Adakah seseorang yang mampu bertahan dalam suatu keadaan saja? Sedih dan gembira sudah kodratnya silih berganti, sehingga tak ada hati yang mampu menahan sedih sepanjang masa, begitu pun gembira, akan jenuh pada masanya.
Sarah dan keluarganya telah melupakan pengkhianatan ayah mereka. Dia telah ceria seperti biasa. Bahkan bila ada yang menanyakan ayahnya pun, dia sudah bisa menertawakannya.
Pagi seperti biasanya perempuan bertubuh ramping itu sampai di tempat kerjanya. Tidak seperti biasa, tak ada seorang pun di sana. Tempat itu juga masih terkunci. Untunglah Sarah masih ingat di mana kunci cadangan tersimpan. Dia berjalan ke belakang dan merogoh ke bawah lemari besar, tempat kunci itu berada.
Sarah memutar kunci. Saat pintu dibuka, pemandangan yang tidak menyenangkan tampak di depan mata. Tempat itu terlihat berantakan, sebuah kasur lipat dan selembar karpet usang milik ibu yang dibawa Yudi dari rumah, masih terbentang di sana. Puntung rokok dan bungkus kosong makanan berserakan. Tanpa pikir panjang, dia membereskan semuanya.
Memang, sejak ayah mereka pergi Yudi tidak lagi bekerja dengan sungguh-sungguh. Terkadang, saat jam kerja dia menghilang entah ke mana. Terlebih sejak Ilham punya pacar, dan sering minta izin untuk menemani pacarnya itu, dia merasa ditinggalkan seorang diri. Tapi keadaan kacau berantakan seperti ini, baru pertama kalinya dilihat Sarah.
Tepat setelah Sarah selesai, Yudi dan temannya datang, Ilham juga keluar dari mobil itu. Sarah mengamati siapa teman Yudi yang datang bersama mereka. Ternyata orang itu adalah siswa SMK yang dulu pernah magang di tempat mereka ketika masih di lokasi yang lama. Karena si Iwan ini pandai bergaul maka dia bisa berteman dengan Yudi sampai sekarang.
“Apa kabar, Kak Sarah?” sapanya.
“Alhamdulillah, baik. Kapan datang?” tanya Sarah balik.
“Semalam. Makanya kami tidur di sini karena tempat kosku sempit.” Yudi menjawab pertanyaan Sarah, mewakili Iwan yang terkesan malu-malu.
“Udah pada makan, belum?” tanya Sarah.
“Eleh, sejak kapan Kak Sarah pernah menanyakan kami sudah makan atau belum?”
“Ini kan lagi nanya,” jawab Sarah tersenyum penuh kemenangan.