Kandang Monyet

Arif Billah
Chapter #18

#18

Hari pertama adalah neraka. Aku tak sanggup menangani enam chat yang masuk secara berurutan. Kasusnya pun sulit untuk kuselesaikan. Pertama kali menalkukan pekerjaan masa langusng dihantam kasus perihal surat pelunasan legal dari OJK. Rasanya ibarat jadi rusa yang baru saja melompat dari rumput ilalang sambil menyenandungkan kidung riuh jenggala lalu saat mendarat ternyata dia berada di tengah jalan tol dan ditubruk oleh truk trailer pengangkut kayu gelondongan. Karena bingung chat tersebut pun kudiamkan sampai sistem menutup percakapan itu. Aku seperti orang lumpuh yang dipaksa berlari di pantai penuh kerikil dengan terik matahari membakar dahi untuk melarikan diri dari tsunami. Tiket laporan diam-diam mengumpul di pojokan seperti semut membawa remah roti dari toko sandwich ke liang kecil mereka. Sejumlah enam puluh empat chat belum aku laporkan tiketnya, aku terlalu bingung mengkategorikan masalah mereka dan mencatatkannya pada laporan. Semua berjalan terlalu cepat. Aku jadi kura-kura di jalur kereta shinkasen. Walau ada pedoman yang kubuka tetap saja aku tak bisa secara cepat membaca jawaban mana harus diberikan. Aku banyak bertanya ke TL yang sedang bertugas itu, namun jawabannya selalu “Cari aja di situ. Kan pedoman udah lengkap. Jangan tanya melulu, nanti bingung terus kamu,” atau “Kalau masalahnya soal pinjaman gagal ya cari jawabannya di kolom pinjaman. Pinjamannya juga yang tenor satu bulan atau lebih dari itu? Semua ada kan, cari aja Aset Cepat atau Pinjaman Dana!”

Masalahnya, dalam satu page pinjaman Aset Cepat pada pedoman misalnya: ada sampai dua ratusan lebih kolom. Tidak hanya yang horizontal panjangnya seperti landasan pesawat Boeing-747, tapi yang vertikal juga menukik tajam sampai bawah, kalau saja dijuntaikan ke tanah mungkin bisa sedalam galian freeport itu list pedoman. Membuka-buka banyak kolom di pedoman rasanya kata-kata dalam kotak-kotak itu akan keluar layar menjadi lebah yang mengerumuni dan menyengat kepalaku hingga benjol tumbuh di mana-mana sampai menutupi muka. Aku belum memiliki makro pribadi seperti agent lain, belum pernah coba-coba console saat training, hanya tandom dan menonton, sekarang disuruh langsung menjawab live chat yang datangnya seperti ombak yang terbuat dari monyet dan mulut mereka penuh makian. Tak ada yang puas dengan jawabanku, mereka memberikan CSAT 1, semua. Pun hampir semuanya memaki dan mengatakan “Kamu pasti CS baru ya? Pantes lambat,” atau “Halah, nggak guna ngomong sama CS goblok.” Sialan. Dalam keadaan itu Aku malah seperti lutung yang pernah kulihat di Kebun Binatang Mangkang, Semarang. Di antara lutung lain yang sedang bermain, ada satu lutung yang mojok dan menempelkan wajahnya di jeruji kandang. Dari kejauhan Aku dan keluargaku melihatnya sambil ingin menghampiri, namun untung kami belum sampai di depan kandang monyet itu. Lutung tadi memutahkan cairan hijau yang muncrat sampai ke jalanan. Waktu itu Aku berpikir pasti dia tak dirawat dengan baik.

