Kanksa

Tika Lestari
Chapter #25

Patah Tulang

Luna ingat ketika bertemu Bunda kapan hari. Jika ingin program hamil, sebaiknya datang ke dokter obgyn 3 hari menstruasi. Luna jadi berpikir, apa perlu ke dokter ya untuk memastikan dirinya. Tangannya segera menghubungi Bunda untuk konsultasi terlebih dahulu.

Jujur saja, akhir-akhir ini perasaan Luna perihal buah hati sangat membuat dirinya tertekan. Kalau saja omongan tetangga, saudara, tidak begitu tajam, mungkin dia menikmati hidupnya. Kalau dibilang ngapain dengerin omongan orang, lah emang dengerin. Belum lagi kalau hatinya sedang tidak baik-baik saja, pasti gampang banget kebawa perasaan.

Siapa yang tidak ingin usai menikah langsung hamil? Mungkin memang ada sebagian, tapi tidak dengan Luna. Luna tidak ada rencana untuk menunda momongan. Karena dirinya berpikir, orang menikah itu ya tujuan utamanya melanjutkan keturunan. Tapi memang tidak bisa dinalar juga kapan keinginan itu terwujud.

Kalau Bima sendiri, memang sejak awal ingin menunda momongan. Tapi ya tidak selama ini juga, justru semakin hari, perasaan keduanya diliputi cemas. Usia sudah bertambah, masih saja jadi pejuang garis dua. Tentu keduanya saat ini khawatir.

Pikir Luna, nanti saja deh bilang ke Bima perihal janjian dengan Bunda.

*

Efek libur kerja, seharian Luna berada di kamar sejak pagi. Ketambahan perutnya nyeri, berasa kram karena dismenorea. Bangun-bangun cuma angkat jemuran, kemudian ke kamar lagi. Udah mirip anak kos sih ini.

Ddrrtttttttttt

Ponselnya bergetar, panggilan dari Bima terlihat memenuhi layar. Tumben telp jam segini, Luna lihat pukul setengah empat sore. Harusnya Bima sudah sampai rumah. Masih ada rasa kantuk karena baru bangun tidur. Mengarahkan jari jempol untuk menerima panggilan.

"Sayang, di mana?" tanya Bima di seberang.

"Di kamar sayang, aku baru bangun tidur, udah di rumah ta?" tanya Luna balik.

"Jangan kaget ya sayang, ini aku kecelakaan," jelas Bima.

Hati Luna seakan lepas dari posisinya. Mata yang tadi menahan kantuk, menjadi lebar seketika.

"Loh, kamu di mana ini? Kamu nggak pa-pa?" Luna panik, harusnya nggak apa-apa karena ini yang telepon Bima.

"Aku masih dipinggir jalan ini, nunggu ambulance datang," Bima berbicara lagi.

"Kok sampai ambulance, kamu mau dibawa ke mana? Ke rumah sakit mana?" Luna semakin panik.

"Aku hubungin nanti kalau sudah di rumah sakit, aku kayaknya patah tulang."

"Jangan berspekulasi sendiri, belum tentu, tunggu hasil pemeriksaan," Luna memberi peringatan.

Lihat selengkapnya