Kapan Nikah?

mahes.varaa
Chapter #36

EPILOG

 

IAN’S POV

Belakangan ini ada cewek yang menarik perhatianku. Dari penampilan fisik, dia bukan cewek cantik dan menawan. Dibandingkan dengan banyak perawat muda yang berusaha mendekatiku, dia sama sekali tidak ada apa-apanya. Hanya saja … melihatnya yang mengabaikan ketika tidak ada urusan denganku dan hanya bicara seperlunya ketika aku bicara dengannya, rasa penasaran dalam diriku muncul.

Dia adalah Rari-wali sekaligus kakak dari salah satu pasienku-Novi. Belum lama ini departemen bedah umum menerima pasien dari penyakit dalam yang bernama Novi dengan umur 29 tahun. Novi sudah masuk rumah sakit sejak dua hari yang lalu. Awalnya masalah yang Novi derita diberikan ke departemen penyakit dalam dan setelah observasi selama beberapa, pennyakit Novi sepertinya lebih parah dari yang diduga. Penyakit Novi kemudian dilemparkan ke departemen bedah umum, dan dari sanalah aku mulai bertemu dengan Rari-kakak kandung Novi sekaligus wali Novi.

Sebagai dokter junior, aku sering mendapatkan tugas jaga malam. Novi adalah pasien yang termasuk dalam jadwal jagaku untuk melihat perkembangannya. Saat memeriksa Novi, aku bertemu dengan Rari. Pertemuan pertama kami di jam 11 malam. Aku melihat Rari yang masih sibuk dengan laptopnya ketika semua pasien dan yang menjaga sudah tertidur.

“Selamat malam, saya dokter dari bedah umum.”

Tanpa diminta Rari bangkit dari duduknya dan memberikanku tempat untuk memeriksa Novi.

“Besok Mbak Novi tes CT Scan yah. Sudah ada dugaan penyakit Mbak ini apa, tapi harus ada tes dulu untuk membuktikannya agar kami bisa melakukan tindakan lanjutan.”

“Ya, Dok.”

Pertemuan awalku dengan Rari malam itu sebenarnya sama sekali tidak meninggalkan kesan mendalam. Bagiku, Rari sama seperti wali pasien lain. Tapi sedikit demi sedikit Rari mulai menarik perhatianku. Rari mulai terlihat sebagai wanita hebat di mataku. Dia selama lima hari menajag seorang diri Novi yang ternyata mengidap kanker usus besar stadium tiga. Bahkan saat operasi pertamanya yang dimulai jam 11 malam, Rari duduk menunggu seorang diri di ruang tunggu.

Sebagai wanita, aku bisa memujinya sebagai wanita yang kuat.

Itulah pujian pertamaku. Pujian itu terus bertambah ketika aku melihat Rari yang sama sekali tidak mengeluh merawat Novi-adiknya. Bahkan ketika membersihkan kantong kolostomi yang penuh dengan kotoran Novi, Rari sama sekali tidak keberatan seperti kebanyakan wali atau keluarga pasien.

“Tahu enggak Dok, pasien Novi itu kenapa yang jaga cuma Kakak sama ibunya?”

Setelah Novi menjalani operasi keduanya, aku yang kebetulan selesai memeriksa Novi berkunjung ke ruang perawat dan mendengar sesuatu.

“Emang kenapa?” tanyaku.

“Ternyata Ibunya Novi itu udah cerai sama ayahnya. Udah gitu ayahnya sejak lama lepas tangan sama anaknya. Bahkan adik Novi yang masih kuliah itu dibiayai gantian sama Novi dan Mbaknya.”

Pantas saja dia bisa setenang dan sekuat itu.

Dari percakapan kecil itu, aku akhirnya tahu kenapa Rari-kakak Novi selama beberapam waktu menjaga adiknya yang sakit parah seorang diri. Aku juga akhirnya tahu kenapa Rari begitu mandiri dan bahkan sama sekali tidak terlihat cemas ketika menghadapi penyakit Novi.

“Dilihat dari penyebarannya, Novi nantinya harus menjalani kemo.”

Aku mendengar Dokter Farid telah memberikan kabar itu pada Rari-kakak Novi. Sewaktu menjalani operasi kedua di mana tumor di dalam usus besar Novi diangkat, kami para dokter menemukan jika kanker itu sudah menyebar di beberapa jaringan, dalam ukuran yang kecil. Sel kanker itu masih cukup kecil jadi tidak perlu dilakukan pengangkatan dan jalan paling mudahnya adalah dengan melakukan kemoterapi.

Lihat selengkapnya