“Kapten! Bisa Kamu hentikan Dia! Kita kembali lagi pada rencana awal!” Jendral Tidar, memakai komunikasi secara satu arah supaya Darwin tidak bisa mendengarnya.
“Nampaknya itu tidak perlu Jendral! Aku punya rencana cadangan.”
“Baiklah! Kupercayakan semuanya padamu.”
Kali ini Profesor Setiadi yang akan bicara pada Satria, terlihat dari bibirnya yang mendekati mikropon.
“Baiklah! Perangkat relokasi sudah tiba, di jalan protokol arah kanan dari posisimu.” Profesor,
“Aku mengerti! Sekarang Aku akan bicara pada Darwin!” Satria, mengatur alat komunikasinya untuk bicara satu arah dengan Darwin. “Darwin! Darwin! Kau mendengarku?”
“Ya, bagaimana dengan diskusinya? Apa yang mereka katakan?” Darwin,
“Hati-hati! Kita belum tahu apa saja kemampuan dari makhluk ini.” Profesor, memotong pembicaraan.
“Profesor! Tenang saja, ini hanyalah seekor domba yang kebetulan mempunyai tubuh sebesar sapi.” Darwin,
Setelah semua rongsokan mobil berhasil disingkirkan, Domba ini mengambil ancang-ancang dengan mengayunkan kaki belakangnya beberapa kali, juga menundukan kepala supaya Ia bisa menyerang dengan tulang dahinya yang keras. Oh ia, jika diperhatikan pada gambar yang sebentar lagi akan ditampilkan, Domba ini mempunyai ciri khas batu permata di dahinya. Ya, ini bisa terjadi karena ini adalah Domba yang mengalami evolusi secara karena terpapar radiasi aktifitas nuklir, jadi apa saja bisa terjadi!
Dan Domba ini mulai berlari! Jarak tempuhnya menuju Darwin sekitar 20 meter, sesuai jangkauan Darwin melempar bom tangan sebelumnya. Sementara Darwin hanya berdiri diam dengan sangat percaya diri, karena mempunyai perisai berteknologi tinggi di depanya.
Ketika Domba mencapai jarak 10 meter, Kecepatanya mulai meninggi. Dan menghilang di jarak 12.5 meter.
“Hmmm??” Darwin, yang tidak bisa melihat lawan bertarungnya (Sebelumnya, jangan terlalu serius dengan perhitungan jarak disini, karena ini adalah hitungan kasar).
“BRUKKKKK!!!!” Sebelum fikiran Darwin bertanya dimana, Domba ini sudah menghantam tubuhnya. Beserta perisai yang sudah hancur di depanya.
“AAAAAAAAAAHHHH!!” Darwin, sambil terhempas jauh ke belakang dan terbang seperti roket.
“BRAKKKK!!” Dan sekarang tubuhnya menimpa hiasan karya seni di tengah perempatan jalan.
“Apa hiasan bambu ini mahal?” Darwin, di tengah tumpukan karya seni yang sudah hancur.
“Tidak! Itu hasil hibahan pengrajin bambu dari Garut.” Profesor,
“Berhentilah bermain-main! Cepat selesaikan tugas kalian!” Jendral Tidar,
Darwin lalu menyingkirkan batang-batang bambu yang sudah ringan, karena dimakan usia. “Satria! Mungkin ini saatnya kita menjalankan rencanamu!” Darwin, yang setengah badanya muncul dari tumpukan bambu.
“Ya! Lain kali jangan pernah menantang adu domba pada domba, apalagi Domba Garut.” Satria,
“Saran yang bagus, terimakasih dan akan kupertimbangkan untuk pertarungan berikutnya.”
“Sebentar! Makhluk ini akan datang lagi padamu!” Satria, melihat Domba ini mengambil ancang-ancang seperti tadi.
