KANVAS KOSONG

syafetri syam
Chapter #5

Sejujurnya

Hari itu Sarah pulang lebih cepat dari biasanya. Seperti yang sudah-sudah, dia bertengkar lagi dengan Yudi, dan juga dengan masalah yang sama. Sampai di kamar, dia menghempaskan diri di tempat tidur.

Jured masuk sambil mengetuk pintu. “Tumben, Kak, kok sudah pulang?”

Sarah segera bangun dan duduk di pinggir tempat tidurnya. Rambutnya acak-acakan karena Sarah membuka paksa jilbabnya dengan cepat lalu melemparnya asal, sebelum menghempaskan tubuhnya di tempat tidur tadi. Sarah merapikan rambut sekenanya, lalu menghela nafas dalam-dalam. “Biasalah, Red, abang-abangmu itu!”

“Mereka kenapa?” tanya Jured penasaran. Lalu menarik kursi di sudut ruangan lebih dekat dan mendudukinya dengan posisi sandaran kursi menghadap ke depan sehingga kepala sandaran dijadikan penopang tangannya.

“Kamu seperti belum kenal mereka!”

“Ya jelas aku kenal. Cuma, masalah sebenarnya, apa?” tanya Jured lagi, sedikit memaksa. Laki-laki itu berdiri dan mendekati meja Sarah yang berantakan. Ada beberapa lembar yang penuh coretan sebagian lagi masih ada yang kosong. Jured mengambil kertas kosong itu serta sebuah buku sebagai alas dan sebuah pensil. Kemudian duduk di lantai, menyandar ke dinding. Sebelah kakinya ditegakkan sebagai penyangga tangannya yang sedang membuat coretan di kertas yang tadi di ambilnya. Sesekali dia melihat ke Sarah yang dengan berapi-api mengeluarkan keluh kesahnya.

Sarah menceritakan kejadian yang dialaminya di tempat kerja tadi. Tangan Jured berhenti sejenak dan menatap Sarah lebih lama. Dia terlihat geram mendengarnya, seolah ikut merasakan sakit hati Sarah. Kemudian kembali fokus pada coretannya.

“Sepertinya mereka harus diberi pelajaran!” Kalimat Jured seolah mengandung sebuah tekad. Sarah tertawa geli melihat reaksinya.

“Sudah ah, lebih baik tidak usah dipikirkan. Mereka akan selalu begitu. Sebentar baik, lalu balik lagi seperti itu.”

“Tapi sampai kapan mereka begitu? Setidaknya mereka harusnya bisa menghargai Kak Sarah sebagai kakak mereka,” protes Jured.

“Aduh, Red. Sama ibu saja mereka tidak peduli apa lagi sama kakak. Kalau mereka peduli, harusnya datang ke sini. Lihat bagaimana kondisi ibu saat ini. Setidaknya mereka bertanya atau menelepon.” Sarah menerangkan dengan menggebu-gebu. Membuat Jured akhirnya terdiam sambil manggut-manggut pelan. Tapi gemeletuk gerahamnya memperlihatkan bahwa dia sangat geram pada kelakuan kedua kakak laki-lakinya itu.

Tiba-tiba Sarah ingat pengakuan Jured dulu. Saat dia takut akan dosanya. Sejak sudah beberapa lama peristiwa itu berlalu. Dan sekarang dia tergelitik untuk kembali menanyakannya. Sarah berharap semoga kali ini Jured mau jujur menceritakan kisahnya.

“Hmm ....” tiba-tiba Sarah ragu. Dia berpikir, alangkah baiknya bila Jured yang berinisiatif sendiri untuk menceritakan tanpa dimintanya. Sebagai tanda bahwa dia percaya pada Sarah. Untuk itu, dia mengganti pertanyaan yang telah disusun dalam hatinya. “Oiya, kamu sendiri tadi mau apa?” Kalimat itu yang akhirnya keluar dari mulut Sarah.

Jured tidak menjawab pertanyaan Sarah yang satu ini. Tapi malah memberikan kertas hasil coretannya tadi.

“Apa ini?”

“Kak Sarah lihat baik-baik, kira-kira itu siapa?”

“Aku ...?” Sarah melihat gambar itu sekali lagi dengan saksama sambil menunjuk dadanya dengan kening berkerut. “Masak, sih? Kok lecek begini, Red? Kamu bikin yang bagus dong!”

“Kakak lihat ke cermin deh!”

Lihat selengkapnya