Sejak umur 10 tahun, ada suara dalam kepalaku yang bicara padaku. Aku kira suara itu adalah suara jahat yang mungkin berasal dari bisikan setan dan iblis. Tapi … suara-suara itu terus membantuku ketika aku berada dalam situasi genting.
Aku mulai menerima keberadaan suara itu dalam kepalaku. Meski kadang aku merasa kesal karena ada banyak pertanyaan yang muncul darinya yang tak bisa aku jawab.
Pertanyaannya sekarang, suara itu … apa itu sebenarnya?
Kenapa sepertinya hanya aku saja yang punya?
Tahun 2011.
Seiring berjalannya waktu, pertanyaan itu dari dalam kepala Rari semakin banyak. Dan yang lebih membuat Rari penasaran adalah yang berhubungan dengan orang tuanya.
Ada yang salah dengan senyum Ayah dan Ibu.
“Kamu akhirnya merasakannya.”
Kamu juga mikir gitu? Rari balik bertanya.
“Tentu saja. Aku melihat dengan matamu, tentu saja aku juga merasakannya.”
Menurutmu apa itu? Apa yang salah dengan Ayah dan Ibu?
“Kamu yang harus cari tahu jawabannya, Rari! Bukan aku!”
Suara dalam kepala terus menanggapi ucapan Rari seolah dia hidup, seolah dia adalah teman Rari yang berwujud di dunia nyata.
Kenapa Ayah sepertinya lebih sayang pada Novi?
“Kenapa kamu mikir gitu, Rari?”
Lihat saja … setiap kali aku ulang tahun, hadiah ulang tahunku selalu sama: tas sekolah. Sementara hadiah adikku selalu berbeda setiap tahunnya. Menurutmu apa itu artinya?
“Kamu yang harus cari tahu jawabannya, Rari! Bukan aku!”
Satu demi satu pertanyaan itu muncul dalam benak Rari. Awalnya pertanyaan itu hanya seputar keluarga Rari. Dari tentang ayah dan ibu Rari, sikap Ayah Rari pada Rari yang berbeda jika dibandingkan dengan sikap ayahnya pada adiknya, hingga sesuatu yang terasa aneh antara ayah dan ibunya, yang Rari tak tahu apa itu.
Pertanyaan itu kemudian bercabang dan mulai mempertanyakan banyak hal. Bahkan saat duduk merenung menatap langit, Rari mulai mempertanyakan pertanyaan yang harusnya bukan ditanyakan oleh anak masih berumur belasan tahun.
Menurutmu, apa tujuan aku hidup?
“Kamu penasaran?”