Meski aku dan dua adikku memiliki banyak perbedaan, tapi kami juga punya beberapa kesamaan. Di antara beberapa kesamaan itu, ada kesamaan kami yang cukup unik: kami sama-sama tidak suka dengan anak kecil.
Aku tidak suka dengan anak kecil terutama anak kecil yang tangannya usil dan tidak diajari sopan santun karena orang tuanya sibuk dengan hp mereka.
Adikku-Novi tidak suka dengan segala keruwetan yang ditimbulkan oleh anak kecil. Dari tangisan, keinginan dan penolakan yang muncul dari anak kecil.
Dan adikku-Putra tidak suka dengan anak kecil yang banyak bicara, terutama anak kecil seperti ini.
Lima tahun yang lalu, Putra dimintai tolong oleh gurunya untuk memasang lampu hias untuk keperluan Agustusan di rumahnya.
Ketika sedang asyik memasang di depan rumah gurunya, kebetulan ada beberapa anak berumur empat tahunan berkumpul tidak jauh dari Putra dan sedang meributkan tentang kucing liar yang cukup imut.
“Aku mau bawa pulang kucing ini. Tapi Ayahku pasti marah nanti,” ujar anak pertama.
“Kalo gitu aku saja yang bawa! Ayahku bolehin aku pelihara kucingku,” ujar anak kedua.
“Aku saja yang bawa. Kan aku belum punya kucing di rumah!” ujar anak ketiga.
“Aku juga belum punya!” Anak pertama tidak terima.
“Kan kamu bilang Ayahmu enggak suka sama kucing dan pasti marah kalo kamu bawa kucing pulang!” Anak kedua menjawab.
“Ya bener! Makanya aku saja yang bawa!” Anak ketiga tidak mau kalah.
Intinya ketiga anak dari lima anak di dekat Putra itu sedang berebut untuk membawa pulang kucing itu dengan membawa ayah mereka.
Aku memang tahu Putra tidak suka dengan anak kecil. Yang aku enggak kira sama sekali adalah Putra juga tidak mau mengalah dengan anak kecil. Putra justru bilang begini pada ketiga anak yang sedang berebut itu.
“Kalian ini rame aja bahas ayah marah apa enggak saat kalian bawa kucing itu pulang. Lihat aku! Aku enggak punya ayah, jadi enggak ada yang marahin aku saat aku bawa pulang kucing itu!”
Aku hanya bisa tertawa terbahak-bahak ketika mendengar cerita itu karena tidak bisa membayangkan ketiga wajah anak itu mendengar ucapan Putra-adikku karena tidak terbiasa dengan leluconnya itu.
Beberapa hari kemudian.
“Penumpang yang kami hormati. Sebentar lagi Kereta Api Sri Tanjung akan tiba di Stasiun G. Sebelum turun, periksa dan teliti kembali barang bawaan Anda. Jangan sampai ada yang tertinggal atau tertukar di dalam kereta. Pintu keluar berada di sebelah kanan arah kedatangan kereta api. Atas nama PT Kereta Api Indonesia mengucapkan terima kasih atas kepercayaan Anda karena telah menggunakan jasa layanan kereta api. Sampai jumpa pada perjalanan berikutnya.”
Setelah empat jam perjalanannya, kereta yang membawa Rari di kota S akhirnya akan segera tiba di stasiun tujuan Rari: Stasiun G. Rari bangkit dari duduknya, mengambil tas bawaannya di kabin, memeriksanya lagi dan bersiap untuk turun.