KAPTEN - SEBUAH CERITA PAHLAWAN NASIONAL

Herlan Herdiana
Chapter #7

7. Kasuari

Malam harinya, setelah mandi dan berdandan rapi.

Sesuai rencana tadi siang, Darwin akan menemui Profesor untuk menceritakan tentang kondisinya saat ini, dan jika memungkinkan akan mengaku kalau gedung fasilitas itu meledak karena dirinya. Tapi itu tergantung bagaimana nanti kondisi arah perbincanganya juga. Dan kenapa harus sampai mandi dan berdandan rapi? Karena disana ada Lavender, inilah yang dinamakan dengan istilah kata “sekalian”. Walaupun menurut penulis itulah tujuan utamanya.

Dengan memastikan tidak ada satupun bebauan aneh bekas berenang di dalam spiteng, Darwin menggunakan pembersihan ekstra dengan berendam dalam satu bak yang penuh air deterjen. Lalu mencari pendapat koresponden dengan narasumber yang bisa dimintai keterangan secara jujur, yang dapat ditemui di sekitar rumahnya. Yaitu pemilik warung langganan, Security komplek sebelah, penjual kopi di jalan protokol, dll. Untuk benar-benar memastikan, Ia tidak lagi seperti barusaja keluar dari spiteng. Padahal kenyataanya memang begitu!

Rasa antusias kini sedang menggebu di dalam hatinya, entah itu karena kini Ia bukan manusia biasa, atau karena sekarang Ia punya alasan untuk selalu bertemu dengan pujaan hatinya. Tapi apa yang akan Ia lakukan setelah bercerita pada Profesor? Apa Ia bisa dengan mudah menjadi pahlawan nasional? Atau pertanyaan yang benarnya, apakah Ia siap dengan semua perubahan yang akan terjadi?  

Itu terserah nanti saja, fikirnya. Yang jelas saat ini adalah saat yang paling mendebarkan.

Rumah Profesor sudah terlihat, langkahnya semakin kencang bersama debaran hatinya yang tidak menentu, temponya tidak beraturan seperti irama orang yang baru belajar main drum. Sebelumnya darimana Ia bisa tahu alamat rumah Profesor?

Perlu diketahui, Darwin tidak punya nomor telepon Profesor apalagi Lavender. Jadi rencana untuk bertamu ini tidak ada kesepakatan mufakat sebelumnya, tapi dengan rasa percaya dirinya saat ini dan dengan alasan yang sangat tepat, Ia yakin kalau dirinya tidak akan diusir. Kembali lagi ke pertanyaan darimana Ia dapat alamat rumah Profesor, sebetulnya itu bisa dijawab dengan mudah, karena di jaman sekarang semua yang pernah dicatat dalam data elektronik bisa dicari dan ditemukan dengan usaha, istilah kerenya stalking dan pelakunya disebut stalker. Dan sebaik-baiknya stalker adalah orang yang sedang jatuh cinta, jadi sebenarnya yang di stalker Darwin bukan Profesor, melainkan anaknya. Dan itu bisa disebut kembali dengan istilah kata “sekalian” yang pernah tertulis dibeberapa paragraf sebelumnya.

Rumahnya sudah terlihat, dan...............

Ada mobil mewah parkir di depan pagar rumahnya, mobil berjenis HUMMER ini setau Darwin bukan milik Profesor apalagi Lavender, karena biasanya mobil seperti ini digunakan untuk berperang, kalau tidak pasti dibeli oleh orang yang sangat punya banyak uang. Dan pasti ketika mobil ini parkir di depan pagar rumah Profesor, semuanya masih terlihat sangat cocok.

Dari sini insting Darwin menghentikan niat dan langkahnya, lalu secara sadar langsung bersembunyi di balik pohon untuk mengamati. Pintu terbuka, lalu keluarlah Profesor memakai jas yang rapi, dan disusul Lavender yang memakai kebaya.

