KAPTEN - SEBUAH CERITA PAHLAWAN NASIONAL

Herlan Herdiana
Chapter #17

17. Pulang

“Siap Jendral.” Satria, lalu Ia mematikan alat komunikasinya.

“Ya, mau bagaimanapun posisi Jendral lebih tinggi daripada Kapten!” Darwin, mencoba mengucapkan kalimat yang bisa menghibur Satria, dan juga dirinya sendiri.

“Darwin! Cari alat pengendali di kotak ini, yang bisa memicu peledak yang tadi kita pasang!” Bicara dengan lebih dulu memastikan, tidak ada satupun yang mendengar mereka.

“Hooooo? Baiklah! Aku suka pemberontakan!” Darwin,

Sementara di tempat lain yang tidak jauh dari mereka berdua,

“Cepatlah Prajurit! Kita tidak tahu kapan makhluk ini akan sadar!” Kolonel Eka, mengomandoi pasukanya yang sedang memindahkan Kelalawar ke sebuah kerangkeng. Yang dibawa bersama pesawat Hercules.

Dan ngomong-ngomong, sekarang tempat ini menjadi sangat ramai, banyak tenaga baru yang datang untuk membawa makhluk ini. Karena jika difikir-fikir, 6 orang tidak akan sanggup untuk mengikat dan membawa makhluk ini. Apalagi mereka menginginkanya hidup-hidup, pasti ada beberapa ahli yang datang juga. Pasukan Kolonel yang tadi terpisah, juga datang kembali membantu.

Sekarang Kelalawar ini sudah berada di atas kendaraan, dengan diikat kencang, sayapnya sudah dilipat, dengan posisi tengkurap yang rapi. Sebuah kerangkeng yang diangkat dengan alat berat siap mengurungnya, untuk memberikan perlindungan ganda, siapa tahu Ia nanti sadar ketika berada di udara.

Kerangkeng sudah berada di atas bodi kendaraan, beberapa orang dengan sigap mengunci kerangkeng itu, supaya menyatu dengan bodi kendaraanya.

“Kretek! Kretek!” Kelalawar itu bergerak, pertanda Ia sudah sadar dari pingsan-nya.

Beberapa orang yang akan mengunci tadi, dengan reflek mundur dari tempatnya.

“Nyalakan listriknya!” Kolonel Eka. Dan sesuai perintahnya, listrik itu menyengat lagi di tubuh kelalawar.

Sekarang Dia berhenti bergerak lagi,

“TRAKKKK! TRAKKKK!” Beberapa saat kemudian Ia bergerak dengan lebih keras,

“TINGKATKAN VOLTASENYA!” Kolonel,

Latar berganti ke arah Satria, yang sedang ada di dalam sebuah kendaraan tertutup.

“Tunggu Kapten! Sekarang kita sedang latihan bicara di depan media, jangan ada satu kalimatpun yang salah nanti!” Seseorang yang memegang Laptop dan dokumen, mencegah Satria yang akan pergi.

“Kita bicarakan itu nanti! Bersiaplah! Nampaknya akan ada berita yang harus diubah!” Satria, sambil keluar dari kendaraan.

Diluar ada Darwin yang sedang duduk di atas box peralatan mereka.

“Ada apa?” Satria lalu menanyainya,

“Sedang ada penyiksaan disini!” Darwin, yang didepanya ada kerangkeng yang sedang menyala, akibat aliran tegangan listrik yang mengalir di sela kerangkengnya.

“Apa Kau membawa alatnya?”

“Ada di saku celanaku sekarang!”

“Persiapkan itu, untuk jaga-jaga!”

Aliran listrik berhenti, makhluk itu tidak bergerak lagi.

“Kunci kerangkengnya!” Kolonel, beberapa orang yang tadi mundur menjauh, menghampiri kerangkengnya lagi.

Satu-persatu lubang kunci digembok dengan kuat. Sementara di dalam, perisai pelindung kembali menyelimuti tubuh Kelalawar. Dan sekarang Ia mencoba merebahkan sayapnya, untuk melepas tali serat konduktor listrik yang mengikatnya.

“MUNDUR! Dan sengat Dia dengan Voltase maksimal!” Kolonel, dan semua orang menjauhi kendaraan itu sekarang.

Listrik itu tidak berpengaruh padanya, dan Satria memakai helmnya kembali.

“Profesor! Anda mendengarku?” Ia lalu berkomunikasi dengan professor,

“Ya Kapten! Nampaknya ini adalah perisai pelindung tipe baru, karena perisai yang sebelumnya lemah terhadap listrik!” Profesor, yang memonitor lewat layar.

“Kapten, Kamu masih memakai seragam-mu?” Jendral Tidar,

“Iya Jendral!”

“Bersiaplah!”

“Siap! Tapi Aku tidak bisa membawanya hidup-hidup!”

“Lakukan, apa yang harus Kau lakukan!”

Sayap Kelalawar itu semakin mengembang, serat tali yang mengikatnya mulai longgar, dan dengan perlahan kelalawar itu berdiri dengan kedua kakinya.

“BOOOM!” Kerangkeng itu meledak seketika, semua orang yang berdiri disana terkapar karena terhentak dengan ledakan itu. Dan Kelalawar itu muncul dari asap ledakan, dengan terbang vertikal ke atas, kedua sayapnya berhasil mengembang sempurna.

“Ctak!” Darwin lalu dengan sigap berusaha menyalakan alat peledak di kaki Kelalawar, menggunakan pengendali jarak jauh berbentuk smartphone.

“SINYAL PENERIMA BERADA DILUAR JANGKAUAN!” Muncul notifikasi seperti itu ketika Darwin melihat layar smartphone-nya.

“Ada apa?” Satria, mempertanyakan mengapa peledaknya belum berfungsi.

“Aku lupa memasang antena untuk jarak jauhnya! Aku harus mencari antenanya sekarang!” Darwin, bergegas ke arah box.

“Berapa jarak maksimal yang bisa dijangkau, jika antenanya terpasang?” Satria,

“100 meter!” Darwin, yang sedang mencari antena di dalam box peralatan.

“Ini percuma,” Satria, ketika melihat kelalawar sudah terbang melewati jarak 100 meter dari mereka. “Aku harus melakukanya!” Lalu Ia menghampiri kotak peralatan juga.

Lihat selengkapnya