Kapan Nikah?

mahes.varaa
Chapter #12

HARI-HARI BERAT RARI PART 3

Banyak kata puitis di luar sana yang mengatakan bahwa Ayah adalah cinta pertama dari anak perempuannya. Kata puitis itu memang benar, asal sosok ayah itu adalah ayang yang baik, penyayang dan patut jadi panutan bagi anak perempuannya.

Tapi hal itu tidak berlaku untukku.

Ayahku bukan sosok yang bisa aku jadikan panutan hidup apalagi panutan untuk mencari pasangan hidup. Ayahku lebih tepat disebut sebagai contoh terburuk dari pada panutan.

Tapi meski begitu … aku masih punya kewajiban untuk berterima kasih padanya sebagai anak. Pertama, terima kasih karena telah membiarkan ibuku melahirkanku ke dunia ini. Kedua, terima kasih karena telah memberikan contoh terburuk dari sosok pria, sosok suami dan sosok ayah, yang harus aku hindari di masa depan nanti.

Contoh ini adalah sesuatu yang tidak dengan mudah orang lain dapatkan dan mungkin kebanyakan orang di luar sana tidak akan percaya bahwa aku punya ayah sepertinya.

Tapi berkat contoh ini, aku bisa tahu bahwa pernikahan jelas bukan sesuatu yang indah seperti gambaran banyak orang.

Terima kasih, Ayah.

Dari Ayah, aku dapat pelajaran besar yang tak semua anak bisa mendapatkannya dari ayah mereka.  

 

 Pengalaman buruk itu bukan hanya dirasakan oleh Putra semata. Rari berulang kali merasakan pengalaman buruk hidup berkat Saeful. Semenjak kecil, Saeful selalu menjanjikan banyak hal pada Rari.

“Nanti kalo dapat ranking satu, Ayah belikan komputer!”

“Nanti kalo dapat ranking satu, Ayah belikan hp!”

“Nanti kalo waktunya panen, Ayah belikan sepeda baru!”

Ada banyak janji yang Saeful ucapkan pada Rari selama mereka tinggal bersama sebagai Ayah dan anak, tapi dari banyaknya janji itu hanya segelintir janji yang ditepati oleh Saeful. Yang lebih mengesalkan adalah Rari selalu dapat ranking satu dan janji itu tak pernah ditepati.

Waktu berlalu, dan hal itu pun tidak berubah.

Di tengah keluarga yang kritis, Novi meminta untuk dibelikan kamera pada Saeful dan itu diberikan dengan mudah. Tapi ketika Rari meminta laptop yang memang kebutuhan untuk kuliahnya, Saeful hanya memberikan janjinya seperti tahun-tahun sebelumnya dan janji itu akan menguap seperti udara di luar sana tanpa pernah terwujud.  

Lama-lama, Rari jadi malas berharap. Rari lebih malas lagi untuk percaya dengan janji terutama janji yang dibuat Saeful-ayahnya. Bahkan karena terlalu lelahnya dengan janji yang selalu diucapkan Saeful dan tidak pernah ditepatinya, Rari bertanya pada dirinya sendiri.

Lihat selengkapnya