Luna percaya sewaktu mitos tentang bunga sedap malam untuk pengantin dia dengar. Saat resepsi di rumahnya dulu, bunga sedap malam begitu menyeruak harumnya. Tapi saat di rumah Bima, bunga sedap malam tak begitu harum. Kalau mitos terlalu percaya hingga sugesti, mungkin memang pengaruh pada kondisi badan. Luna tak paham sih sebenernya, mungkin indera penciuman dia bermasalah. Tapi Kembali lagi dia ingat mitos itu.
Ya kali Luna sudah menikah kurang lebih 3 bulan masih belum dijamah. Yang penting kan saat naik dekor rumahnya, dia masih perawan. Kalau untuk dekor di rumah Bima sudah tidak perawan, bukan urusan. Siapa juga yang mau ditunda sampai 3 bulan? Tidak.
Situasi acara unduh mantu begitu meriah. Umik benar-benar menggelar pagelaran wayang kulit. Bima sewaktu khitan dulu memang ada hiburan wayang kulit. Jadi sewaktu nikah pun acaranya tak kalah meriah.
Luna meringkuk sendirian di kamar karena badannya terlalu payah. Sementara Bima masih menjamu para tamu. Usai bebersih wajah dari make up yang kesekian kali, langsung menenggelamkan badannya pada selimut.
Luna melihat layar ponsel sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Tangan Bima sudah melingkar di antara pinggangnya.
"Balik kamar jam berapa tadi?" Luna tanya mendapati Bima sedang membelai rambutnya.
"Jam 1 kayaknya."
Luna berbalik badan menghadap wajah suaminya itu. Memainkan hidung yang begitu mancung seperti prosotan TK. Mengecup hangat bibir yang selalu dia rindukan setiap saat. Saat sambutan hangat sudah dia dapat, badan Luna segera berputar di atas Bima. Bima yang sedang dimonopoli pun tersenyum malu.
"Nggak capek ta sayang?" ucap Bima di antara menahan hasrat.
Luna semakin menggodanya, apalagi saat di bawah sana berhasil membuat tenda. Menggoda seperti ini sudah jadi kebiasaan Luna. Bima yang sedari tadi sebenarnya menahan hasrat karena Luna tertidur lelap pun, kini berencana meluapkan. Siapa suruh badan menggiurkan itu terbalut lingrie hitam, yang jelas-jelas Bima sangat menyukainya.
Keduanya beradu kemampuan, napas tersengal yang penuh hasrat. Peluh sudah memenuhi badannya, yang justru membuat keduanya semakin bergairah. Luna memulai, dia juga yang harus mengakhiri dengan badan pasrah setelah berkali-kali keluar. Sementara Bima, masih sibuk mendaki puncak kenikmatan di antara milik Luna. Hingga akhirnya semburan hangat memenuhi rahim Luna. Di iringi gemetar badan Bima, yang kemudian ambyuk menindihi Luna.