“Ibu nggak apa-apa kan?” Tanya Kang Memed setelah mempersilahkan Bu Lastri keluar dari rumah. Wanita itu terlihat berkeringat.
“Eum. Ini untuk malam ini,” ucap Bu Lastri menyerahkan amplop berisi uang, “Saya akan tambahkan kalau kamu berhasil menemukan dan membawa Dania pada saya.”
“Apa Mbak Dania itu tumbal ibu?”
“Itu bukan urusan. Tapi kalau Dania tertangkap, urusan kita akan jadi lebih mudah karena dia berniat merebut rumah ini dari saya. Kalau sampai rumah ini direbutnya, habislah kita. Paham?”
“Paham Bu!” ucap Memed. Disaat bersamaan, sebuah mobil muncul di sana. “Hei Peng.”
“Hai Med. Sudah beres urusannya?” sapa Mang Pepeng sembari Ibu Lastri masuk ke mobil dan duduk di kursi depan.
“Sudah.”
“Tahun depan, siapkan apa yang mau dirusak ya.”
“Siap! Hati-hati!” ucap Memed melepas kepergian Pepeng dan Bu Lastri. Memed pun mengecek uang dalam amplop tersebut, “Lumayan buat renov rumah tahun depan! Laris manis tanjung kim–”
DUAK!!
Belum jauh Ia berjalan, seseorang memukul kepala Memed dari belakang hingga pingsan. Arjun menoleh dan menginstruksikan Hilman agar membantunya. Mereka pun bersama-sama menggotong Memed masuk ke dalam mobil. Janu mengikat tangan Memed dengan tambang dan menutup mulutnya dengan lakban juga matanya dengan sehelai kain.
“Gimana Kang?” Wira menoleh dan melihat Ujang dan Didin muncul setelah dihubungi secara darurat oleh Janu. “Beres Mang!” Ia mengambil segepok amplop berisi uang dari tangan Memed dan diserahkan pada Ujang dan Didin, “Buat makan indomie, Mang.”
“Saya sudah telpon Pak Ustad dan kasih alamat akang-akang semua! Dia sudah jalan ke sana katanya.” ucap Ujang.
“Terimakasih ya Pak, tolong jangan bilang Mamah Lastri bahwa bapak-bapak lihat saya, karena nyawa saya terancam.” ucap Dania.
“Tenang aja atuh teh! Kabari saja kalau mau ketemu pak RT yah? Nanti saya dampingi. Saya juga maunya cepat-cepat rumah ini dirubuhkan saj–Ack! Apa sih Din?” sungut Ujang ketika Didin menyikutnya.
“Maaf ya Teh, Kami teh nggak bermaksud aneh-aneh.”
“Nggak apa-apa Pak. Memang niat saya untuk menghancurkan rumah ini saja. Saya rasa cuma saya yang punya wewenang. Selama itu nggak ketahuan Mamah Lastri, mudah-mudahan bisa.” ujar Dania.
“Siap Teh! hati-hati ya!” ucap Ujang dan Didin. Dania dan yang lainnya juga berpamitan pada Mamang warmindo yang melambaikan tangannya dari warung sebelum pergi.
Menjelang tengah malam itu juga, Arjun dkk bergerak ke tempat yang sudah mereka sepakati dengan Ustad kenalan Mang Ujang dan Didin. Beruntung sang Ustad mau membantu karena menganggap itu adalah kasus darurat.
Setelah menempuh beberapa waktu perjalanan, mereka tiba di sebuah rumah dengan plang Klinik Ruqyah. Sang Ustad dan asistennya sudah tiba lebih dulu karena jarak rumah yang tidak jauh.
“Maaf mengganggu ya Pak malam-malam begini,” ucap Arjun tak enak hati.
“Tidak apa-apa! Mana segera dibawa kemari,” ucap Sang Ustad. Arjun, Wira, Hilman, dan Janu, dengan dibantu dengan sang asisten membopong Memed ke dalam dan menutup pintu agar tak menjadi pusat perhatian.