*
Waktu berjalan beriringan dengan suara ketikan. Ketikan yang memantul di dingin ac, dinding yang berembun, memantul lagi dan disambut klik mouse, disamarkan bunyinya oleh derik kursi, hingga suara ketikan akhirnya membungkan mulut-mulut untuk mengumpatkan kekesalan mereka. Setiap kata yang tercipta dalam layar dan terlahir dari papan ketik mewujudkan bahasa dengan penuh budi dan kesabaran. Namun kesabaran dalam hati setiap agent di sini sudah berubah menjadi kata benda yang hidup dengan empat kaki atau menjadi bagian tubuh yang jarang disentuh.
Semua terlihat normal. Yang tak normal hanya satu. Satu agent lama kelihatan tak mengerjakan tugasnya. Dia duduk sambil menyandarkan kepalanya ke tangan yang dia taruh di atas senderan kursi. Tumblrnya pun rapat di samping hp miliknya yang telungkup. Kalau tak salah namanya Retno. Saking banyaknya orang dan ekosistem bekerja yang begini adanya sangat mustahil untuk bisa akrab dengan semua orang. Kecuali jika bisa sok asik menjilat untuk mengamankan posisi di pekerjaan ini.
Aku mendengarnya berbicara dengan agent cewe lain di sebelahnya. Kira-kira, Dia bilang kalau Dia tak menangis. Entah apa yang akan Dia tangiskan masih abu-abu bahkan gelap informasinya. Aku ingin tau. Tapi semua orang seperti menganggap informasi yang ingin kucari itu tabu.
Owa memanggilnya. Retno menghampiri trio support itu. Percapakan kecil terjadi, Retno terlihat hanya mengangguk-angguk saja. Dia meneggakkan badanya setelah percakapan usai, berbalik badan, menyalami beberapa orang yang Dia kenal dekat, lalu berjalan ke arah pintu.
“Temen-temen semua, aku pamit ya. Semoga kesalahanku nggak terjadi ke kalian. Dan aku juga memang punya banyak salah di sini. Jadi, mohon untuk dimaafkan. See you on top guys!”