Kanksa

Tika Lestari
Chapter #21

Tabahkan Hati

Luna sebenarnya cuek untuk mendengar omongan orang. Apalagi omongan yang tidak memberi pengaruh baik untuk dirinya. Namun kalau saat ini dia disinggung perihal keturunan, rasanya ada nyeri di dalam hatinya.

Kalau ditanya ingin keturunan? Tentu saja, Luna berharap ingin segera hamil. Bukan dia tidak berusaha, setiap malam dia buat. Kalau tidak setiap malam pun palingan seminggu empat kali. Tak dihitung saat lagi mens. Kurang berusaha gimana?

Ada yang bilang, habis keluar sperma, kaki menjulur di atas. Bahkan Luna sampai pegal saat kakinya menjulur usai penetrasi. Bima bahkan juga mengikuti Luna, katanya biar sama-sama merasakan pegalnya.

Untuk madu? Luna dan Bima pernah beli 2 paket, sudah diminum rutin sampai habis. Tapi tetap tak kunjung ada tanda hamil. Memang sih semua hal perlu pengorbanan. Apalagi seorang anak ya, pasti jadi idaman.

Buah dzuriat? Serbuk yang sudah diseduh bau langu pun, Luna dan Bima bersedia minum. Kurang afdol kalau bukan buahnya, malam-malam memecah buah dzuriat. Umik sampai dengar apa yang sedang mereka lakukan di dalam kamar. Dikira mudah, ternyata susah minta ampun. Kurang berusaha bagaimana mereka berdua?

Orang lain bisanya kan berkomentar. Sering sekali saat dikantor, teman Luna bertanya seputar kehamilan. Entah memang benar-benar peduli atau hanya untuk formalitas saja.

"Eh kok masih mens," ucap mereka yang tau Luna tak ikut sholat.

"Udah periksa belum ke dokter?" Luna maunya ke dokter itu USG janin, bukan promil.

"Enak tau kalau hamil, disayang suami," belum hamil saja, Luna sudah disayang banget sama Bima.

"Kalau hamil, nggak bakal dibolehin masak," belum hamil pun, Luna jarang ke dapur kalau nggak benar-benar perlu. Luna mana ada menanggung masak, karena Umik sudah ahli dalam memasaknya.

Kadang ya, pejuang garis dua itu tidak perlu kalian kasihani. Dia enjoy dengan hidupnya, maka jangan menyamakan standar kebahagiaan orang itu sama. Pejuang garis dua hanya ingin, kalian berhenti bicara yang bisa menyakiti hatinya. Itu saja sudah cukup banget kok.

*

Terdengar suara Gus Dur melalui toa masjid, itu artinya hari sudah menjelang petang. Sudah mendekati magrib, Luna baru sampai rumah. Biasanya dia tidak secapek ini, tapi hari ini dia harus ikut bimbingan sebelum berangkat ke Poltekpel Banten. Jadi di kantor dapat proyek di Poltekpel sebagai narasumber publikasi jurnal nasional dan internasional. Berhubung Luna juga paham perihal jurnal, dia ikut serta bersama anak jurnal sebagai pendamping.

"Luna belum berhenti mens ta Bim?" saat di dapur menyiapkan makan malam, Umik bertanya sama Bima.

"Belum Umik."

"Kalian nggak KB kan?" tanya Umik lagi.

"Enggak Umik."

"Oh syukurlah, anaknya Bu Sindi, nikahnya bareng kamu, udah punya anak duluan lo," Umik berkata.

"Bagus dong Umik, doakan Luna juga segera hamil ya Umik."

"Ya jelas Bim, mana ada orang tua yang tidak mendoakan anaknya itu."

Bima diam.

"Ini Umik cuma tanya aja," Umik menjelaskan, "besok misal Luna sudah hamil, bikin acara selamatan di rumah ini saja ya, Umik mau tanggung keperluan calon cucu Umik."

"Nggih Umik, senyamannya Luna saja," Bima menengahi.

Lihat selengkapnya