Turnamen voli yang diadakan Bara dan kawan-kawannya telah berakhir! Pemenangnya adalah tim voli dari tanah melayu. Sedangkan tuan rumah cukup bersyukur sudah diberi kesempatan ikut bertanding. Hitung-hitung mendapat pengalaman menghadapi para pemain yang telah malang melintang bermain di berbagai turnamen besar.
Sarah menghitung laba rugi hasil usaha dagangnya selama turnamen berlangsung. Dia tidak habis pikir, mengapa hasil yang diperoleh tidak lebih banyak dari modal yang sudah dikeluarkannya. Bagaimana bisa, dagangannya habis terjual, tapi keuntungan tidak diperolehnya. Dia tidak mungkin menanyakan hal itu pada Mila dan adik-adiknya. Pasti akan menimbulkan luka yang tak mungkin sembuh dan merusak hubungan baik yang telah terjalin selama ini. Dia tidak mau mereka berpikir bahwa Sarah menuduhnya mengambil keuntungannya. Tidak mungkin! Dia sendiri tidak percaya mereka mau melakukannya.
Lama Sarah memikirkan hal itu. Apakah mungkin dia tidak boleh memindahkan Jured ke kota? Apakah ini sebenarnya adalah maksud Allah untuk membuat dia sadar bahwa Jured harus selalu bersamanya? Sehingga dagangannya dibuat menjadi rugi? Ah, tidak mungkin! Bukankah aku harus mengutamakan suamiku di atas yang lainnya? Bukankah itu juga yang diperintahkan oleh Allah sebagai kewajiban seorang istri yaitu menyenangkan hati suaminya.
Bukankah suaminya itu menjadi tidak betah berlama-lama di rumah ini sejak kehadiran Jured? Dia lebih suka berkumpul dengan teman-temannya di pos pemuda. Mungkin saja mereka asyik membicarakan para perempuan yang disuka atau mengingatkan kembali kisah-kisah asmara masa lalu sehingga asmara saat ini jadi tersingkir, tidak menyenangkan untuk diingat karena direcoki berbagai masalah hidup.
Selain itu, uang hasil penjualan mobil ayahnya yang dipinjam Bara, hingga saat ini masih belum juga dibayar suaminya itu. Bahkan pembicaraan ke arah itu pun tidak ada. Sarah mulai stres memikirkan keadaannya. Terlebih karena Bara belum kunjung berubah. Dan perempuan bernama Resi itu juga masih sering berkeliaran di lingkungan pergaulan suami Sarah. Setiap kali Bara mengadakan acara kumpul pemuda, atau acara lainnya, dia bisa dipastikan selalu ikut serta.
Atau, haruskah dia menjalankan rencananya semula yaitu membuat camilan dan dimasukkan ke warung-warung. Membayangkannya saja Sarah sudah lelah duluan. Terlebih tidak ada tenaga lain yang bisa dimintai bantuannya. Dia harus mengerjakan semuanya seorang diri dari awal sampai akhir, kemudian mengantarkan ke tiap-tiap warung, sampai di rumah lanjut dengan urusan rumah tangga serta anaknya dan sekarang ditambah dengan mengurus Jured.
Beberapa hari kemudian Sarah dibawa suaminya menengok saudaranya yang sakit. Sebagai buah tangan, dia membawa brownis kukus yang jadi andalannya saat membuka lapak tempo hari.
“Hmm ... jadi ini, brownis kukus yang melegenda itu?” tanya saudara Bara yang sakit tersebut, yang bernama Adi. Rupanya brownis buatan Sarah sudah dikenali banyak orang di kampung ini. Brownis tersebut langsung disajikan oleh istrinya setelah dipotong-potong terlebih dahulu. Adi mengambil sepotong dan memakannya.
“Pantas saja, ternyata memang enak,” kata Adi yang memuji dengan tulus.