Sienna duduk di depan kanvas kosong yang terbentang di studio kecil mereka. Ruangan itu dipenuhi aroma cat minyak dan kayu lapuk, suara detak jam dinding yang tenang, dan cahaya lembut yang masuk dari jendela besar. Namun, meskipun suasana sejuk dan nyaman, hatinya berdebar kencang. Kanvas itu bukan sekadar lembaran putih biasa. Baginya, kanvas itu adalah awal dari sebuah perjalanan baru—sebuah babak yang ingin ia ukir bersama Kairo, pria yang telah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya.
Namun, di balik kegembiraan itu, ada kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan. Bagaimana jika lukisan ini tidak cukup baik? Bagaimana jika perjalanan ini penuh dengan rintangan yang tak terduga? Pikiran-pikiran itu berputar di kepalanya, membuatnya ragu untuk mulai menggoreskan kuas.
Tiba-tiba, pintu studio terbuka perlahan dan Kairo masuk membawa dua cangkir kopi hangat, aroma kopi yang baru diseduh memenuhi ruangan. Ia tersenyum hangat saat melihat Sienna yang masih terdiam menatap kanvas. “Sudah siap melukis kisah baru kita?” tanyanya sambil menyerahkan satu cangkir.
Sienna mengangguk pelan, menerima kopi itu dengan tangan yang sedikit gemetar. “Aku ingin lukisan ini menjadi simbol dari perjalanan kita—tentang keberanian, cinta, dan harapan,” jawabnya dengan suara lembut.
Kairo duduk di sampingnya, menatap kanvas kosong itu. “Setiap goresan adalah cerita. Kita tidak harus sempurna, yang penting kita jujur dan berani.”
Dengan semangat itu, mereka mulai bekerja bersama. Sienna menggambar garis-garis dasar dengan teliti, memastikan setiap bentuk dan proporsi sesuai dengan visi yang ada di benaknya. Kairo, dengan gaya yang lebih ekspresif dan spontan, mulai menambahkan warna dan tekstur yang penuh energi. Goresan kuasnya liar dan bebas, melambangkan semangat dan jiwa yang ingin mereka tuangkan ke dalam karya itu.