-kretek yang melenakkan. Detik berikutnya, terdengar suara ponsel bergetar dari saku skirt-nya.

Om Halim. Batinnya. Iya. Halim Wijaya Kusumawardana. Lelaki berusia empat puluh tujuh tahun itu ialah salah satu pelanggan setia Naya di toko bunga Alisha. Perkenalan Naya dengan Halim di mulai ketika seseorang mencuri sebuah koper mini milik Halim yang ternyata berisi sejumlah uang dengan nominal lebih dari dua puluh juta. Beruntung, ketika sang penjambret hendak melewati toko, Naya berada di luar tengah sibuk menyiram tanaman. Dan tanpa di sengaja, ketika Naya hendak berbalik ia menabrak sang penjambret hingga tersungkur. Di saat yang bersamaan, ketika Halim masih berlari mengejar orang yang telah mencuri tas kopernya sambil memekik si penjambret, Naya terkejut dan ikut berteriak meminta tolong. Beruntung, pejalan kaki saat itu tengah ramai sekali. Sehingga, dengan mudah sang penjambret menyerah hingga melarikan diri meninggalkan koper yang saat itu sudah aman di tangan Naya. Hingga saat itu, Halim begitu sangat berterima kasih kepada Naya yang sudah menyelamatkan hartanya dari orang jahat. Di mata Halim, Naya adalah sosok gadis yang jujur, baik hati, tulus, dan pemberani. Karena kedekatan mereka yang terjalin baik sampai sekarang, Halim bahkan telah menganggap Naya seperti anak kandungnya sendiri. Begitu pun dengan Naya, semenjak ia kenal Halim, dirinya seolah memiliki figur seorang Ayah yang sesungguhnya.

Halim menelpon karena seperti biasa, ia ingin memesan satu buket bunga lili putih yang segera Naya iyakan. Setelah mengemas pesanan Halim dan pamit kepada Alisha untuk mengantarkan pesanannya, Naya akhirnya tiba disebuah rumah bertingkat minimalis bercat putih gading elegan itu. 

"Permisi...!!" Naya menyapa orang rumah di pintu gerbang tinggi yang terbuat dari kayu jati itu. "Per–"

"Non Naya...!"

Lihat selengkapnya