Ruang utama ORBIT didominasi oleh meja kasir bulat dan PC di sebelahnya. Rak-rak khas perpustakaan berjejer setelahnya. Rak paling depan berisi buku umum. Dua rak selanjutnya berisi novel-novel, baik novel berbahasa asing, novel terjemahan maupun novel dalam negeri. Di rak tengah terpajang berbagai majalah terbitan baru. Beberapa rak berisi komik menjadi yang paling banyak terpajang. Di pojok ruangan, ada tangga menuju lantai atas dengan mezanine yang terlihat dari teras. Di dalamnya ada tiga ruangan. Satu kamar tempat Rama tidur. Satu ruangan untuk gudang. Dan satu lagi adalah kamar mandi.
Di samping ruang utama ada teras kayu dengan beberapa kursi dan meja panjang. Para pembaca biasanya membaca di tempat yang berdampingan dengan dapur umum atau kafe ala Rama. Ruang utama dan teras bisa terlihat dari sebuah ruangan kaca kedap suara yang berada di antaranya. Ruangan itu lebih kecil, hanya berisi peralatan broadcasting untuk siaran streaming. Pertama kali Rama mengenal radio streaming saat Arya mengenalkannya dengan Klama, teman yang disebutkan oleh Arya ketika pertama kali membuat ORBIT Buku di Bandung. Klama, yang ikut menyimpan modal pada bisnis itu, memberi usul untuk memanfaatkan keahlian Rama menjadi penyiar radio yang akan sebagai salah satu strategi marketing mereka. Pembuatan dan pengelolaan radio tidak membutuhkan biaya yang banyak, programnya pun masih belum tetap. Jika sama sekali tidak ada yang disiarkan, maka Rama hanya akan menyalakan track lagu.
Intan adalah penyiar tetap, selain Rama. Sudah beberapa hari terakhir ini Intan sakit karena terkena demam berdarah. Siang itu Rama hanya mengisi siaran dengan lagu-lagu sementara dia merapikan ransel yang akan dia pakai ke Kanekes. Saat Rama mendengar suara motor memasuki halaman ORBIT, dia yakin orang yang ditunggunya sudah sampai. Namanya Gumaisha, alias Gais, alias Gege, member ORBIT yang selalu menjadi asisten tak resminya.
Rama menyalami Mia terlebih dulu. “Temannya Gege, ya? Nggak spaneng punya teman macam dia?”
Mia tertawa ramah sekaligus geli. “Kayaknya dia udah biasa bikin spaneng dimana-mana, ya?”
“Enak aja. Malah kalau ga ada aku kalian yang spaneng.” Protes Gais.
Setelah perkenalan yang hangat, Rama memanggil Kahfi dan mempersilakan mereka memasuki dapur untuk makan. Mia lebih dulu mengikuti Kahfi, sementara Rama menarik hoodie Gais.
“Makannya sambil siaran, ya.” Perintahnya.
Gais berbalik dengan jengkel. “Udah mau berangkat liburan juga masih aja disuruh kerja rodi.”
“Heh, ke Kanekes juga judulnya kerja. Siaran bentar doang lah pamitan kalau kita tiga hari bakalan tutup.”
“Apanya yang mau dibahas?”
“Lu kan ga pernah kekurangan bahan untuk dibahas. Udah sana, nanti gue anterin makanannya.”
Rama mendorong punggung Gais sampai mereka berdua memasuki ruang siaran. Meski sering adu mulut, namun apapun yang Rama perintahkan, itu yang akan Gais lakukan. Biasanya Rama hanya menyuruh Gais untuk merapikan buku-buku. Jika Intan sedang tidak siaran, Rama akan menggiringnya untuk masuk ruang siaran ini. Gais tidak pernah menolak karena dia sangat menyukai siaran dan Rama tahu itu.
Gais masih memainkan ponsel sambil memutar-mutar kursi putar yang dia tempati ketika Rama ikut masuk ke ruang siaran dengan makanan yang dia janjikan.
Rama mengetuk kepala Gais dengan sendok. “Kan gue bilang siaran.”
“Aw!” Gais mengusap kepalanya. “Terakhir gue otak-atik tombolnya kan server kalian hilang. Aku tinggal ngomong aja deh, Kakak yang mulai dulu aja.”
Mau tak mau Rama ikut duduk dan membuka siaran sore itu.
“So, agen ORBIT yang baru saja request di twitter agar ORBIT on the sky mengudara bisa bersorak-sorai karena saat ini kita sudah kedatangan Gumaisha Gunawan sebelum keberangakatannya ke Kanekes.”
“Gege lah,” koreksi Gais.
“Gege itu penyiar radio di bukunya Aditya Mulya. Kalau lu udah jadi penyiar tetap disini, baru kita sebut Gege.” Rama beralasan. “Oke, sebelum kita bahas Kanekes, biasanya lu menceritakan dulu buku yang lagi lu baca?”