Kapan Nikah?

mahes.varaa
Chapter #32

KEINGINAN, DOA DAN WAKTU YANG TEPAT PART 2

Di saat aku sedang merasa kesal dengan keadaan, kadang aku suka bercanda dengan Allah.

Ini mungkin aneh, tapi ketika aku melakukannya aku merasa sedikit lebih baik. Candaan ini biasanya aku ucapkan ketika sedang ingin mengeluh di rumah.

“Ya Allah. Tolong kabulkan doa anak terbuang ini. Kepalaku sakit butuh asupan dana, Ya Allah. Lima milyar, cukup Ya Allah.”

Dan ketika ibu mendengar doa kecilku ini, Ibu akan mengomentarinya dengan tawa kecilnya. “Enggak kebanyakan itu mintanya, Rari?”

“Loh mumpung minta sama Allah sendiri, aku minta yang banyak. Tapi aku kan akhirnya menerima segela pemberian Allah. Mau dikasih berapapun dan kapanpun, aku kan tetep nerima, Bu.”

“Nerima gimana? Ntar doanya diulang lagi.”

“Loh Ibu ini gimana sih?? Allah itu kan sangat suka dengar doa umatnya, jadi harusnya Allah juga suka kalo aku doa berulang kali.”

“Dasar kamu ini!”

“Yah gimana Bu! Aku enggak punya ayah yang ngasih warisan tapi malah ngasih hutang dan masalah. Aku kan punyanya cuma Allah, jadi mintanya agak banyakan dikit lah, Bu!”

Itu hanya candaan kecil antara aku dan Ibu ketika sedang berdua saja. Keadaan di mana aku dan dua adikku hidup tanpa ayah terkadang memang jadi lelucon tersendiri terutama antara aku, Ibu dan Putra.

 

Jam lima kurang lima menit, Rari tiba di stasiun. Selesai membayar ojek online yang dipesannya, Rari masuk ke dalam stasiun kota S, memindai tiket yang dibelinya secara online dan menunggu sekitar setengah jam-an kereta yang akan membawa Rari menuju ke kota J.

Rari duduk menunggu di tempat menunggu. Tadinya Rari masih mengantuk karenan tidurnya beberapan hari ini kurang nyaman. Tapi Rari bukan Novi dan Putra yang bisa dengan mudah tidur di tempat umum. Rari tidak pernah biasa tidur di tempat asing dan tempat umum sepetri kebanyakan orang.

Jadi untuk mengusir rasa kantuknya, Rari memutar lagu dari hpnya dan mendengarkannya menggunakan earphone.

Tuk, tuk!

Rari tadinya duduk bersandar melihat calon penumpang lain kereta yang duduk menunggu sama seperti dirinya, tapi sesuatu tiba-tiba merasakan sesuatu menyentuh bahunya beberapa kali.

Rari mencoba menoleh untuk melihat asal dari sesuatu yang menyentuh bahunya. Tapi sebelum benar-benar melihat, Rari merasakan sesuatu menyentuh wajahnya.

“Mbak Rari.”

Rari melihat sebuah jari telunjuk menyentuh wajahnya. Rari melihat ke atas untuk melihat tangan siapa yang berani menyentuh wajahnya.

“Dok-Dokter Ian?” Rari terkejut menemukan jika orang yang berulang kali mengganggunya muncul lagi di hadapannya. “Kenapa ada di sini??”

Lihat selengkapnya