Kandang Monyet

Arif Billah
Chapter #1

#1

There are days when I am haunted by a feeling

that is blacker than the blackest melancholy.

I have a contempt for humanity.

-Friedrich Nietzsche


Seandainya ada mesin waktu di toilet kumuh warmindo dalam gang depan kantor atau di Warung Makan Rumah Si Mbah mungkin Aku akan ke masa lalu, tepatnya ke masa 1962 saat Indonesia mengadakan Asian Games. Aku sangat ingin menepuk bahu Soekarno, bilang dan memohon dan bersujud bila perlu agar pembangunan di bawah rencana politik mercusuar tak terjadi hingga menyebabkan inflasi yang dampaknya mengendap sampai masa kini.

           Aku kepikiran begini karena rasanya uang satu juta sekarang tidak ada harganya. Nyarinya sampai keringat kering, menghabiskannya secepat tisu nyerap keringat. Apa-apan sebenarnya yang terjadi dengan nilai uang satu juta ini. Apa benar mengecil karena inflasi atau memang karena aku tak pandai mengelola uang? Tiba-tiba saja aku kepikiran begitu saat baru duduk di wc, tepat ketika pantatku merasakan dingin dan Soekarno langsung kusalahkan. Karena mau siapa lagi yang bisa kusalahkan dalam ketidakberdayaan ini.

           Atau entah lah. Siapa pun presidennya hidupku tetap akan begini-begini saja kayaknya. Terjebak di situasi seperti dalam novel Fyodor Dostoevsky, hidup tapi mati dibunuh adegan-adegan yang menggelapkan hati. Aku tak ingin menyalahkan siapa pun, namun situasi jadi pekerja outsourcing seperti yang kualami saat ini: bangsat sekali!

Lihat selengkapnya