Ketua BEM tahun ini adalah Ikmal, sahabat dekat Skay, sementara Skay memegang tanggung jawab di bidang kajian dan pergerakan mahasiswa. Klama tidak pernah menyukai kondisi yang mengesankan perebutan kekuasaan saat demokrasi. Itulah yang Klama saksikan saat Ikmal bertarung dengan lawan politiknya tahun lalu. Klama tidak menyukai hiruk pikuk Pemilihan Raya Mahasiswa di kampusnya. Apa yang mereka ributkan dan rebutkan? Apa yang sesungguhnya mereka perjuangkan? Dalam kaca mata Klama, terlalu banyak aura negatif dalam agenda tersebut. Maka setiap Prama berlangsung, Klama selalu diam menepi, memperhatikan tanpa interupsi. Toh setiap tahun agenda ini selalu dihujani badai interupsi. Apakah manusia selalu kekurangan drama sehingga tak sempurna suatu persitiwa jika tanpa konflik?
Meski selalu menepi dari sorotan, Klama tak otomatis terbebas dari serangan di arena politik kampus. Karena dia berada di lingkungan oposisi sementara aktivitasnya di media informasi mahasiswa berdekatan dengan kegiatan BEM. Meski begitu, Klama sering terlihat berdiskusi dan berada di kegiatan yang sama dengan Triansyah, lawan Ikmal dalam pemilihan Ketua BEM. Maka tak jarang pula Klama dianggap memiliki pemikiran kiri. Sesuatu yang juga melekat pada Trian. Tak ada yang pernah tahu dimana sebenarnya posisi Klama.
Di tahun ini, saat Pemilu kembali semarak diselenggarakan, Klama lebih sering bersitegang dengan Skay daripada sebelumnya. Termasuk sekarang, saat BEM membatalkan aksi evaluasi pendidikan di Hari Pendidikan Nasional.
Ketika diwawancarai oleh redaktur yang dikirim Klama, Skay merasa bahwa tahun kemarin mereka sudah cukup banyak melakukan gerakan dan kajian di bidang pendidikan. Kebijakan Kurikulum 2013, Kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk biaya kuliah mahasiswa baru, Judicial Review Undang-Undang Perguruan Tinggi, dan beberapa masalah tahunan seperti evaluasi Ujian Nasional dan Seleksi Mahasiswa Baru. Sementara bagi Klama, evaluasi itu tak seharusnya dianggap selesai. Pengawalan kebijakan adalah PR besar yang wajib menjadi bagian dari fokus pergerakan mahasiswa. Namun BEM lebih memilih fokus dengan pengawalan agenda Pemilu, hal yang Klama benci untuk naik di buletin yang dipimpinnya.
Dering suara HP Klama terdengar, dari Milda.
“Hari ini ada konsolidasi, Kak.” Suara Milda terdengar di seberang telepon.
Klama mengerutkan kening. Dia tidak mendapatkan informasi apapun mengenai konsolidasi yang akan dilakukan.
“Valid?”
“Dari Ketua BEM-nya langsung, Kak,” jawab Milda. “Tadi gue nelepon buat nanya sesuatu. Pas gue tanya dia sedang ada dimana, dia bilang sedang ada konsolidasi.”
“Oh ya? Ikmal yang bilang, ya. Memangnya lu ada urusan apa sama dia?”
Milda mengambil jeda sejenak, “Sebenarnya gue mau langsung kasih tahu lu, Kak. Tapi gue mau memastikannya dulu. Jadi, banyak yang bilang beberapa hari yang lalu ada aktivis BEM yang ketemu sama tokoh partai. Beredarlah kabar kalau itu adalah Kak Ikmal.”
Klama menghela napas. “Terus apa jawaban Ikmal?”
“Katanya … Iya, itu memang dia. Dia lagi audiensi mengenai judicial review UU Pemilu. Tapi masa audiensi sambil duduk-duduk di posko pemenangan.”
Klama memejamkan mata menahan kesal. “Ya sudah. Kabari lagi kalau ada informasi, ya.”
“Siap, kak.”
Klama berusaha mengingatnya. Sebulan yang lalu Skay pernah membicarakan rencana kunjungan tokoh dan mengajaknya untuk ikut. Apa maksudnya tokoh partai?
Klama terburu-buru merapikan barang-barangnya, menuju selter pemberhentian angkutan kampus. Hanya perlu beberapa menit untuk sampai di salah satu sudut student center. Tak perlu waktu lama bagi Klama untuk bisa menemuka Skay dan Ikmal yang tengah berbicara dengan beberapa aktivis fakultas. Ikmal yang lebih dulu melihat Klama permisi sejenak untuk menghampirinya.