Persiapan Mama dan Papa mendekati lamaran Luna sudah bisa dikatakan 70%. Pemilihan katering, dekorasi, souvenir untuk tamu undangan sudah dipastikan. Mama Luna yang memang perfeksionis, tidak mau asal-asalan menyambut tamu. Apalagi tamu yang datang keluarga Bima untuk melamar anaknya.
Luna perlahan jadi merubah sikap, tidak buru-buru emosi dalam menghadapi sesuatu. Komunikasi dengan Bima terutama, harus lebih diperhatikan. Bima sebisa mungkin menjembatani Luna dengan Abah dan Umiknya. Umik sebenarnya mertua yang mudah didekati dan mudah akrab. Akan tetapi Luna ingat pesan Mama untuk tidak ikut serta dalam pemilihan seserahan.
Bima dan Umik yang belanja seserahan, Luna bilang apa kata Bima dan Umik saja. Luna bakal menerima dengan senang hati. Luna cuma menentukan kosmetik dan peralatan mandi saja, karena kalau terserah Umik, takutnya bukan yang biasa Luna pakai.
Untuk dekorasi seserahan, Luna diam-diam request ke Bima untuk konsep hidden seserahan saja. Luna rasa konsep itu cukup elegan, Luna menemukan ide itu sewaktu scrol sosial media seputar hantaran seserahan dari Malaysia. Lagi pula, Luna juga kurang suka kalau isi seserahan dilihat banyak orang. Jadi konsep hidden seserahan sudah paling sesuai keinginan Luna. Bima sendiri pun tidak keberatan, ya meskipun Umik awalnya kurang setuju. Tidak bisa dipamerin katanya.
Baju yang Luna kenakan pada saat lamaran pun sudah dia dapat. Bima membelikan Luna sarimbit supaya serasi. Perihal baju, Luna juga tak permasalahkan, apalagi saat tau persiapan lamaran hanya 10 hari.
Luna memilih dekor yang simple, tidak terlalu heboh, secukupnya saja untuk menyambut tamu. Kalau Luna boleh memilih sih lebih senang privat saja, tidak banyak orang tau.
Mendekati hari H, Bima mengutarakan keinginan Umik dan Abah. Saat lamaran beliau berencana membawa Modin sekaligus. Umik ingin Bima dan Luna menikah secara agama terlebih dahulu. Umik dan Abah yang memang religius tidak mau anaknya berbuat zina. Bima beberapa kali menyakinkan kalau menjaga Luna. Tapi kedua orang tuanya tetap menginginkan sekaligus nikah secara agama dulu.
"Bagus itu, Papa setuju saja sama orang tua kamu," tanpa berpikir panjang pun Papa menyetujui ide Umik.
"Mama juga oke sih, bagaimana juga orang pacaran itu yang ketiga setan, daripada kamu bunting duluan Lun," Mama berucap sakras.
"Astaghfirullah Mama, gimana sih Ma, omongannya gitu amat, Luna ya nggak bakal gitu lah," wajah Luna memerah. Sementara Bima menunduk, bagaimana pun juga obrolan semacam ini memang terdengar risih.
"Tapi, nggak maksa juga sebenarnya, Mama balikkin ke kalian aja, kalau kalian tidak mau ya jangan," Mama bersuara lagi.
"Mending kita ngobrol berdua dulu deh Bim," ucap Luna.
Mama yang paham kode itu segera mengajak Papa untuk meninggalkan Bima dan Luna berdiskusi.