Setelah melewati lorong-lorong rumah sakit dan menyapa orang-orang yang lewat, Mika dan Clara turun menuju lantai satu menggunakan lift. Letak kamar Clara yang berada di lantai tiga mengharuskannya dan Mika menggunakan lift untuk turun menuju lantai satu.
"Wah, Clara, lama tak bertemu," sapa seorang wanita berumur 30-an yang mengenakan jas putih dan stetoskop yang mengalung di lehernya. Wanita itu memasuki lift dan berdiri di samping Clara.
Clara sontak menoleh dan tersenyum. "Hai, Dokter Ran! Apa kabar?" sapa Clara ramah.
Pintu lift tertutup. Clara dan Dokter Ran sibuk berbincang-bincang layaknya teman akrab. Padahal, usia mereka sangat jauh. Anehnya, Dokter Ran justru nyaman berbicara dengan Clara. Keduanya bahkan mengabaikan Mika yang berdiri tepat di belakang Clara.
"Dokter Ran juga mau ke lantai satu?" tanya Clara antusias.
Dokter Ran tersenyum hangat dan memamerkan deretan gigi-gigi putihnya. "Iya, pas sekali kau sedang ada di lift."
Keduanya pun tertawa.
Bukan rahasia lagi bahwa setelah jam sarapan tiba, Clara akan turun ke lantai satu untuk bermain bersama pasien maupun mengunjung yang ada di tempat bermain anak. Tak ada orang di rumah sakit yang tidak mengenal Clara.
Clara adalah gadis yang baik dan ramah. Setiap bertemu orang, bahkan bila dia tidak kenal dengan orang itu, Clara akan melempar senyum hangat. Belum lagi, Clara adalah pendengar yang baik. Dia mau-mau saja mendengarkan celotehan dan keluhan siapa saja. Sungguh beruntung Mika menjadi perawat yang bertugas mengurus Clara.
"Ngomong-ngomong Athalia, kau serius tidak memerlukan bantuan? Banyak lho yang mau membantumu mengurus Clara."
Mendengar namanya yang akhirnya dipanggil, Mika tersenyum. "Tidak perlu. Clara sudah besar, jadi tidak terlalu merepotkan."
"Hei, aku memang tidak pernah merepotkan kak Mika, 'kan? Jangan membuatku terdengar seperti anak kecil dong," ucap Clara setengah bercanda.
Ketiga orang itu pun tertawa.
Pintu lift terbuka secara otomatis, menandakan bahwa ketiganya telah sampai ke tujuan mereka.
Dokter Ran mengelus puncuk kepala Clara. "Aku duluan. Sampai jumpa," ucapnya seraya berjalan keluar dan melambaikan tangan. Clara membalas lambaian tangan itu dan Mika hanya tersenyum.
Mika pun mendorong kursi roda Clara untuk ikut keluar dari lift yang cukup kecil itu.
Begitu keluar, keramaian khas rumah sakit menyambut penglihatan keduanya. Jam besuk yang sudah lama dibuka menjadi alasan utama rumah sakit menjadi ramai. Lantai satu memang lebih berisik dari lantai-lantai di atasnya.
Rumah sakit tempat Clara dirawat memiliki 5 lantai. Lantai dasar, lantai satu, lantai dua, lantai tiga dan lantai empat. Dan Lantai satu adalah lantai pertama yang akan orang-orang tuju. Wajar bila lebih ramai dari lantai yang lain.
Beberapa hasil lukisan Clara nampak terpampang di dinding rumah sakit. Yah, karena hampir setiap harinya Clara melukis, nyaris mustahil lukisan Clara hanya berjumlah sedikit. Mengingat Clara sudah lebih dari 2 tahun dirawat.
Dengan santai, keduanya pun melanjutkan perjalanan mereka menuju ruang bermain yang terletak di dekat pusat informasi. Sesekali Clara menyapa perawat ataupun dokter yang lewat dan tersenyum pada orang-orang.
Hal itu membuat Mika berpikir, Apakah dia tidak lelah tersenyum lebar seperti itu terus?
Clara menghela nafas lega begitu jalanan yang mereka lalui lebih sepi dari pada di dekat pintu masuk dan lift. Pada akhirnya selalu tersenyum pada orang memang meelelahkan. Pusat informasi memang tempat yang tidak terlalu ramai.
Begitu Clara sampai di tempat bermain anak-anak, beberapa pasien anak-anak langsung datang menghampirinya. Sekarang, Clara nampak seperti seorang artis yang dikerubungi oleh fans-fansnya.
"Kak Clara! Ayo, main rumah-rumahan denganku!" ajak seorang anak perempuan berambut ikal. Usianya mungkin masih 5 tahun.
"Tidak! Kak Clara akan membacakan buku untukku!" Anak laki-laki berkulit kecoklatan langsung menyela.