Satria mengeluarkan senjatanya, mengubahnya menjadi mode tempur, dan juga mengatur penyesuaianya lewat layar sentuh di salah satu bagian senjata. Lalu datang sebuah Drone yang membawakan amunisi sebesar botol minuman 350 ml, sebanyak 2 buah. Ia memasukan keduanya secara bergantian, pada lubang di bagian atas senjata.
Domba mulai berlari lagi. Satria membidik, dan beberapa saat kemudian menembakan amunisinya. Tembakanya mengenai sasaran, dan Domba itu terpeleset. Karena Satria menembakan semacam cairan lengket di jalan aspal, jalur Domba itu berlari.
“Apa itu? Teksturnya seperti ingus!” Darwin, sementara Domba masih meluncur kencang di atas cairan yang mirip ingus tadi dan mengarah padanya. “TUNGGU! KAKIKU MASIH TERSANGKUT DISINI!”
Satria mengubah pengaturan senjatanya kembali, dan kali ini menembak sasaran utama secara langsung, dengan amunisi penghentak udara seperti saat melawan Kasuari. Sasaran kena dengan mutlak, dan membelokan arah luncuranya ke bangunan toko emas di sebrang jalan tempat Darwin tersangkut.
Dengan tubuh sebesar sapi, dan dengan kecepatan seperti mobil yang remnya blong, maka dengan seijin Tuhan yang maha kuasa, kecelakaan tabrakan tunggal itu tidak ter’elakkan, dan kerugian besar toko emas itu tidak bisa dihindarkan.
“Bagaimana dengan kakimu?” Satria,
“Aku sudah siap sekarang!” Sambil berdiri diantara rongsokan bambu.
“Baiklah! Kau lihat di jalan sebelah kirimu! Sekitar 200 meter, ada sebuah truk besar yang mengangkut kerangkeng untuk mengurung mahluk ini!”
“Kita tidak akan membunuhnya?”
“Tidak! Kita akan membawanya ke kebun binatang!” Satria,
Profesor mendekatkan lagi mulutnya pada mikropon,
“Kami membutuhkanya untuk objek penelitian! Selain itu potensi merusaknya tidak besar, kami masih bisa mengendalikanya.” Profesor, di ruang kontrol.
Domba itu keluar dari toko emas, tapi bukan sehabis belanja tentunya. Dan orang yang pertama kali dilihatnya, tidak lain tidak bukan tentusaja Darwin.
“Aku mengerti! Jadi Aku hanya perlu mengarahkanya pada kerangkeng itu!” Darwin,
Satria menembak lagi amunisi lendirnya, pada jalan tempat Domba itu berpijak. Dan sekarang Domba itu kesulitan untuk berdiri, karena pijakanya tidak stabil. Dan seperti hewan pada umumnya, Domba ini terus mencoba untuk berdiri seberapa seringpun Ia jatuh.
“Ya! Cepatlah! Aku tidak bisa lama menahanya!” Satria,
Darwin lalu mulai berlari ke arah kerangkeng itu,
“Tapi bagaimana cara Aku memancingnya untuk masuk?” Darwin,
Kali ini Profesor akan bicara lagi,
“Kamu masuk saja pada kerangkeng itu! Disana ada pintu darurat, gunakanlah sesaat sebelum Domba itu terperangkap!” Profesor,
“Aku mengerti!” Jarak Darwin dan kerangkeng itu sekarang sekitar 100 meter. Yang sebetulnya itu lebih mirip peti kemas dari pada kerangkeng, karena kerangkeng yang kita bayangkan tentunya gabungan dari teralis besi yang disusun seperti penjara.
Domba ini lalu menemukan cara keluar dari kubangan cairan yang Satria ciptakan, yaitu dengan membenturkan kepalanya pada lantai jalan, sehingga debu yang dihasilkan dari beton yang hancur, bisa membuat cairan itu mengeras. Dan sisa cairanya bisa masuk diantara retakan, dan tercampur dengan beton-beton yang hancur.
Sekarang Domba ini bisa berdiri tegak,