KAPTEN - SEBUAH CERITA PAHLAWAN NASIONAL

Herlan Herdiana
Chapter #11

11. Latihan

“Profesor! Tidak akan terjadi apapun kan?” Darwin, sambil diikat erat di sebuah meja operasi.

“Ya! Ingatlah siapa dirimu sekarang!” Profesor, yang suaranya hanya terdengar lewat speaker.

Meski itu meja operasi, tidak ada siapapun disana. Hanya ada Darwin dan peralatan robot canggih, perpanjangan tangan dari Profesor dan ilmuwan lainya.

Lalu dari arah kaki Darwin, muncul salah satu tangan robot yang membawa alat pemotong putar.

“SHRINGGG!” Alat pemutar itu menyala. Darwin menyadarinya,

“Apa itu sebuah gergaji mesin?”

“Itu AC yang menyala!” Profesor, sambil berkonsentrasi mengendalikan alat pemotong itu.

“Oh begitu! Tapi aku tidak pernah mendengar bunyi itu sebelumnya, apa itu produk baru?” Darwin, alat pemotong tadi mendekat ke telapak kakinya sekarang.

“PLETAK” Alat pemotong tadi berhenti berputar dan menghentak balik ke belakang, saat mengenai kulit kaki dari Darwin.

Profesor, Lavender dan Ilmuwan lainya yang berada disana, tidak menunjukan ekspresi apapun. Tapi layar di monitor menunjukan semua yang mereka ingin ketahui. Dan dengan itu semua eksperimen yang dilakukan terhadap Darwin, telah selesai. Lavender terlihat menghampiri Darwin sekarang,

“Apa aku harus memakai pakaian ini? Ini seperti menunjukan kalau aku adalah seorang pasien!” Darwin, yang kini duduk selonjoran di atas kasur tempat tadi Ia diikat dengan memakai pakaian serba putih polos.

Lavender yang sedang membuka ikatan Darwin di kakinya, menghentikan aktifitas sejenak untuk menyiapkan jawaban.

“Maaf, tapi ini sudah bagian dari prosedur.” Lavender,

“Oh begitu! Apa Aku terlihat cocok ketika memakainya?” Darwin,

“Iya!”

“Tapi kalau difikir-fikir siapa saja akan cocok dengan pakaian seperti ini, mereka hanya perlu jadi orang sakit dan dirawat inap saja kan?” Darwin, yang di ruangan itu sebetulnya hanya ada mereka berdua.

“Fufufu!” Lavender tertawa kecil dengan anggun, “Tapi ini mungkin terakhir kalinya Darwin memakai pakaian ini, Karena mulai sekarang Darwin tidak akan merasakan sakit lagi!”

“Benarkah? Jadi kekuatan ini sudah permanen!”

“Iya, rasa sakit adalah respon dari otak ketika bagian tubuh mengalami situasi membahayakan, supaya kita bisa menghindarinya, agar tidak membuat kerusakan pada bagian tubuh. Dan penelitian yang Ayah lakukan sejauh ini, adalah membuat sistem kekebalan baru pada tubuh, saat benda tajam atau lainya mulai menyentuh kulit. Nanti mungkin Ayah akan menjelaskanya pada Darwin secara lengkap!” Lavender, dengan rinci.

“Tapi kalau menurut Darwin, definisi rasa sakit dan luka itu sedikit berbeda!”

“Maksudnya?”

“Apa Lavender pernah dilukai seseorang hanya dengan kata-kata?”

“......................” Lavender, mencoba menelaah apa yang diucapkan Darwin.

“Bukankah itu bagian dari rasa sakit! Juga dengan harapan yang pupus, usaha yang gagal, bahkan cinta yang bertepuk sebelah tangan.” Sebetulnya Darwin sedang membicarakan dirinya sendiri. “Jadi, mungkin Darwin hanya akan terbebas dari luka fisik saja sekarang. Apa benar begitu?”

