Belum selesai Sarah menyuapkan makan anaknya, Jured kembali mengerang. Sarah heran, padahal obat yang berwarna jingga itu biasanya tidak butuh waktu lama untuk membuat Jured tertidur pulas. Dan bila telah tertidur, bangun pun akan susah. Sarah tahu karena dia sendiri pernah mencoba obat itu, saat dia merasa susah tidur dulu. Walaupun obat yang dimakan Sarah hanya setengahnya, tapi rasa kantuk yang ditimbulkannya luar biasa. Kelopak mata Sarah serasa direkatkan menggunakan lem yang sangat kuat sehingga dia begitu susah untuk membuka matanya.
Ah, mungkin saja obatnya jadi lambat reaksinya bila dicampur dengan obat yang tadi, tunggu aja sebentar lagi. Pikir Sarah. Sehingga dia membiarkan Jured terus mengerang. Tapi lama kelamaan, suara erangannya semakin keras, membuat beberapa tetangganya mondar-mandir sambil melihat ke rumah Sarah. Dia menjadi tak enak hati karena telah membuat tetangganya merasa terganggu. Karena itu dia jadi marah pada lelaki itu, lalu mendatanginya.
“Kamu itu harus sabar menerima penyakit! Penyakit itu kan datangnya dari Allah, dan Allah menyukai orang yang bersabar. Karena itu kamu harus sabar sambil terus beristigfar, sehingga dosa-dosamu yang telah lalu bisa terhapus dengan kasih sayang Allah,” kata Sarah tegas.
Tapi Sarah sendiri mengatakan hal itu seolah telah kehilangan kasih sayang terhadap Jured yang patuh dan selalu mengiyakan perkataannya. Setelah melihat Jured beristigfar berkali-kali, melakukan apa yang diperintahkannya, perempuan itu kembali melanjutkan kegiatan bersama anaknya.
Tapi lagi-lagi Jured mengerang kesakitan. Membuat Sarah naik pitam. Dia mengambil obat, dan berlari ke tempat Jured kemudian menyuruh adiknya memakan obat sekali lagi.
“Nih, makan!” bentak Sarah. Dia sudah tak tahan mendengar erangan Jured yang menurutnya sangat memekakkan telinga. Pun dia kesal dengan tetangga yang sengaja lalu lalang di depan rumah, pura-pura merasa terganggu padahal mungkin saja ingin tahu urusan keluarganya.
“Minum obat lagi?” Jured menatap Sarah dengan kepayahan, tubuhnya bermandikan keringat. Sambil mengumpulkan tenaganya dia bertanya, seolah ingin mengingatkan Sarah. “Belum sejam sudah harus minum obat lagi?”
“Udaah ... minum aja cepat!” geram Sarah.
Dengan tingkat kepatuhan yang sangat tinggi, Jured meminum obat yang disodorkan Sarah. Perempuan itu lega. Semoga habis ini dia bisa tertidur pulas. Tapi tak lama berselang, Jured kembali mengerang kesakitan.
"Duuh ... kok belum tidur juga, sih? Sudah ah, mending aku keluar!" Sarah keluar sambil membanting pintu. Dan berharap saat dia kembali, Jured sudah tidur sehingga dia tidak lagi mendengar suara erangannya.