Kapan Nikah?

mahes.varaa
Chapter #29

ENGGAK MAU NIKAH? PART 2

“Sekarang umurmu sudah 31 tahun, Rari.”

Ketika Rari sedang duduk melihat laptopnya menunggu Novi yang sedang menjalani perawatan kemoterapi, suara dalam kepala Rari bicara pada Rari.

“Ya, memang. Lalu kenapa?” jawab Rari.

“Di umur ini kamu sudah melihat banyak hal. Setelah melihat apa yang terjadi pada Ayahmu, ibumu dan adikmu, tentu kamu sudah menemukan tujuan hidupmu kan?”

Rari mengangguk pelan. “Sudah.”

“Jadi apa tujuan hidup yang kamu temukan sejauh ini, Rari?”

Rari tersenyum kecil sebelum menjawab pertanyaan dari suara dalam kepalanya itu. “Aku lahir sebagai cermin untuk banyak orang.”

“Bisa kamu jelaskan kenapa kamu menilai tujuan hidupmu sebagai cermin, Rari?”

Rari menjelaskan semua jawaban panjang yang didapatkannya untuk pertanyaan singkatnya mengenai apa tujuannya hidup di dunia ini.

Aku adalah cerminan untuk Ayahku. Aku sangat mirip dengan Ayah. Aku patuh pada orang tua dan melakukan semua yang aku bisa sebagai seorang anak. Tapi … aku tahu batasanku, sementara Ayah tidak. Aku berani menyanggah, berani berkata tidak ketika apa yang diperintahkan dan dikatakan adalah salah oleh Ayah dan Ibu.

Aku juga adalah cerminan untuk keluarga Ibuku. Aku dan Novi lahir dalam keadaan yang sama dengan Bude dan Ibu. Aku lahir mirip Bude: tidak cantik dan dalam hal fisik kalah dengan adikku, sementara adikku lahir mirip dengan Ibu: cantik dan disukai banyak orang. Keadaanku dan Bude sama persis: kami sama-sama merasa rendah diri setiap kali mendengar ucapan orang-orang yang membandingkan kami dengan adik kami. Tapi yang membedakan aku dan Bude adalah Ibu kami. Ibuku mampu memberikan pengertian padaku untuk tidak merasa iri dan beersikap sebagai kakak yang baik. Sementara Nenek: ibu dari Bude dan Ibuku, tidak melakukan hal itu. Nenek yang dimanja semasa mudanya, tidak ingin merasa kesulitan dan memilih agar anaknya yang tidak lain adalah ibuku untuk terus mengalah pada Bude. Berkat pilihan itu, hingga hari ini Bude terus merasa dengki pada Ibuku.

Aku juga cermin untuk dua adikku, terutama ketika berhubungan dengan caraku memandang masalah dengan Ayah. Aku menjadikan Ayah sebagai pelajaran hidup bukannya membencinya seperti yang dilakukan Putra.

Dan sekarang tugas terakhirku sebagai cermin adalah menemukan pria yang tepat sebagai pasangan hidup.

 

“Mbak kok diam saja?”

Lihat selengkapnya