Setelah malam penuh inspirasi di studio, Sienna dan Kairo mulai menjalani hari-hari mereka dengan semangat baru. Namun, seperti kanvas yang belum selesai, kehidupan mereka juga menyimpan bayang-bayang masa lalu yang terkadang muncul tanpa diundang, menguji kekuatan cinta dan tekad mereka.
Suatu pagi, saat Sienna sedang menyiapkan bahan-bahan untuk lukisan barunya, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari seseorang yang tak pernah ia harapkan: Maya, mantan sahabat yang dulu sempat menjadi bagian penting dalam hidupnya.
Pesan itu singkat, namun cukup untuk mengguncang hati Sienna. “Aku ingin bicara, ada hal yang belum selesai antara kita.”
Sienna menatap layar ponsel dengan campuran perasaan—bingung, cemas, dan sedikit takut. Ia tahu bahwa masa lalu itu penuh luka yang belum sembuh sepenuhnya. Maya adalah teman yang dulu sangat dekat, namun persahabatan mereka kandas karena kesalahpahaman dan rasa sakit yang tak terucapkan.
Kairo yang melihat kegelisahan Sienna, mendekat dan bertanya dengan lembut, “Ada apa, Sienna?”
Sienna menghela napas. “Maya menghubungi aku. Aku tidak tahu harus bagaimana.”
Kairo menggenggam tangan Sienna, memberikan kekuatan tanpa kata. “Apapun yang terjadi, aku ada di sini untukmu.”