Kanekes dan Peliput Seba

Sarah Nurul Khotimah
Chapter #10

Desain Pendidikan Tinggi

Selepas ashar, tim peliput Seba bersiap meninggalkan Jatinangor yang masih menyisakan gerimis sore. Kesejukan sore itu diimbangi dengan perasaan sukacita akan perjalanan yang akan dilalui. Tempat baru, suasana baru, orang baru, pengalaman baru, semuanya akan membawanya menjadi orang dengan pemahaman baru seperti bayi yang baru belajar cara memahami.

Perjalanan itu berlangsung tenang dan penuh tawa. Baik antara Mia dan Gais yang menjadikan perjalanan ini sebagai perayaan terakhir kebersamaan mereka, Skay dan Klama yang berusaha menyimpan urusan kampus, maupun Rama yang terus-terusan memikirkan waktu yang tepat untuk memberitahu Arya perihal rencananya kerja sebagai penambang emas. Mereka pun memulai perjalanan, membaca doa keberangkatan, melakukan tugas masing-masing dari akomodasi hingga navigasi, sesekali membicarakan cuaca Bandung yang terasa dingin, dan mengomentari setiap kejadian di sekitar mereka sambil tertawa.

Gais menyobek bungkus permen herbal sambil duduk di pembatas jalan yang sudah tidak berfungsi lagi. Orang-orang di terminal bayangan Cileunyi ini bisa berdiri dimana pun mereka mau. Pengamen dan pedagang asongan berlari-lari mengejar bis. Para calo sibuk menanyai tujuan orang-orang yang sedang menunggu di pinggir jalan. Mungkin besok mereka akan kembali ke tempat ini dengan rutinitas yang sama. Mereka bebas.

Ismail menunjuk bis yang akan membawa mereka. Terburu-buru mereka memakai ransel dan berbaris menaiki bis. Gais mencari tempat duduk sambil membuka sedikit resleting tasnya untuk memasukan sampah bekas permennya. Salah satu yang masih menjadi ciri khas kehidupan di negeri khatulistiwa ini adalah tas dan sakumu haru siap menjadi tempat penyimpanan sampah sementara. 

Kondisi bis tidak terlalu penuh. Mereka masih bisa duduk berdekatan di bagian belakang bis. Obrolan kembali berlanjut dengan mengomentari banyak hal saat bis mulai memasuki tol. Hingga obrolan menjadi serius saat Mia dan Gais bercerita mengenai seleksi masuk PTN.

“Kenapa coba nggak disama ratakan saja? Misalnya jalur pendaftaran calon mahasiswa hanya ada satu. Kita jadi repot daftar berkali-kali karena takut gagal.” protes Mia.

“Biar kita masih banyak harapan kalau gagal. Iya, kan?” Gais berpendapat.

“Iya juga, sih. UN juga cuma sekali, tapi setidaknya ada harapan di kejar paket kalau gagal.” Ismail menimpali.

Klama ikut setuju dengan pendapat mereka berdua. “Calon mahasiswa kan latar belakangnya beda-beda sementara pendidikan itu hak segala bangsa. Ada yang benar-benar pintar tapi nggak punya biay, dibuatlah Bidik Misi. Ada yang punya uang tapi kepintaran rata-rata, mungkin jalannya di Ujian Mandiri yang sekarang jadi SBM. Ada yang nggak punya keduanya. Ada juga yang punya keduanya. Belum lagi perbedaan sekolah antara di perkotaan dengan perdesaan, apalagi perbatasan. Manusia secara alamiah harus survive … calon mahasiswa survive dengan kemampuan otak dan finansial. Lalu PTN survive dengan mencari pemilik otak cerdas atau juga para dermawan. Negara berusaha untuk mengimbangi itu.”

“Terus kenapa sekarang SNMPTN tidak seleksi dengan ujian tulis?” tanya Mia memuaskan rasa ingin tahunya pada aktivis yang baru dikenalnya tadi sore namun sanggup membuatnya kagum karena wawasannya.

“Itu karena UU Perguruan Tinggi,” sahut Skay membantu Klama. “Di UU Dikti yang disahkan dua tahun lalu itu ada aturan bahwa seleksi yang diselenggarakan pemerintah tidak boleh memungut biaya dari pendaftar. Nah, jika tidak boleh memungut biaya, maka darimana panitia seleksi mendapatkan uang untuk mencetak soal, menyediakan tempat, menggaji pengawas, dan menyediakan logistik lainnya? Makanya SNMPTN yang diselenggarakan pemerintah sekarang tidak memakai ujian, melainkan nilai rapot. Menghemat biaya.”

“Ah, aku terkejut kamu masih ingat dengan UU Dikti. Aku kira di kepala kamu sekarang hanya ada urusan Pilkada.” Sentil Klama.

“Tapi SBMPTN masih memungut biaya.” Gais menanyakan kembali perihal seleksi masuk PTN.

“Karena SBMPTN diselenggarakan oleh MRPTN, Majelis Rektor PTN. Semacam kumpulan rektor-rektor seluruh kampus negeri.” Skay memilih menjawab pertanyaan Gais daripada sentilan Klama.

Lihat selengkapnya