“Dia sangat cantik sekarang! Tidak! Tidak! Maksudku Dia selalu cantik, tapi hari ini cantiknya terlihat berbeda, Dia sempurna!” Fikirnya, bicara dalam hati dari kejauhan.

Dan keluarlah seorang lelaki dari pintu kemudi mobil, yang jika dilihat dari manapun itu bukanlah seseorang dengan profesi supir. Dia memakai kemeja dan celana hijau yang seragam, badanya tinggi, terlihat kaya, dan juga tampan. Sepertinya Dia berprofesi sebagai tentara, karena warna pakaianya sama dengan jendral angkatan darat yang dilihat penulis di rapat sebelumnya.

 Lelaki itu lalu menghampiri Profesor dan Lavender untuk menjemputnya menuju mobil, mereka berjalan dengan gegap gempita sembari mengeluarkan senyuman tanda mereka bercanda ria. Dan itu semua berbanding terbalik dengan keadaan Darwin, yang entah kenapa semua pemandangan itu membuat dirinya terluka. Mereka lalu masuk ke dalam mobil dengan porsi pintunya masing-masing, lelaki itu terlihat membukakan pintu untuk Lavender di sisi kiri, sementara Profesor membuka pintunya sendiri di kursi belakang bagian kanan. Setelah semuanya berada di dalam dan menutup rapat semua pintu, mobil itu melaju dengan seharusnya meski kita tidak tahu di dalam mereka sudah pakai sabuk pengaman atau belum.

Dan sekarang tidak ada lagi optimisme, antusiasme, dan bahkan kata tanya apapun. Hanya kesadaranyalah yang menuntunya untuk melangkah pulang, dan mengambil jalan yang berbeda. Membuatnya semakin menjauh, seperti perasaan yang tak pernah tersampaikan, bahkan tak pernah terungkap.

 “Sekarang masih jam angkot beroperasi! Punya uang kecil gak ya?” Darwin, sambil menghilang di kegelapan malam.

..............................................................

Seminggu berlalu, dan masih dengan kesedihan yang sama. Bedanya kali ini rasa itu tak sehebat waktu pertama kali merasakanya, mungkin karena sudah berkurang terkikis seiring berjalanya waktu dan bergerak seiring pencarian harapan-harapan yang baru. Karena beginilah hidup, akan terus berputar seiring jarum jam yang bergerak karena masih terisi baterai, atau bertambah angka dan mereset kembali ke nol jika mengacu pada jam digital. Tapi baik itu jam mekanik ataupun jam digital, keduanya hanyalah alat yang diciptakan manusia. Sebagai acuan satuan agar kita dapat menyelaraskan angka saat berjanji, atau menyatukan kesepakatan saat kita masuk kerja, dan pengingat saat waktunya kita pulang. Dan untungnya satuan ini sudah disepakati di seluruh dunia, jadi kemanapun Kamu pergi disanalah satuan waktu tidak akan berubah. Meski ada sebagian orang yang memutuskan untuk berbeda, dan mereka tidak terikat satuan waktu manapun.

“Win Kau gak papa?” Bos Fahmi,

“Ya!” Darwin,

“Ngomong-ngomong aku punya beberapa kenalan teman istriku, ya siapa tahu Kau butuh teman gitu!” Bos Fahmi,

“Nyo! Aku baik-baik saja! Dan asal Kau tahu, pertanyaan-pertanyaanmulah yang membuat Aku merasa tidak baik sekarang!” Darwin, menggunakan nama panggilan karena mereka sedang jalan berdua.

