Kanksa

Tika Lestari
Chapter #14

Keresahan Hati

Orang bilang kalau LDR itu bakal membuat hubungan lebih harmonis, sekali bertemu rindunya numpuk. Begitu diobati, pasangan semakin merasa memiliki dan tidak mau berjauhan. Kalau bertemu setiap hari bakal sering berantem karena bosan mungkin. Tapi Luna percaya kalau semua itu tergantung pribadi masing-masing.

Luna sendiri menerapkan prinsip mengenai hubungan atau komitmennya. Hal ini tidak bisa diganggung gugat dan Bima harus dengan senang hati menyetujuinya.

"Siapa yang memulai kesalahan fatal, dia bakal mati duluan" begitu prinsip yang diterapkan ketika memiliki pasangan seorang pelaut yang jarang pulang ke rumah.

Kalau kata orang menikah itu membuka pintu rezeki, Luna percaya sekali hal itu. Karena siapapun yang berniat ibadah, memang dijamin rezekinya. Dua Minggu ini Bima sudah berlayar, siang hari langsung berangkat ke bandara karena dapat telpon kalau ada lowongan kerja di kapal daerah Batam. Membawa baju secukupnya, karena tidak perlu ribet membawa banyak baju. Tak sia-sia Bima rutin absen ke Syahbandar dan segera bisa layar.

Luna sengaja tak mengantar Bima, bagi Luna hal itu bisa menimbulkan ketidakrelaan untuk ditinggal jauh. Luna lebih memilih memantau dari layar smartphone saja. Bima bilang juga berangkat sendiri, Umik dan Abah tidak ikut mengantar. Sebenarnya tidak terpikir bakal secepat ini ditinggal layar, tapi mau bagaimana lagi, kalau ada lowongan sekalipun dadakan ya harus segera berangkat.

Bima bilang sistem kerjanya kontrak, jadi ketika ada yang sandar dan menghabiskan masa kontrak, saat itu juga orang lain berhak buat mengisi. Mungkin kalau di kapal pesiar lebih terstruktur dan disiplin jadi karyawannya betah. Sementara di kapal lokal atau tongkang, memuat batu bara, kayu, minyak, jelas berbeda. Begitu tidak betah, karyawan bisa cari kapal lain, selagi kontraknya sudah habis. Dan Bima lebih memilih kontrak, karena tidak tahu ke depannya seperti apa.

Misal belum mengenal Luna, mungkin Bima memilih kapal internasional di Abu Dhabi ikut saudara Umik. Terbayang gaji sekali layar bakal bisa beli sepeda motor. Luna sendiri menyayangkan, harusnya Bima fokus dulu karier. Tapi Bima tak menyesali bertemu Luna lebih awal, malah khawatir kalau tidak bertemu Luna, atau Luna sudah keduluan orang lain.

Pukul 1 dini hari panggilan telepon dari Bima menghiasi layar ponselnya. Luna menyesuaikan hal ini, Bima telepon kalau ada sinyal, karena kalau pas layar ya mana bisa pikirannya terbagi.

"Aku tadi telpon Umik dulu," ucap Bima.

"Hmmmm."

"Sudah ngantuk sayang?" Bima bertanya.

Melihat wajah Bima, kangen Luna jadi bertambah.

Lihat selengkapnya