Minggu-minggu berlalu dengan cepat, dan proyek kolaboratif antara Sienna dan Kairo semakin mendekati penyelesaian. Mereka menghabiskan banyak waktu di studio, bekerja sama untuk menciptakan lukisan yang tidak hanya indah tetapi juga penuh makna. Setiap goresan kuas membawa mereka lebih dekat satu sama lain.
Namun, di balik kebahagiaan itu, Sienna merasakan ketegangan yang semakin meningkat—sebuah bayangan masa lalu Kairo yang masih mengintai.
Suatu sore, saat mereka sedang melukis, Sienna memutuskan untuk memberanikan diri lagi.
"Kairo," katanya pelan sambil menatap pemuda itu, "aku ingin tahu lebih banyak tentang apa yang kamu rasakan saat melukis."
Kairo berhenti sejenak, menatap kanvas sebelum menjawab.
"Melukis adalah cara aku melepaskan semua emosi yang terpendam," ujarnya. "Setiap warna yang aku pilih mencerminkan perasaanku—kebahagiaan, kesedihan, kemarahan... semuanya."
Sienna mengangguk memahami.
"Tapi ada sesuatu yang lebih dalam, bukan? Sesuatu yang mungkin kamu belum siap untuk dibagikan?"
Kairo terdiam sejenak, tampak berpikir keras.
"Kadang-kadang aku merasa terjebak antara ingin berbagi dan takut akan reaksi orang lain," katanya akhirnya. "Ada bagian dari diriku yang masih sulit untuk diterima."
Sienna merasakan kepedihan dalam suara Kairo.
"Kau tidak perlu merasa seperti itu bersamaku," ujarnya lembut. "Aku ada di sini untukmu."
Kairo menatapnya dengan tatapan serius.
"Sienna... aku ingin kamu tahu bahwa aku menghargai semua dukunganmu. Tapi ada hal-hal dari masa laluku yang sulit untuk dibicarakan."
Sienna merasa sedikit kecewa, tetapi juga menghargai kejujuran Kairo.
"Aku mengerti," katanya tulus. "Dan aku akan selalu ada untukmu jika kamu ingin berbagi."