“Kenapa? Aku sedang menghawatirkanmu lho!” Bos Fahmi,

“Terimakasih banyak! Tapi ini sudah jadi aneh, kalau Kau menanyakan kabarku tiap 10 menit sekali!” Darwin,

“Jadi aku harus apa kalau begitu?” Bos Fahmi,

“Lakukanlah seperti orang biasa pada umumnya! Bertanya boleh, tapi lakukan sekali saja. Lagian aku sudah menceritakan semuanya padamu, kalau Aku benar-benar baik-baik saja, dan sekarang kita sedang bekerja! Jadi mari kita fokus saja, dan menyelesaikanya secara sempurna, OK!” Darwin. Yang seperti perkataanya, mereka kali ini sedang bekerja di luar kantor. Lengkap dengan pakaian kerja yang pernah penulis visualisasikan, tentunya punya Darwin masih baru, karena yang lama sudah rusak. Dan mereka saat ini berada di sebuah Mall,

“...........” Bos Fahmi,

“Tapi so’al teman istrimu, Kita bicarakan lagi nanti!” Darwin, yang ternyata sedikit tertarik.

Sebuah fakta baru kalau ternyata Bos Fahmi sudah menikah, dan fakta kedua mereka sedang bekerja di sebuah Mall. Yang penulis tahu, mereka sedang mengerjakan instalasi CCTV di Mall tersebut. Ya, pada dasarnya itulah pekerjaan utama mereka yang masih berhubungan dengan sistem data dan teknologi. Mereka akan mengerjakan apapun, entah itu proyek besar seperti yang mereka dapat di fasilitas penelitian, atau proyek kecil seperti yang mereka kerjakan saat ini. Dan seperti yang pernah di ceritakan, kantor mereka itu kecil dan masih mengontrak di sebuah gedung bertingkat, juga tenaga kerjanya cuman 4 orang termasuk Darwin dan Bos Fahmi.

“Baiklah, sekarang siapa yang akan pergi ke ruang kontrol?” Bos Fahmi,

“Kita tentukan dengan suit! Yang menang akan diam di ruang kontrol! Yang kalah harus membawa tangga ini ke tempat Si Ivan dan Adit.” Darwin, yang menjelaskan kalau hirarki Dia dan Bosnya setara.

“Baik! Mari kita tentukan dengan suit!” Bos Fahmi, yang tak punya kekuasaan apapun walaupun Dia Bosnya.

“SATU! DUA! TIGA!” Mereka meneriakanya saat proses pertandingan dimulai.

“AH! Sial, aku kalah.” Bos Fahmi, yang mengeluarkan kelingking sementara Darwin mengeluarkan telunjuk.

“Selamat! Dan silahkan bawa tangga ini!” Darwin,

“Baiklah, Aku pergi!” Bos Fahmi, sambil membawa tangga portabel yang daritadi mereka dorong, di lorong khusus karyawan dan staff Mall. Dan Ia berlalu pergi, tanpa memprotes sedikitpun walaupun Dia adalah Bosnya.

Sekarang Darwin berada di ruang kontrol, seperti apa yang menjadi tugasnya saat ini. Disaat seperti itu, ada seseorang yang menghidupkan mikropon untuk mengatakan sesuatu,

“PERHATIAN! KEPADA SEMUA PENGUNJUNG, STAFF DAN KARYAWAN MALL, DIHARAPKAN UNTUK SEGERA MELAKUKAN EVAKUASI! KARENA TELAH TERDAPAT AKTIFITAS ENERGI TIDAK STABIL YANG AKAN MEMICU TERJADINYA PORTAL DIMENSI! DIPERKIRAKAN AKAN DATANG SERANGAN MONSTER! SEKALI LAGI! SEGERA LAKUKAN EVAKUASI KE JALAN UTAMA! DISANA AKAN ADA PETUGAS KEAMANAN YANG MEMBANTU! DAN JANGAN MEMBAWA KENDARAAN KETIKA EVAKUASI!”

Darwin keluar dari ruang kontrol, lalu menuju ruang dimana orang tadi membuat pengumuman.

“DIMANA LETAK PORTALNYA?” Darwin, berteriak pada orang yang memberi pengumuman. Yang tengah bersiap melakukan evakuasi,

“Tidak dijelaskan secara rinci! Kami hanya menerima perintah evakuasi!” Lalu pergi menyelamatkan diri,

Lihat selengkapnya