Setelah Bima keterima kerja di pabrik sebagai maintenance, Luna selalu support supaya Bima tidak minder. Umik dan Abah yang menyekolahkan pelayaran saja tidak marah kalau Bima memutuskan untuk tidak layar. Lalu kenapa repot-repot mendengar komentar orang lain. Tujuannya pun sama-sama menghasilkan uang, jadi tidak perlu menuruti kemauan orang perihal diri sendiri.
Seiring berjalannya waktu, keputusan Bima untuk segera menikahi Luna secara negara pun sudah benar-benar bulat. Persiapan kedua keluarga juga sudah mulai matang. Luna memilih konsep undangan dengan susah payah. Pasalnya dia sudah menyiapkan jauh hari sebelumnya. Luna memilih konsep undangan bentuk jurnal. Kata-kata yang dirangkai menceritakan kisah bertemunya dengan Bima. Susunannya juga sesuai dengan jurnal, mulai ada pendahuluan, latar belakang, metode, pembahasan, tabel, penutup, kesimpulan, bahkan juga daftar pustaka yang berisi tanggal berharga bagi keduanya.
Jika sering ditemui kalau foto prewedding kebanyakan kemauan perempuan, tidak dengan Luna. Baginya, untuk apa foto prewedding, untuk tes make up? Kalau sudah percaya MUA, ya sudah bertemu di hari H. Untuk pajangan pagelora? Bisa pakai foto sewaktu lamaran, jadi Luna rasa tidak perlu foto lagi. Jadi untuk apa prewedding? Untuk undangan? Luna mana mau fotonya berakhir di tempat sampah. Undangan pernikahan ya ujung-ujungnya kemana kalau tak di tempat sampah, nah Luna mana mau hal itu terjadi. Sudah paling mantap kalau tidak perlu memajang foto di undangan pernikahan.
Sebelumnya Luna juga berdiskusi kepada Mama dan Papa untuk tidak mencantumkan gelarnya. Luna kira, dia sedang tidak melamar kerja atau pemateri seminar. Namun Luna juga tidak tau apakah orang tuanya ingin di undangan ada gelar atau tidak. Bisa saja kan merasa sudah menyekolahkan hingga sarjana, jadi harus menyantumkan gelar di undangan pernikahan anaknya. Karena di daerah Luna tinggal, status sosial masih perlu dipamerkan. Untung saja Mama dan Papa menghormati keputusan Luna.
Souvenir yang Luna pilih juga notebook custom yang bertulisan nama mereka. Bagi Luna, menikah merupakan momen istimewa, jadi harus berkesan. Untuk tema, Luna memakai hijab dengan ada siger Sunda, meskipun dia orang Jawa. Memilih warna baju yang tidak terlalu mencolok. Dekor juga dipilih Luna sendiri, tidak mau dekor yang terlalu berlebihan glamor. Luna tidak mau tamu undangan fokus sama dekor. Lebih baik kan Luna ya jadi pusat perhatian. Lagi pula, dekor fungsinya sama, bedanya itu siapa yang menaikinya.
Sementara untuk tenda, Luna memasrahkan pada Mama. Semampunya Mama mau pakai tenda dan sound system siapa. Luna juga tidak ingin tenda yang glamour, toh tendanya tidak ikutan terfoto. Beda kalau Luna seorang selebgram, silakan saja kalau mau semua serba mewah. Sementara untuk jamuan makanan, masih memanfaatkan tenaga tetangga. Tidak ada yang namanya sewa gedung, sudah dihitung per jam, tamu undangan pun masih ada yang datang ke rumah. Daripada bolak balik menjamu, mending sekalian saja di rumah acaranya.
Konon pengantin itu cobaanya banyak sekali. Luna rasa hal itu tergantung yang menjalani. Sampai hari ini, Luna tidak merasa sedang kesulitan. Mungkin bisa dikatakan hanya perbedaan pendapat antara kedua keluarga. Awal rundingan penentuan acara, Umik minta bulan Jawa itu rajab. Sementara Luna dan Bima tidak mau menunggu sampai 3 bulan lagi. Umik hanya yakin sama bulan Rajab itu baik untuk melangsungkan pernikahan, dan opsi kedua ialah ba'da mulud, kata Umik bisa dipertimbangkan. Jadi kedua keluarga memilih ba'da mulud saja karena hanya tinggal 1 bulan saja.
Umik dan Abah berkunjung ke rumah Luna. Memberi beras dan uang untuk keperluan pernikahan. Umik sadar diri kalau punya anak laki-laki, tanggung jawabnya itu besar. Jadi sejak melangsungkan pesta, secara finansial pun juga diperhatikan Umik.
"Besok Umik dan Abah ikut ke sini ya buat ikutan sungkem," ucap Umik.
"Hlo, boleh ta San? Katanya orang dulu, sesama Besan tidak boleh ketemu sampai 40 hari," Mama memanggil Umik dengan kata San yang berarti besan.
"Saya orang sekarang San, udah tidak perlu ikutin orang dulu, kan kita orang sekarang. Masa anak nikah kita tidak ikut meramaikan," Umik masih saja pembelaan.
Mama pusing sendiri, tapi mengiyakan saja. Kalau dilarang pun nanti takutnya malah banyak perbedaan pendapat. Umik dan Abah tidak lama-lama bertamu, karena ada yang perlu diurus kembali.