Kandang Monyet

Arif Billah
Chapter #19

#19

*

Lagi-lagi pantatku merasakan dingin menusuk hingga ke kepala. Namun kali ini aku tak duduk di wc kantor. Aku duduk di bola marmer entah bola-bola buatan dengan bahan apa pinggir jalan malioboro. Jam tiga pagi. Sendiri. Tidak berusaha memikirkan apa-apa bahkan mencari mesin waktu untu menemui Soekarno berpuluh tahun yang lalu.

Hampir dua bulan. Semua jadi rutinitas dan kebiasaan. Ketika pulang shift S2 tadi aku sengaja lewat Jalan Malioboro. Kalau malam begini aku tak perlu khawatir mencari parkiran. Pun sebenarnya begini cara menikmati Malioboro dengan paripurna. Kutepikan motor ke pinggiran yang memiliki batu-batu buatan berbentuk bulat untuk duduk-duduk. Malam ini bulan juga bulat tapi aku tak bisa duduk di sana. Ketika bulan berbentuk sabit pun aku tak bisa mencapainya untuk duduk-duduk di sana. Aku duduk dan berdiam cukup lama.

Rasanya ada yang tidak benar, namun aku belum bisa memastikannya. Atau sebenarnya aku sudah tau masalahnya namun aku takut menyeruakkan jawaban karena kenyataan tak seperti yang aku bayangkan. Entah lah, aku hanya bisa bermain dengan pikiranku. Jika kenyataan memang tak menyenangkan, setidaknya apa yang kupikir bisa membuat senang. Aku sangat benci ketika kenyataan tidak parah-parah amat tapi pikiranku malah membuat keadaan seakan terkesan  tak bisa diselamatkan. Namun malam ini aku tak ingin memikirkan apa-apa dulu.

Lihat selengkapnya