Setelah malam pameran yang sukses, Sienna dan Kairo merasa semangat mereka semakin menggebu. Keduanya menyadari bahwa momen tersebut bukan hanya tentang seni, tetapi juga tentang keberanian untuk berbagi cerita dan membuka diri satu sama lain. Namun, di balik kebahagiaan itu, Sienna merasakan ketidakpastian yang mulai mengganggu pikirannya—apa yang akan terjadi selanjutnya dalam hubungan mereka?
Minggu-minggu setelah pameran, Sienna dan Kairo terus bekerja di studio, melukis dengan penuh semangat. Mereka mulai merencanakan proyek baru yang lebih ambisius—sebuah mural besar di dinding sebuah gedung tua di pusat kota. Mural ini akan menjadi simbol harapan dan keberanian, menggambarkan perjalanan hidup mereka sebagai seniman.
Suatu sore, saat mereka sedang merencanakan desain mural, Sienna melihat Kairo tampak lebih pendiam dari biasanya. Dia bisa merasakan ada sesuatu yang mengganggu pikiran pemuda itu. “Kau baik-baik saja?” tanya Sienna lembut.
Kairo mengangguk, tetapi ekspresinya menunjukkan sebaliknya. “Aku hanya… merasa sedikit cemas tentang proyek ini,” jawabnya pelan. “Apa jika orang-orang tidak menyukainya?”
Sienna merasakan empati tumbuh dalam dirinya mendengar keraguan Kairo. “Kau tidak perlu khawatir tentang pendapat orang lain,” ujarnya tegas. “Yang terpenting adalah kita mencurahkan hati kita ke dalam karya ini.”
Kairo menatapnya sejenak sebelum mengangguk. “Kau benar,” ujarnya dengan nada pelan. “Tapi kadang-kadang aku merasa beban ini terlalu berat untuk dipikul.”
Sienna menggenggam tangan Kairo dengan lembut. “Kita akan melakukannya bersama-sama,” katanya penuh keyakinan. “Aku ada di sini untuk mendukungmu.”
Setelah beberapa hari berdiskusi dan merencanakan desain mural, mereka akhirnya siap untuk memulai proyek tersebut. Mereka pergi ke lokasi dinding gedung tua yang telah dipilih, membawa peralatan melukis dan cat warna-warni.
Saat tiba di lokasi, Sienna merasa terpesona oleh potensi dinding itu—sebuah kanvas besar yang menunggu untuk dihidupkan dengan warna dan cerita. Namun, dia juga bisa merasakan ketegangan dalam diri Kairo saat mereka berdiri di depan dinding kosong.
“Aku tidak tahu harus mulai dari mana,” kata Kairo sambil menatap dinding dengan ragu.
“Cobalah untuk tidak berpikir terlalu keras,” saran Sienna sambil tersenyum. “Mari kita mulai dengan garis-garis dasar dan lihat ke mana arah kita.”