Sementara itu, Wira, Jun, dan Hilman terperangah menatap besarnya rumah milik Dania. Mereka sudah tahu melalui foto jika rumah itu memang besar. Tapi melihatnya langsung membuat mereka sadar jika rumah itu dua kali lebih besar dari perkiraan mereka.
“Gokil, sekaya apa bokapnya Dania??” Ucap Hilman takjub.
“Ya ini buah hasil pesugihan hitam,” balas Wira. “Hasilnya berlipat ganda tapi jaminannya nyawa.” Ia menoleh dan menatap Arjun yang hanya berdiri diam mematung. Tatapannya terarah pada jendela besar di lantai dua yang bisa dilihat dari luar rumah. “Lo nggak kesurupan kah?”
Arjun menghela nafas dan menggeleng pelan. “Kalo lo denger aneh-aneh, diemin aja. We’ve been doing this for years, kan?”
“Eum,” balas Arjun lalu membalas high-five kepalan tangan yang diinisiasi Wira. Ia pun lekas membuka pintu gerbang dengan hati-hati sementara Wira dan Hilman memastikan jika tak ada yang melihat mereka sebelum menyusul Arjun masuk ke dalam.
Di dalam, ketiga pria takjub akan betapa besar halaman rumah itu. Di tempat mereka berdiri sepertinya adalah area parkir yang muat untuk sekitar 2-3 mobil. Di depan mereka adalah jalan lurus dan di ujungnya terdapat belokan yang sepertinya mengarah ke bagian belakang rumah.
“Gue kayaknya nggak pernah sesensitif ini tapi jujur hawanya nggak enak,” ucap Hilman mengusap tengkuknya.
“Gue nggak bisa lihat apapun. But It’s hella noisy.” Balas Wira. Suara-suara samar seperti desisan terdengar di telinganya.
“Syukurlah minimal kalian nggak bisa lihat,” ucap Arjun menghela nafas lalu menyalakan senter kecil di tangan dan memimpin kedua temannya. Mereka berhenti di depan pintu besar dengan dua pilar di sisi kiri dan kanan yang menunjukkan bahwa itu adalah pintu masuk ke dalam rumah.
Di belakangnya, Hilman mengarahkan senternya ke sisi kiri arah ujung halaman depan. “Menurut lo kita harus cek area situ kah?”
“Lo mau ngecek? Coba cek dulu. Kita tunggu disini,” ucap Wira dan Hilman melangkah hingga ke ujung jalan halaman depan rumah.
“Woah….”
“Ada sesuatu kah?” Karena penasaran, Wira dan Arjun pun menghampiri Hilman. Mereka terkesima akan sebuah jalan setapak lain seperti patio yang beratapkan penutup seperti jalan setapak yang biasa ditemukan di taman kota. Namun atap itu sudah dipenuhi oleh benalu dan rumput liat. Lalu di sisinya terdapat sebuah taman yang cukup besar.
Arjun mengarahkan senternya ke sisi kanan dan mendapati jendela kaca besar persis seperti apa yang diceritakan Dania ketika Ia melihat sang ayah melakukan ritual Puter Rogo. Ia terdiam membeku selama beberapa saat ketika mendapati sosok berbaju putih dan rambut panjang dengan wajah pucat pasi berdiri di sana menatap ke arah mereka. Arjun menelan air liurnya sendiri dan menurunkan sorot lampu senternya. “Kita cek area itu besok. Fokus ke kamar aja dulu,” ucapnya berbalik meninggalkan Hilman dan Wira yang kemudian lekas mengikutinya. Arjun pun membuka pintu dan hawa tak enak; ruangan gelap dan lembab sontak Ia rasakan. Namun yang terburuk adalah apa yang menyambut mereka di dalam sana. Arjun refleks memejamkan matanya selama beberapa saat.
“Bjir, di sini hawanya lebih parah dari di luar tadi.” Ucap Hilman gelisah sambil terus mengusap tengkuknya.