“Darwin ada benarnya,”

“Tapi tenang saja, Darwin adalah Iron Man! Yang punya jiwa yang kuat seperti besi!” Dengan senyum palsu, mencoba mengubah suasana menjadi ceria sambil membuat tanda V dengan kedua jarinya, dengan menggebu.

Dan Lavender tersenyum tenang,

“Kalian sedang membicarakan apa, dengan ekspresi aneh seperti itu?” Profesor, memasuki adegan.

“Kami hanya membahas sedikit teori, tentang psikologi!” Lavender,

“Iya. Tunggu, jadi daritadi kita membicarakan psikologi?”

“Kamu itu seorang Magister, bahkan tidak tahu apa yang sedang dibicarakan!” Profesor, berbicara dengan membawa gelar akademis.

“Saya S2 ilmu komputer Pak! Tidak tahu bidang lain.”

“Ya sudah, sekarang kita bahas masalah lain. Aku akan menjelaskan so’al hasil penelitian yang baru saja kami lakukan!” Profesor,

“Baik Profesor!” Darwin siap mendengarkan,

“Pada dasarnya, sistem kekebalan tubuh yang Kamu dapat sama dengan apa yang telah dicoba pada Olvis (Kodok percobaan yang diceritakan sebelumnya). Yaitu perubahan jaringan kulit menjadi lebih kuat atau setara, saat bersentuhan dengan benda lain secara langsung. Jika itu benda padat, maka akan dicontoh secara cepat menjadi zat sejenis, sehingga benturan yang terjadi tidak menyebabkan luka pada kulit atau kerusakan pada bagian dalam tubuh, dan cara kerjanya mirip seperti cermin. Jika itu benda cair atau lainya, seperti angin dan suhu yang dingin, maka kekebalan akan bermutasi menjadi kebalikanya, dan membuat suhu tubuh menjadi normal.”

Darwin hanya terbengong,

“Nilai biologiku sangat buruk, jadi bisakah Anda menjelaskanya dengan lebih sederhana?”

Lavender dan Profesor saling bertatapan, Profesor menyiapkan kata lain yang lebih sederhana dengan sedikit kesabaran.

“Pada intinya, jika Kamu dipukul dengan besi maka kulitmu akan berubah menjadi besi juga. Dan kalau Kamu diserang dengan api, maka tubuhmu akan mempertahankan diri dengan suhu yang dingin.”

“Terimakasih banyak!” Darwin, diiringi dari tatapan puas dari Profesor dan Lavender.

“Sekarang jam makan siang. Apa Darwin mau ikut makan!” Lavender,

“Boleh! (Dengan senang hati!)” Sambil bangkit dari meja percobaan.

Saat Darwin dan Lavender mulai berjalan keluar,

“Ayah tidak ikut?”

“Tidak, kalian duluan saja! Ayah masih ada kerjaan!” Menjawab sambil melakukan kesibukan yang penulis tidak mengerti.

“(Kerja bagus Profesor!)” Merasa senang karena sekarang punya kesempatan untuk berdua’an.

“Baiklah, tapi jangan sampai lewat jam 2 siang! Kalau tidak, Aku akan datang dan menyuapi Ayah!”

“(Aku juga ingin disuapi!)” Darwin, yang tentusaja tidak sampai diucapkanya.

“SIAP BU!” Dengan sigap, mungkin karena malu jika disuapi atau takut beneran dengan sikap protektif anaknya.  

Dan merekapun sekarang berada di kantin gedung B, masih satu gedung dengan tempat Darwin diteliti tadi.

“Lavender! Darwin!” Satria, sambil membawa nampan yang kosong di belakang Darwin, saat mereka akan mulai mengantri mengambil nasi.

“Iya! eu............... Kamu akan makan juga?” Darwin, yang masih tidak mengingat nama Satria.

 “Iya, kebetulan Aku sedang ada di gedung ini juga!” Satria,

“Oh begitu.” Darwin, tak punya kata untuk melanjutkan pembicaraan.

Lihat selengkapnya