Sekitar 6 bulan lamanya, Luna dan Bima melewati LDR. Kontrak kerja Bima memang dari awal hanya 6 bulan, kalau ingin layar ya diperpanjang, kalau sudah tidak ingin ya sekalian turun. Umik menyambut dengan senang hati, begitu juga Abah, masalahnya kedua orang tua juga kepikiran kalau Bima layar.
Selama itu pula Bima selalu mentransfer gajinya ke ATM Luna. Katanya untuk tabungan nikah, Luna juga tak main-main dengan gaji Bima. Meskipun Bima sering kali bilang kalau Luna bebas beli apapun yang dia ingin. Mana bisa Luna foya-foya sementara suaminya terombang-ambing di tengah lautan lepas. Jadi Luna langsung menyisihkan gaji Bima sendiri. Akan dipakai kalau sudah saatnya membuat pesta pernikahan.
Bima bilang kalau uang yang dikirim ke Luna merupakan murni gajinya. Sedangkan Bima memakai uang dari hasil jual minyak. Jadi seperti ini, minyak yang masih sisa untuk bahan bakar, sama seluruh tim sepakat dijual, tidak akan dikembalikan ke perusahaan. Katanya itu uang ceperan, tapi nominalnya hampir sama seperti gaji. Perusahaan tidak akan tau karena estimasi dari orang kapal pun bisa dimanipulasi.
Luna semakin yakin perihal Bima kerja didarat saja. Uang panas tidak baik untuk dinikmati. Dan karena kesepakatan itu juga yang membuat Bima mantap untuk tidak perpanjang dengan kapal itu. Beda dengan gaji ya, karena kalau gaji ya murni hasil kerjanya.
Bima dan Luna menghabiskan waktu untuk menonton di bioskop. Hatinya deg-degan karena sudah lama tak bertemu Bima. Hatinya terus bertalu-talu saking bahagianya bertemu Bima. Sepanjang nonton bioskop Luna tak begitu konsen dengan filmnya. Luna sendiri sudah tamat baca novel Dilan, jadi sewaktu dijadikan film sudah tau alurnya. Cuma kok begitu pas momen LDR usai, pertama ketemu nontonnya Dilan.
Usai menonton di bioskop, mereka berdua memutuskan untuk makan di warung lesehan. Bima bilang mau yang beda saja, karena biasanya Richeese tujuannya. Selanjutnya pulang ke rumah karena hari sudah larut.
"Pokoknya kalau kita udah nikah besok, kita nunda punya momongan dulu ya, aku mau pacaran dulu sama kamu," ucap Bima sambil memegang tangan Luna, pacarnya.
"Nggak boleh gitu sayang, namanya nikah salah satu tujuannya itu ya punya keturunan," jelas Luna.
"Kan aku bilangnya nunda, bukan tidak mau punya," Bima masih tetap pada ucapan awal.
"Tetap tidak boleh, diralat buruan, dikasih cepet Alhamdulillah, ditunda ya tetap Alhamdulillah, pamali tau mendahului takdir," Luna jadi was-was.
"Gitu ya, habisnya aku masih pengen banget berdua sama kamu sayang," Bima semakin intens menggenggam tangan Luna.
"Iya sayang, kamu pulang dulu gih, nanti dicariin Umik."
"Sini dulu dong," Bima merengkuh pinggang Luna supaya lebih dekat.
Tangannya aktif mengangkat dagu Luna, mau tidak mau kedua mata bertemu. Saling berpandangan dan saling mendamba. Sebelum setan berhasil menguasai akal pikir, Luna buru-buru sadar. Melepas pelukan Bima yang sorotnya menahan sesuatu.
Luna tersenyum, memberikan gestur angka satu yang dia tempel di bibir Bima, "sabar sayang."
"Luunn, nikah yukkkk," ucap Bima.
*