Jangankan lutung, kandang hewan lain pun sangat buruk perawatannya di kebun binatang itu, entah bagaimana penanganan makan mereka di sana, Aku saat itu berani berasumsi bahwa lutung itu kena penyakit karena perawatan dan ekosistem buruk di kebun binatang yang tidak diperhatikan. Lebih baik bongkar saja bonbin itu, hibahkan binatang-binatangnya ke bonbin lain, ratakan tananhnya, jadikan terminal tambahan mangkang biar jalanannya tidak macet. Dan saat Aku on duty di hari pertama itu sekali lagi kukatakan Aku seperti lutung yang barusan kuceritakan. Dan para nasabah yang memaki itu, apa mereka pikir bisa seenaknya saja? mereka boleh mengataiku bodoh tapi jangan salahkan Aku juga kalau kusebut mereka sebagai monyet karena kelakuannya. Ini dendam pribadi dan tak akan pernah kuampuni walau tuhan maha mengampuni. Tuhan bisa saja mengirimkan hidayah tobat ke siapa pun, termasuk Kakek dari Bapakku namun “maaf” dariku: ora bisa dituku.

Hingga akhirnya para agent dan TL P3 masuk Aku masih sibuk untuk tidak terus mengutuk perihal ketidakberdayaanku. Rasanya benar-benar Aku ingin cabut dari tempat itu, pulang, mandi, baca buku, ketiduran di kasurku yang agak berantakan setelah aku berguling selama lima belas menit menyesali pilihan untuk bekerja jadi cs, bangun, lalu makan. Dunia yang fresh sudah menjauh dengan seketika dari benakku. Aku ingin kembali latihan fisik dan membicarakan teater-teateran lalu jadi seniman serabutan saja walau job-nya tak setiap saat ada.

Para agent P3 pun mulai mengaktifkan console mereka, chat berkurang signifikan, dan aku diperintahkan untuk set bussy akunku agar tak ada chat masuk lagi untuk aku bisa membereskan tiket laporan. Tak hanya itu, setelah selesai mengisi tiket pelaporan aku juga diwajibkan menemui TL yang baru masuk di jadwal shift P3 tersebut karena aku ada dalam timnya. Aku disuruh untuk memperkenalkan diri nanti. Tapi saat aku sedang mengerjakan laporan tiket, HO google menampilkan pesan dari TL itu, Kak Mona. Aku mendapat teguran karena keterlambatan masuk shift dan SLA yang rendah akibat lambat dalam menjawab nasabah. Imageku  langsung buruk pada first impression itu. Aku gagal memberikan impresi baik kepada tim leaderku sendiri, bahkan mungkin untuk seluruh agent dalam ruangan sedari pagi. Walau aku kesulitan di hari pertama, semua tekanan harus dikerjakan. Tak mungkin seorang penulis batik lancar menorehkan malam di kain tanpa tersendat. Pati untuk awal-awal malamnya akan mengering di ujung canting sebelum dia mahir. Aku mulai berpikir bahwa ketidakberdayaanku ini sementara saja akibat tadi pikiranku yang membawanya menjadi beban dan kesulitan. Jika pekerjaan ini sudah jadi kebiasaan, maka mencari jawaban pada pedoman yang kolomnya serapat sarang lebah pun pasti bisa diulik dengan gampang. Apa lagi menangani monyet-monyet, tinggal kuat-kuatan akal saja. Setidaknya seperti itu lah motivasiku. Motivasi selain aku tak ingin kalah dengan para agent cewe yang terlihat mahir mengerjakan percakapan dengan nasabah tanpa menangis setelah di maki atau salah memberikan jawaban.

Aku berada dalam tim Mona hanya satu minggu. Bukan Aku yang dipindahkan ke team lain karena terlalu bodoh atau Aku menyerah bekerja di outsourcing yang gila itu, tidak. Pemberitahuan Mona disampaikan saat pertama kali kami bertatap muka. Setelah aku memperkenalkan diri dan dia memberikan wejangan-wejangan untuk mengerjakan chat serta petuah-petuah ketika menjadi agent agar tidak mudah menyerah, dia langsung menjelaskan kalau kami akan berada dalam satu tim hanya satu minggu. Aku hanya bisa berkata “iya.”

Lihat selengkapnya