KAPTEN - SEBUAH CERITA PAHLAWAN NASIONAL

Herlan Herdiana
Chapter #3

3. Kekuatan

Tanggal muda! Itu hanya kata istilah, tapi sangat berarti bagi semua karyawan di muka bumi ini. Untuk menerima upah kerja sebulan yang lalu, dan mengatur rencana untuk dihabiskan bulan ini. Termasuk Darwin, yang saat ini statusnya masih memiliki atasan yang menggajinya. Setelah bekerja sampai subuh di fasilitas riset, Ia berangkat ke kantor atasanya untuk menerima gaji, secara simbolis! Karena di jaman ini, semua transaksi bisa dilakukan dengan transfer antar nomor rekening, Ia kesana hanya untuk menerima struknya dan menandatangani surat terima untuk pembukuan HRD.

Tanpa mandi dan masih memakai baju yang sama, Ia berjalan kaki dari fasilitas menuju kantor. Karena jaraknya masih bisa dijangkau dengan berjalan kaki, meski harus memakan waktu 30 menit. Dengan kondisi yang mulai mengantuk, Ia berjalan seperti orang mati sekarang, karena terakhir kali memejamkan mata, itu kemarin sore.

Penulis sedikit jelaskan, disini Darwin bekerja pada perusahaan swasta yang memenangkan tender di tempatnya bekerja saat ini. Jadi ketika bekerja, Ia berada di fasilitas. Tapi ketika menerima gaji, Ia harus datang ke kantor. Sekalian juga untuk setor muka, atau bertemu dengan karyawan lainya.

“BIP!! BIIIP!!” Suara klakson, bukan suara tanda sensorship ya teman-teman!

Darwin terkaget, sekaligus terheran karena Ia sedang berada di trotoar tempat pejalan kaki yang seharusnya. Ia tidak mungkin menghalangi jalan kendaraan di jalan raya.

“Mau numpang A?” Seseorang dari motor yang mengklaksoninya,

“Boleh!” Darwin tak banyak bertanya, karena orang yang mengajaknya adalah seseorang yang Ia kenal. Ia langsung naik ke jok belakang untuk mendudukinya, meski dengan sedikit usaha menjinjit. Karena itu adalah motor bermesin besar, yang bisa percaya diri ketika mengajak orang lain balapan di jalan.

Dengan tanpa menggunakan helm, karena tidak diberi dan tidak menanyakanya juga, Ia hanya bisa berpegangan pada alat pegang di belakang motor. Karena si teman yang membawa motor ini, tidak menyia-nyiakan potensi dari mesin besar di motornya, untuk dilajukan sekencang mungkin. Karena jika memeluk si teman ini dari belakang, akan sangat tidak enak dilihat. Ia hanya bisa berdo’a dalam hati, supaya Ia diberi keselamatan dan di jalan tidak bertemu polisi lalu lintas yang berpatroli.

Dan merekapun sampai. Karena sebetulnya ketika Darwin naik, gedung tempat kantornya berada sudah terlihat. Setelah berputar-putar ditanjakan miring untuk mencapai tempat parkir di basemen atas, motor itu diparkirkan dengan rapih dan seksama, tanpa melewati garis pembatas. Lalu standarnya diturunkan dengan elegan, supaya badan motor tidak terkena beton, karena motor besar pasti punya beban gravitasi besar juga, dan lantai beton adalah salah satu hal yang dihindari untuk bersentuhan.

Darwin turun setelah motor miring, untuk kakinya bisa bertemu pijakan tanpa usaha.

“Motormu?” Darwin, pertanda si teman ini baru kelihatan membawanya.

“Ia A! Motor K@xxxxxxxi 649 CC Fuel Injection, dengan konfigurasi katup DOHC, RPM torsi maksimum 8000, dengan dua silinder, 67,06 tenaga maksimal, dan kecepatan maksimum 212 kmph! Baru datang minggu lalu!” Ia memanggil Darwin dengan sebutan “A” dalam bahasa Sunda berarti kakak. Oh ia, penulis belum menjelaskan kalau setting tempat ini semua berlangsung, adalah pinggiran kota Bandung. (Yang harusnya dijelaskan di awal cerita)

“.................................................... Kredit?” Bertanya dengan dingin, tanpa sedikitpun rasa tertarik pada benda baru yang berkilau di depanya.

“Ia A! 3,5 Tahun!” Suasana hati berubah sedikit muram,

“Kalau begitu bagus! Sekarang lebih giatlah bekerja! Aku duluan!” Dengan kalimat itu, Darwin mulai berjalan pergi ke tempat seharusnya Ia tuju.

“Ia A!” Dengan rasa kecewa, karena sebelumnya Ia sangat antusias untuk menceritakan banyak hal tentang motor barunya.

Kita menemukan teori baru, bahwa ketika seseorang sangat mengantuk, empati-nya juga mati. Tapi sebaiknya kita jangan mengikutinya teman-teman, semalas apapun kita, atau sengantuk apapun, lebih baik kita tunjukan sedikit rasa antusias terhadap kebahagiaan orang lain. Namun Darwin juga sebenarnya tidak ada maksud jahat, yang ada difikiranya saat ini hanyalah kasur, atau apapun tempat yang bisa Ia gunakan berbaring untuk tidur.

Mungkin karena Ia sama sekali tidak tertarik dengan motor, atau benda otomotif lainya. Penulis akan kasih tahu saja, selama ini Darwin sangat tertarik dengan action figure. Bahkan di rumahnya Ia punya ruangan khusus, lengkap dengan lemari kaca, dan tertata dengan rapi. Sangat berbeda dengan ruangan lainya di rumah itu, kini kita tahu digunakan untuk apa saja gaji yang Ia terima selama ini.

Dan jika juniornya saja bisa membeli dengan cara kredit motor sport yang mahal, maka tentunya gaji yang Ia terima juga sangat besar. Hanya saja, tidak seperti orang lain yang menggunakan uangnya secara maksimal. Anak muda ini cenderung menggunakan uang seperlunya saja, tak pernah terlihat memakai barang-barang mahal, karena sejauh ini Ia hanya memakai baju kerjanya yang tahan api. Tak pernah terlihat juga liburan pergi ke tempat yang jauh, atau bahkan Ia tak pernah liburan sama sekali.

Tanpa teman, tanpa harapan, hanya seorang manusia yang hidup dengan kemauanya sendiri. Yang bahkan jika Ia mati besok pun, Ia hanya akan dapat surat keterangan kematian dari polisi saja.

“Ivan! Kesini sebentar!” Seseorang berpakaian kemeja rapi, di sebuah lorong.

“Ia Pak!” Seseorang yang dipanggil, menurut.

Lihat selengkapnya